Ini adalah catatan yang mampu membantu menjabarkan pikiran pemuda
Indonesia. Bagaimana seharusnya mahasiswa berperan dalam membangun masa depan
bangsa.
Kemelut
politik dan ekonomi yang terjadi di masa orde lama atau biasa disebut dengan
ORLA terjadi dari thun 1965-1966 dan mengalami gejolak yang kian memanas pada
bulan Januari hingga Pebruari 1966. Sejarah mencatat bahwa pada tanggal 24
Pebruari 1966 seorang mahasiswa bernama Arief Rahman Hakim gugur saat melakukan
unjuk rasa yang bertujuan untuk menumbangkan rezim orde lama. Tak hanya Arief
Rahman Hakim saja yang gugur dalam aksi unjuk rasa saat itu, ada sederet nama
yag menyertainya, seperti Zubaedah, Ikhwan Ridwan Rais, dll.
Aksi unjuk
rasa tersebut terjadi karena ketidakpuasan masyarakat terhadap tindakan Presiden Soekarno pada 24 Pebruari 1966 yang bermaksud
melantik menteri kabinet baru yaitu "Kabinet Seratus Menteri” yang
anggotanya mencerminkankan ketidakberdayaan Soekarno dalam mengendalikan
situasi politik dan ekonomi Indonesia yang semakin memanas.
Salah satu
anggota menteri yang akan dilantik oleh Soekarno adalah seorang tokoh militer
yang dikenal masyarakat sebagai pemimpin copet di Jakarta. Kabinet yang nama
resminya disebut sebagai “Kabinet Gotongroyong yang lebih disempurnakan lagi”
itu ditolak keberadaannya oleh para mahasiswa, pelajar dan berbagai kelompok
masyarakat yang lain.
Salah satu
upaya penolakan itu dengan dilakukannya unjuk rasa pada hari itu. Mereka yang
berunjuk rasa bukan hanya mahasiswa dan pelajar dari atau di Jakarta saja,
melainkan dari mana-mana. Pagi itu, seorang mahasiswa UI bernama Arief Rahman
Hakim turut serta melakukan aksi unjuk rasa bersama para demonstran yang lain
di depan Markas Resimen Cakrabirawa.
Selayaknya
orang berdemo, para demonstran terus meneriakkan tuntutan mereka dan tak
segan-segan mengutarakan kata-kata pedas bagi tokoh yang mereka maksud. Pasukan
Cakrabirawa yang bertugas di seberang jalan merasa tak tahan dengan teriakan
dan ejekan para demonstran hingga akhirnya pasukan cakrabirawa meletupkan
tembakan bertubi-tubi ke arah para demonstran.
Para
demonstran panik dan berpencar tak karuan. Dan ditengah kepanikan itulah Arief
Rahman Hakim terkena rentetan timah panas pasukan cakrabirawa. Arief Rahman
Hakim tewas ketika perjalanan menuju rumah sakit. Ya, mahasiswa dari
Universitas Indonesia yang mengenakan almamater berwarna kuning itu tewas
bersimbah darah dalam perjuangan menurunkan tirani Indonesia. Arief Rahman
Hakim dan para demonstran yang tewas pada waktu itu diangkat sebagai pahlawan
ampera dan dikukuhkan dalam TAP MPRS No. XXIX/MPRS/1996.
Sedikit
cuplikan catatan sejarah bagaimana generasi muda atau mahasiswa menjadi agen
perubahan suatu bangsa. Para aktivis yang notabenenya adalah para mahasiswa kala
itu tengah berjuang untuk menuntut perubahan bangsanya menjadi lebih baik, yang
menuntut sebuah keadilan dan kebijakan agar bisa dirasakan masyarakat utamanya.
Sosok Arief
Rahman Hakim dan mahasiswa yang menjadi aktivis saat itu sudah sepatutnya
menjadi contoh bagi generasi muda sekarang ini. Tentunya generasi muda sekarang
ini harus mengambil contoh dalam segi positifnya, semangatnya. Bagaimana tidak?
Mahasiswa lah yang nantinya akan menjadi agent
of change alias agen perubahan bagi dirinya, lingkungannya dan
masyarakatnya. Oleh karena itu, diharapkan mahasiswa sebagai generasi muda
dapat turut serta berkecimpung di ranah organisasi untuk menggambleng
mentalitas. Walaupun sudah banyak mahasiswa yang berkecimpung di ranah
organisasi, namun jumlahnya masih sepersekian kecil dari jumlah mahasiswa yang
ada.
Mahasiswa tak
hanya dituntut untuk menjadi agent of
change saja, melainkan juga menjadi agen pemberdayaan alias moral force atau sebagai pemertahan
nilai-nilai moral yang terdapat di masyarakat, dan diharapkan menjadi ironstock alias seorang pemimpin yang
sesuai dengan criteria Indonesia yang menganut ideologi terbuka pancasila. Namun
pada kenyataannya masih banyak mahasiswa yang beranggapan bahwa perannya hanyalah
ngampus. Mengerjakan tugas kuliah dan
mendengarkan dosen saat menerangkan mata pelajaran kuliah agar bisa mendapatkan
indeks prestasi tinggi yang berguna di dunia kerja nanti.
Paradigma
yang seperti inilah yang hasus diluruskan, memang benar bahwa tugas mahasiswa
adalah seperti yang dijelaskan diatas, namun seorang mahasiswa sesungguhnya
juga memiliki peran-peran lain diluar jam kuliah atau urusan kampus. Masih
ingatkah dengan Tridharma perguruan tinggi yang merupakan tiga pilar dasar pola
pikir yang menjadi kewajiban bagi mahasiswa sebagai golongan intelektual di
negara ini. Tentunya Tridharma bukan saja harus diingat oleh mahasiswa, melainkan
harus dilaksanakan karena Tridharma adalah sebuah kewajiban yang harus
dikerjakan dan diamalkan.
Mahasiswa adalah
kaum intelektual berpendidikan tinggi yang nantinya dapat mengimplementasikan
apa yang didapatkan pada saat kuliah dalam kehidupan bermasyarakat sehingga
seorang mahasiswa dapat mengabdikan dirinya dalam masyarakat, karena mahasiswa
berperan menjadi penghubung antara masyarakat dan pemerintah.
Mahasiswa
juga beperan untuk membela kepentingan masyarakat yang artinya menjunjung
tinggi nilai-nilai luhur pendidikan, lalu mengkaji terlebih dahulu, setelah itu
memahami, dan kemudian mensosialisasikannya pada masyarakat. Mahasiswa memiliki
ilmu tentang permasalahan yang ada, mahasiswa juga yang dapat membuka mata masyarakat
sebagai salah satu bentuk pengabdian terhadap masyarakat.
Lalu, apa
peran organisasi dalam hal ini?
Seperti yang
sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa organisasi dapat dijadikan sebagi media
untuk menggambleng mentalitas generasi muda. Organisasi mampu mencetak manusia menjadi
insan yang lebih peka terhadap lingkungan. Dengan berorganisasi sesorang akan
belajar bagaimana berkomunikasi dengan berbagai pihak, berargumentasi dalam
menyelesaikan masalah, mengeksplorasi dan mempresentasikan suatu gagasan atau
konsep sebuah rencana kegiatan.
Organisasi senderung menuntut bagaimana
seseorang harus bekerja rasa totalitas dan loyalitas yang tinggi. Agar apa yang
menjadi tujuan dari organisasi tersebut dapat dicapai sesuai hasil yang
diharapkan. Perlu diingat bahwa organisasi kemahasiswaan bukanlah sekadar wadah
politik kampus melainkan organisasi mahasiswa juga menanamkan nilai-nilai
ilmiah yang juga dapat menunjang proses belajar mahasiswa secara akademis. Jika
mahasiswa acuh terhadap lingkungan atau misalnya tidak suka berorganisasi akan
mengakibatkan sikap individualis.
Lalu apakah
bisa menggantungkan sebuah harapan pada mahasiswa jika mahasiswa (baca:generasi
muda) acuh terhadap lingkungan? Tentunya tidak. Karena mahasiswa membutuhkan softskill selain di jurusan yang
dipelajarinya. Misalnya softskill mengenai kepemimpinan, kemampuan
memposisiskan diri, interaksi lintas generasi dan sensitivitas atau kepekaan
lingkungan yang tinggi.
Dicontohkan Institut
Pertanian Bogor yang memiliki banyak organisasi kemahasiswaan. Seperti DPM dan
BEM. BEM di kampus IPB juga terbagi menjadi 10 BEM yaitu BEM A - BEM J. BEM J
memiliki desa binaan untuk mensosialisasikan mengenai dunia pertanian untuk masyarakat
desa agar para petani memiliki pemahaman yang lebih detail darpipada hanya
sekedar bertani lalu panen. Namun lebih menekankan bagaimana menjadi petani
yang berkualitas agar bisa bertani sesuai dengan harapan yang utamanya adalah
memanen hasil yang semaksimal mungkin. Dan tentunya juga memberikan pemahaman
mengenai bagaimana caranya meminimalisir biaya operasional perawatan tanaman,
bagaimana cara menghalau penyakit dan hama yang menyerang tanaman sehingga
dapat memanen hasil yang maksimal.
Selain desa
binaan BEM J juga bertugas untuk mengurus mahasiswa berprestasi, menyalurkan
beasiswa bagi mahasiswa yang secara materi kurang memadai, menyampaikan
aspirasi mahasiswa kepada civitas akademik, mengembangkan sumber daya manusia
khususnya potensi yang dimiliki oleh mahasiswa-mahasiswi Institut Pertanian
Bogor dan masih banyak peran BEM J.
Dan peryataan
diatas merupakan beberapa bukti konkret yang dapat menyatakan bahwa sebuah
organisasi berfungsi sebagai mediator agar seseorang bisa mengenali
lingkungannya dan dapat berkontribusi untuk lingkungannya.
Dan sosok Arief
Rahman Hakim serta pahlawan ampera lain, seyogyangya mampu menjadi pemantik
semangat generasi muda saat ini. Ironis jika sosok mahasiswa yang berkewajiban menjadi
agent of change, moral value dan ironstock tak melaksanakan
kewajiban-kewajiban tersebut. Karena masa depan sebuah bangsa tergantung
bagaimana generasi mudanya berusaha.
Jaya
Mahasiswa, Jaya Indonesia raih Masa Depan Nan Jaya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar