Minggu, 22 September 2013

Mahasiswa dan Ranah Organsiasi



Ini adalah catatan yang mampu membantu menjabarkan pikiran pemuda Indonesia. Bagaimana seharusnya mahasiswa berperan dalam membangun masa depan bangsa.

Kemelut politik dan ekonomi yang terjadi di masa orde lama atau biasa disebut dengan ORLA terjadi dari thun 1965-1966 dan mengalami gejolak yang kian memanas pada bulan Januari hingga Pebruari 1966. Sejarah mencatat bahwa pada tanggal 24 Pebruari 1966 seorang mahasiswa bernama Arief Rahman Hakim gugur saat melakukan unjuk rasa yang bertujuan untuk menumbangkan rezim orde lama. Tak hanya Arief Rahman Hakim saja yang gugur dalam aksi unjuk rasa saat itu, ada sederet nama yag menyertainya, seperti Zubaedah, Ikhwan Ridwan Rais, dll.
Aksi unjuk rasa tersebut terjadi karena ketidakpuasan masyarakat terhadap tindakan  Presiden Soekarno pada 24 Pebruari 1966 yang bermaksud melantik menteri kabinet baru yaitu "Kabinet Seratus Menteri” yang anggotanya mencerminkankan ketidakberdayaan Soekarno dalam mengendalikan situasi politik dan ekonomi Indonesia yang semakin memanas.
Salah satu anggota menteri yang akan dilantik oleh Soekarno adalah seorang tokoh militer yang dikenal masyarakat sebagai pemimpin copet di Jakarta. Kabinet yang nama resminya disebut sebagai “Kabinet Gotongroyong yang lebih disempurnakan lagi” itu ditolak keberadaannya oleh para mahasiswa, pelajar dan berbagai kelompok masyarakat yang lain.
Salah satu upaya penolakan itu dengan dilakukannya unjuk rasa pada hari itu. Mereka yang berunjuk rasa bukan hanya mahasiswa dan pelajar dari atau di Jakarta saja, melainkan dari mana-mana. Pagi itu, seorang mahasiswa UI bernama Arief Rahman Hakim turut serta melakukan aksi unjuk rasa bersama para demonstran yang lain di depan Markas Resimen Cakrabirawa.
Selayaknya orang berdemo, para demonstran terus meneriakkan tuntutan mereka dan tak segan-segan mengutarakan kata-kata pedas bagi tokoh yang mereka maksud. Pasukan Cakrabirawa yang bertugas di seberang jalan merasa tak tahan dengan teriakan dan ejekan para demonstran hingga akhirnya pasukan cakrabirawa meletupkan tembakan bertubi-tubi ke arah para demonstran.
Para demonstran panik dan berpencar tak karuan. Dan ditengah kepanikan itulah Arief Rahman Hakim terkena rentetan timah panas pasukan cakrabirawa. Arief Rahman Hakim tewas ketika perjalanan menuju rumah sakit. Ya, mahasiswa dari Universitas Indonesia yang mengenakan almamater berwarna kuning itu tewas bersimbah darah dalam perjuangan menurunkan tirani Indonesia. Arief Rahman Hakim dan para demonstran yang tewas pada waktu itu diangkat sebagai pahlawan ampera dan dikukuhkan dalam TAP MPRS No. XXIX/MPRS/1996.
Sedikit cuplikan catatan sejarah bagaimana generasi muda atau mahasiswa menjadi agen perubahan suatu bangsa. Para aktivis yang notabenenya adalah para mahasiswa kala itu tengah berjuang untuk menuntut perubahan bangsanya menjadi lebih baik, yang menuntut sebuah keadilan dan kebijakan agar bisa dirasakan masyarakat utamanya.
Sosok Arief Rahman Hakim dan mahasiswa yang menjadi aktivis saat itu sudah sepatutnya menjadi contoh bagi generasi muda sekarang ini. Tentunya generasi muda sekarang ini harus mengambil contoh dalam segi positifnya, semangatnya. Bagaimana tidak? Mahasiswa lah yang nantinya akan menjadi agent of change alias agen perubahan bagi dirinya, lingkungannya dan masyarakatnya. Oleh karena itu, diharapkan mahasiswa sebagai generasi muda dapat turut serta berkecimpung di ranah organisasi untuk menggambleng mentalitas. Walaupun sudah banyak mahasiswa yang berkecimpung di ranah organisasi, namun jumlahnya masih sepersekian kecil dari jumlah mahasiswa yang ada.
Mahasiswa tak hanya dituntut untuk menjadi agent of change saja, melainkan juga menjadi agen pemberdayaan alias moral force atau sebagai pemertahan nilai-nilai moral yang terdapat di masyarakat, dan diharapkan menjadi ironstock alias seorang pemimpin yang sesuai dengan criteria Indonesia yang menganut ideologi terbuka pancasila. Namun pada kenyataannya masih banyak mahasiswa yang beranggapan bahwa perannya hanyalah ngampus. Mengerjakan tugas kuliah dan mendengarkan dosen saat menerangkan mata pelajaran kuliah agar bisa mendapatkan indeks prestasi tinggi yang berguna di dunia kerja nanti.
Paradigma yang seperti inilah yang hasus diluruskan, memang benar bahwa tugas mahasiswa adalah seperti yang dijelaskan diatas, namun seorang mahasiswa sesungguhnya juga memiliki peran-peran lain diluar jam kuliah atau urusan kampus. Masih ingatkah dengan Tridharma perguruan tinggi yang merupakan tiga pilar dasar pola pikir yang menjadi kewajiban bagi mahasiswa sebagai golongan intelektual di negara ini. Tentunya Tridharma bukan saja harus diingat oleh mahasiswa, melainkan harus dilaksanakan karena Tridharma adalah sebuah kewajiban yang harus dikerjakan dan diamalkan.
Mahasiswa adalah kaum intelektual berpendidikan tinggi yang nantinya dapat mengimplementasikan apa yang didapatkan pada saat kuliah dalam kehidupan bermasyarakat sehingga seorang mahasiswa dapat mengabdikan dirinya dalam masyarakat, karena mahasiswa berperan menjadi penghubung antara masyarakat dan pemerintah.
Mahasiswa juga beperan untuk membela kepentingan masyarakat yang artinya menjunjung tinggi nilai-nilai luhur pendidikan, lalu mengkaji terlebih dahulu, setelah itu memahami, dan kemudian mensosialisasikannya pada masyarakat. Mahasiswa memiliki ilmu tentang permasalahan yang ada, mahasiswa juga yang dapat membuka mata masyarakat sebagai salah satu bentuk pengabdian terhadap masyarakat.
Lalu, apa peran organisasi dalam hal ini?
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa organisasi dapat dijadikan sebagi media untuk menggambleng mentalitas generasi muda.  Organisasi mampu mencetak manusia menjadi insan yang lebih peka terhadap lingkungan. Dengan berorganisasi sesorang akan belajar bagaimana berkomunikasi dengan berbagai pihak, berargumentasi dalam menyelesaikan masalah, mengeksplorasi dan mempresentasikan suatu gagasan atau konsep sebuah rencana kegiatan.
 Organisasi senderung menuntut bagaimana seseorang harus bekerja rasa totalitas dan loyalitas yang tinggi. Agar apa yang menjadi tujuan dari organisasi tersebut dapat dicapai sesuai hasil yang diharapkan. Perlu diingat bahwa organisasi kemahasiswaan bukanlah sekadar wadah politik kampus melainkan organisasi mahasiswa juga menanamkan nilai-nilai ilmiah yang juga dapat menunjang proses belajar mahasiswa secara akademis. Jika mahasiswa acuh terhadap lingkungan atau misalnya tidak suka berorganisasi akan mengakibatkan sikap individualis.
Lalu apakah bisa menggantungkan sebuah harapan pada mahasiswa jika mahasiswa (baca:generasi muda) acuh terhadap lingkungan? Tentunya tidak. Karena mahasiswa membutuhkan softskill selain di jurusan yang dipelajarinya. Misalnya softskill mengenai kepemimpinan, kemampuan memposisiskan diri, interaksi lintas generasi dan sensitivitas atau kepekaan lingkungan yang tinggi.
Dicontohkan Institut Pertanian Bogor yang memiliki banyak organisasi kemahasiswaan. Seperti DPM dan BEM. BEM di kampus IPB juga terbagi menjadi 10 BEM yaitu BEM A - BEM J. BEM J memiliki desa binaan untuk mensosialisasikan mengenai dunia pertanian untuk masyarakat desa agar para petani memiliki pemahaman yang lebih detail darpipada hanya sekedar bertani lalu panen. Namun lebih menekankan bagaimana menjadi petani yang berkualitas agar bisa bertani sesuai dengan harapan yang utamanya adalah memanen hasil yang semaksimal mungkin. Dan tentunya juga memberikan pemahaman mengenai bagaimana caranya meminimalisir biaya operasional perawatan tanaman, bagaimana cara menghalau penyakit dan hama yang menyerang tanaman sehingga dapat memanen hasil yang maksimal.
Selain desa binaan BEM J juga bertugas untuk mengurus mahasiswa berprestasi, menyalurkan beasiswa bagi mahasiswa yang secara materi kurang memadai, menyampaikan aspirasi mahasiswa kepada civitas akademik, mengembangkan sumber daya manusia khususnya potensi yang dimiliki oleh mahasiswa-mahasiswi Institut Pertanian Bogor dan masih banyak peran BEM J.
Dan peryataan diatas merupakan beberapa bukti konkret yang dapat menyatakan bahwa sebuah organisasi berfungsi sebagai mediator agar seseorang bisa mengenali lingkungannya dan dapat berkontribusi untuk lingkungannya.
Dan sosok Arief Rahman Hakim serta pahlawan ampera lain, seyogyangya mampu menjadi pemantik semangat generasi muda saat ini. Ironis jika sosok mahasiswa yang berkewajiban menjadi agent of change, moral value dan ironstock tak melaksanakan kewajiban-kewajiban tersebut. Karena masa depan sebuah bangsa tergantung bagaimana generasi mudanya berusaha.
Jaya Mahasiswa, Jaya Indonesia raih Masa Depan Nan Jaya!


Tidak ada komentar: