Sepucuk Surat
dalam Balutan Rindu
Jangan kamu sebut ini sebagai surat
cinta hanya karna aku menggoreskannya dalam secarik kertas putih tak bernyawa.
Sebutlah ini sebagai curahan hati dan kamu menjadi tempat curhatku. ( catatan
kecil di kertas merah berbalut rindu)
Hari
ini gerimis kembali turun. Rasanya kota tempat aku dilahirkan dan tumbuh besar
hampir menyamai kota Bogor yang ratusan kilometer jauhnya dari kotaku. Setiap
hari mendung, lalu gerimis turun perlahan-lahan dan menjadi hujan deras yang
disertai dengan angin kencang. Bahkan hujan kerap pula turun begitu saja tanpa
memberi pertanda, tanpa salam terlebih dahulu pada makhluk-makhluk bumi.
Hujan
sering membuatku kalang kabut karena jemuran harus segera dipidahkan agar tidak
basah lagi. Hujan mampu menghentikan semua aktivitas orang-orang. Begitu juga
hujan mampu menggagalkan rencana para muda-mudi untuk bermalam mingguan di
jantung kota atau sekedar menikmati lalu lalang kendaaraan dan bercengkrama
santai bersama kawan-kawan di trotoar ditemani secangkir kopi. Hujan sering
turun dengan begitu derasnya dan akan bertahan sampai pukul sembilan malam
bahkan bisa sampai pagi.
Sudah
lima hari berturut-turut setiap pukul empat sore awan hitam keabu-abuan
menyelimuti kota ini, awan-awan tersebut berasal dari arah barat berarak menuju
ke arah timur. Sebelum melanjutkan perjalanan, awan tersebut akan mencari
posisi yang tepat untuk menumpahkan jarum-jarum hujan yang telah tertahan dalam
mega mendung.
Entah
kenapa aku akhir-akhir ini hafal betul kapan hujan akan turun. Dan malam ini
pula hujan kembali turun dengan derasnya, membuat hati kesal karena rencanaku
pergi dengan pria bayang-banyangnya akhir-akhir ini menggelanyut begitu saja di
otakku terancam gagal. Sepertinya hujan tak memberikan toleransi padaku untuk
bertemu dengannya, hujan tak kunjung reda. Alhasil aku memilih untuk tak pergi
tak kemana-mana, lebih baik mengurung diri dalam kamar. Namun di dalam kamar
aku bingung harus melakukan apa agar kekesalan di hatiku tak berlarut-larut.
Akhirnya kuputuskan untuk menulis.
Tuhan memberikan jalan lain untuk menuntaskan
rinduku tanpa harus bertatap muka secara langsung dengannya. Menulis mampu
mengobati rindu. Menulislah jika tengah merindu, maka rindu akan terobati meski
tidak sepenuhnya sembuh. Menulislah jika hati dan pikiran tengah mengalami
jenuh, maka hati dan pikiran akan sehat selalu.
Berbicara
mengenai sakit rindu yang identik dengan obat bernama pertemuan, aku yang
merindukannya sebenarnya belum siap sepenuhnya bertemu dengannya. Sudah setengah
tahun semenjak kejakamun itu aku tak pernah menghubunginya, dan kamu juga tak
menghubungiku. Kita tidak sedang kehilangan kontak, namun terlarut dalam
kesibukkan sendiri. Kamu sibuk dengan pendidikannya dan aku sibuk dengan
sekolahku. Setengah tahun bagiku sudah cukup lama karena setiap hari hati
selalu diliputi rasa resah dan curiga. Curiga apa kamu akan kembali padaku, apa
kamu masih mengingatku, apa kamu masih kesal denganku atau apa kamu sudah lupa
denganku dan apa pertemuan yang telah direncanakan ini kamu lakukan dengan hati
setengah mengiyakan? Entahlah, berbagai macam pertanyaan begitu menyesakkan
hati dan pikiran ini.
Dan
akhirnya kuambil blocknote merah marun kesayanganku, mulailah aku menggoreskan
tinta merah pada lembaran kertas kosong berhiaskan pulkadot-pulkadot pink.
Kurangkai kata menjadi kalimat. Kalimat yang kusatukan menjadi paragraph. Dan
jadilah cerita tentang curahan hatiku pada awal pebruari di tahun bershio ular
ini.
Malam ini hujan tengah
mengguyur dengan deras. Membatalkan janji kita. Dan kamu lebih memilih untuk
tidur. Sedangkan aku? Sedang berkamum diri memandangi foto masa kecil kita yang
tengah tersenyum bahagia di pinggir danau, yang terbingkai indah menghiasi meja
belajarku. Memandangmu menyesakkan hatiku. Menghubungimu juga percuma saja
karna kamu tak akan membalas pesanku, tak akan pula mengangangkat telfonku.
Lebih baik aku menulis. Berimajinasi, menganggap bahwa aku sedang berkamulog
dengan batinmu yang tengah terbuai dalam alam mimpi. Elang, sahabat yang tengah
kurindukan.
Benar
jika bertemu denganmu membuat rindu terobati tapi disatu sisi menjadikan batin
ini teriris sakit. Tak sanggup aku memandang Elang walau semenit saja dalam
dunia nyata. Benar-benar sakit! Karna Elang bukan milikku lagi. Persahabatan
ini tengah meregangkan kata putus. Persahabatan ini tengah berada di ambang
perpisahan ketika setengah tahun lalu aku dengan terang-terangan mengaku CINTA
padanya. Sedangkan kamu tengah mencintai wanita lain dan memilih wanita itu
daripada aku dengan dalih menjadi sahabat lebih baik daripada menjadi sepasang
kekasih.
Bingung aku menyapamu
Lang, pagi sore atau malamkah aku harus memulai salam sebagai percakapan
sepihak ini? Aku tak tahu kapan kamu membaca tulisan ini. Atau bahkan tulisan
ini tak pernah sampai kepadamu karena nyaliku ciut untuk memberitahukannya
padamu. Yang jelas Lang, dengan menulis aku merasa lega, rasanya beban yang ada
di hatiku menjadi berkurang walau tulisan ini tak bisa berbicara dan memberikan
solusi. Tapi aku bahagia Lang, aku senang, menulis membuat semangatku bergairah
lagi.
Oh ya, ini imajinasi,
jadi kuucapkan selamat malam, maaf aku menganggu mimpimu, maaf aku sudah
lancang masuk kedalam mimpimu tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Maaf.
Lang, kelak jika kamu membaca tulisan ini ada
yang harus kamu pahami. Aku bukan penulis handal, bukan sastrawati terkenal,
bukan pula pujangga cinta seperti Khalil Gibran yang setiap katanya seolah
mempunyai nyawa dan mampu membius hati bagi pembacanya. Lang, yang jelas aku
mencoba merangkai kata-kata yang bersarang di otakku, menjadikannya kalimat,
berkembang lagi menjadi cerita lalu teciptalah sebuah cerita curahan hati. Dan
aku menyebutnya sebagai curhat!
Lang, jika nanti
tulisan ini samapi kepadamu jangan kamu sebut ini sebagai surat cinta hanya
karna aku menggoreskannya pada secarik kertas putih yang tak bernyawa. Lang,
sebutlah ini sebagai curhat dan kamu menjadi tempat curhatku. Bukankah kamu
memang tempat curhatku sedari dulu, sedari kita masih mengenakan seragam merah putih
hingga seragam abu-abu. Lang, bagiku kamu tetap sahabat yang tak akan
tergantikan oleh siapapun. Elang yang baik, kamulah sahabat yang mampu menjelma
menjadi apapun untuk melindungiku. Tak bisa kupungkiri jika akhirnya aku menaruh
hati padamu dan kukatakan itu sebulan lalu, tepat di hari ulang tahunmu yang ke
18. Lang, ampuni aku yang sudah mencoba memasuki duniamu dengan Tiara. Maaf
Lang, aku sudah merusak pesahabatan ini, mengingkari janji kecil kita dulu.
Lang, aku sudah tak
sabar ingin menceritakan semua ini dalam sebuah tulisan lalu kuserahkan padamu,
itu pun jika nyaliku sudah benar-benar berani untuk menyerahkannya padamu. Dan
aku pun juga berdoa dan berusaha semoga nyaliku bisa terkumpul dengan sesegera
mungkin, sebelum tulisan ini masa berlakunya habis dan kamu sudah perg lagi.
Karna hatiku amat penasaran menunggu responmu nanti. Berharap agar persahabaan ini kembali membaik lagi.
Lang, sudilah kiranya
kamu meluangkan waktu sejenak membaca tulisan ini sampai selesai disela-sela waku liburamu yang sebentar ini. Ya ?
Emmh, sedang hujankah
di tempatmu sekarang Lang? Sepertinya tulisanku ini cocok kamu baca saat
gerimis, saat mendung mengganggu
romantisnya bulan dan bintang, dan saat sepi. Lang, putarlah lagu Hujan yang
dinyanyikan oleh Utopia. Maka kamu akan mudah mencerna maksud tulisan ini.
Karna aku sendiri terangsang untuk menulis saat hujan turun dan rumah sedang
sepi. Dan kesepian itulah yang mengingatkanku pada seseorang, seseorang yang
kusebut sebagai lelaki hujan.
Lang, apa kamu punya
kenangan tentang hujan bersama lawan jenismu? Maksudku bersama teman-teman
wanitamu lain, mantan kekasih yang namanya berawalan N, S, K, C atau yang lain yang
sering kamu ceritakan padaku dulu. Tentu punya kan, aku yakin itu. Entah kalian
kehujanan saat akan pergi ke suatu tempat, entah karna hujan menggagalkan rencanamu
untuk keluar bersamanya. Pasti kamu punya, karna aku punya. Setiap kali hujan
turun aku teringat padanya. Karna begitu banyak kejakamun yang kulewati bersama
seseorang saat hujan turun. Lang, kamu melindungiku dari jarum-jarum hujan,
melindungiku dari dinginnya angin kencang. Mengajakku berteduh agar aku tak
kehujanan dan sakit nantinya. Dan entah kenapa, setiap aku pergi dengannya
hujan selalu turun. Lang, kalau seperti ini hujan menjadi saksi bisu tentang
cerita kita. Pria itu Lang, bukan kekasihku. Namun kita sering melewatkan waktu
berdua. Dan aku merasakan ada yang berbeda setiap aku bertemu dengannya. Dan
hatiku selalu saja dag dig dug tak karuan ketika berbicara dengannya, aku
kenapa Lang? Ada apa dengan hatiku? Mungkinkah aku jatuh hati padanya? Apa
mungkin Lang? Bagaimana menurutmu?
Lang, kamu begitu baik
padaku, perhatian pula. Kamu pria yang tidak terlalu neko-neko. Patuh dan
sayang pada orangtuanya. Hal itu aku tau ketika aku dan kamu bertukar cerita.
Lang, aku menilainya kamu sudah cukup dewasa, kamu tau mana yang baik mana yang
benar. Kamu tau bagaimana menjaga perasaan orang tuanya dan orang tuaku agar
kita tidak kena marah saat keluar rumah.
Lang, lelaki hujan yang
kumaksud adalah KAMU. Lang, sungguh aku tak bisa memungkiri perasaan ini jika
aku benar-benar tertarik padamu. Persahabatan yang sudah terjalin sejak aku
kelas 1 SD dan kamu kelas 3 SD sampai kini terhitung sudah 9 tahun. Benar
bukan? Dan setahun terkhir ini ada rasa yang berbeda yang tengah kurasakan saat
dekat denganmu. Lang, aku jatuh cinta padamu tepatnya sejak aku masuk SMA yang
sama denganmu. Lang, maaf, aku rasa ini hal yang wajar, cerita cinta anak SMA.
Lang, kamu masih
ingatkan kejakamun sebulan lalu. Di taman kota, dibawah guyuran hujan aku
berkata bahwa aku mencintaimu. Dan kamu berkata aku bercanda. Tidak Lang, aku
benar-benar tidak bergurau. Sungguh Lang. Aku takut Lang, ketika kamu akan
berkata bahwa kamu dan kekasihmu sepakat untuk melanjutkan pendidikan akademi
penerbangan di kota yang jaraknya jauh beratus ratus kilometer dari kota kecil
ini.
Lang, masih ingat kan
saat itu kamu marah padaku. mengataiku seperti nak kecil lah, manja, ingkar
janji, tidak konsisten atau apalah. Kita berseteru malam itu. Dan saat kita
berseteru hujan turun disertai petir menggelegar dan cahaya kilat yang membuat
malam terkadang terasa sore walau sedetik.seperti sekarang ini Lang, awan hitam
pekat menyelimuti perasaanku. Hujan sangat deras mulai dari sore hari sampai
tengah malam, dan airmataku juga turun. Tangisku teredam dengan suara-suara
jarum hujan yang jatuh itu.
Hujan hujan dan hujan!
Dulu aku menganggapnya hujan mampu membuatku dekat denganmu. Karena setiap kali
hujan suasana terasa begitu romantis dengan sendirinya. Tapi sekarang hujan
membuatku jauh deganmu. Ah Lang, aku bingung!
Lang, aku rindu padamu.
Apalagi hujan lebih sering turun dan membuatku teringat padanya. Biasanya
setiap malam jika aku tak bisa tidur kamu masih setia menemaniku walau lewat
pesan singkat. Atau kamu rela bertandang ke rumahku untuk belajar bersama. Tapi
sekarang setiap tengah malam dan turun hujan aku merasa sepi dan ingat padanya.
Suara jarum-jarum itu seolah-olah meninabobokkan aku dan mengantarkanku pada
mimpi indah, yang kadang kala dalam mimpi itu selalu muncul sosokmu. Dan itu
mampu mengobati rinduku padamu.
Ah Lang, menurutmu aku
terlalu berlebihan, tapi anggap saja itu wajar Lang, aku gadis berusia 17 tahun
yang tengah merasakan indahnya jatuh hati. Pasti dulu saat kamu SMA kelas satu
atau dua juga seperti itu kan.
Lang, kamu tahu sebelum
aku terlelap aku berdoa padaNYa, agar aku dipertemukan denganmu, sahabatku yang
kupanggil lelaki hujan!
Begitulah Lang, aku
rasa sudah cukup aku bercerita. Yang jelas hatiku sekarang sudah plong karena
rasa kesalku tersalurkan.
Awal Pebruari Dalam
Pelukan Nestapa
Malam
makin beranjak, meski aku tak bisa bertemu dengan Elang, namun aku merasa sudah
bercakap-cakap dengannya lewat tulisan ini. Bulan makin ringkih, pendar cahaya
temaramnya tak secerah biasanya. Awan mendung masih saja menyembunyikan kemilau
bintang. Gerimis masih saja turun, udara yang makin dingin membuat mataku minta
dipejamkan dengan segera sembari berlindung dibawah selimut kesayanganku.
Tuhan, alangkah bahagianya hatiku jika dalam
mimpiku nanti Engkau pertemukan aku dengan lelaki hujanku itu. Lelaki hujan
yang tengah menghabiskan waktu liburannya walau seminggu disela-sela
pendidikannnya, lelaki kusebut-sebut dalam tulisanku tadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar