LOMBA Menulis Surat kepada Presiden RI terkait Dampak Buruk Perdagangan Bebas : http://www.satudunia.net/content/lomba-menulis-surat-kepada-presiden-ri-terkait-dampak-buruk-perdagangan-bebas
Teruntuk Bapak Presiden,
Kemajuan tehnologi yang semakin tak terkendali
menuntut seluruh elemen masyarakat Indonesia siap tidak siap harus siap menghadapi
era persaingan yang semakin global. Tehnologi yang semakin canggih tentu saja
dapat mempermudah kehidupan manusia. Masyarakat Indonesia yang konsumtif haruslah
selektif dalam menyikapi perkembangan tehnologi. Karena kemajuan tehnologi juga
berdampak pada sektor perekonomian. Ditambah lagi dengan adanya perdagangan
bebas yang berkembang 10 tahun terakhir mengakibatkan pergeseran sistem perekonomian
yang sebelumnya padat karya menjadi padat modal.
Perdagangan bebas memang memberikan keuntungan. Khususnya
pemerintah dan pelaku bisnis berskala nasional hingga internasional. Namun di
Indonesia pelaku bisnis dalam skala internasional dan nasional jumlahnya lebih
kecil dibandingkan dalam skala lokal atau mikro. Keikutsertaan Indonesia dalam
perdagangan bebas sepertinya perlu dikaji lagi. Saya yang sekarang ini tengah mengenyam
pendidikan SMA mencoba untuk mengkaji adanya perdagangan bebas. Terlebih lagi karenakan
saya juga mendapatkan materi mengenai perdagangan bebas di sekolah.
Pak, saya pernah membaca sebuah slideshow yang dibuat oleh Dr.Ir.Ciputra (Founder of UCEC) yang digunakan untuk memberikan seminar yang
bertajuk “Pendidikan Entrepeneurship
di Abad 21”. Beliau mengulas pendapat dari Mc Clelland yang menyatakan bahwa
negara dapat dikatakan makmur jika memiliki entrepreneur
sejumlah 2% dari total penduduk.
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Beliau menginformasikan bahwa pada tahun 2007
jumlah entrepreneur di Indonesia
hanya 0.18% saja. Meskipun data tersebut dikaji 6 tahun yang lalu saya
menyakini bahwa sampai saat ini jumlah entrepeneur
di Indonesia belum mencapai 2%. Menurut data yang saya peroleh, di awal tahun 2012 jumah wirausaha di Indonesia masih 1.58%.
Pak, guru saya pernah bercerita bahwa ketika beliau berada
di Singapura, beliau melihat kerajinan tas yang berasal dari Tanggulangin
Sidoarjo dijual dengan diberi label Made In Singapura. Ironis melihat kenyataan
tersebut, tidak hanya budaya saja yang diklaim oleh negara lain. Bahkan dari
sektor bisnis yang pelakunya bukan dari sekelompok orang kini mulai mengklaim hasil
kerajinan Indonesia.
Jika hal ini terus dibiarkan terjadi bagaimana dengan nasib
Indonesia selanjutnya? Apakah Indonesia sudah siap dengan terjadinya
perdagangan bebas? Menurut saya pribadi belum. Karena masih banyak diberitakan
di media massa terkait pengusaha lokal yang terancam gulung tikar karena produk
asing semakin merajai pasaran. Ditambah lagi, para pengusaha mengeluh karena
omzet yang didapatkan menurun akibat rendahnya permintaan masyarakat terhadap
barang dan jasa yang mereka perdagangkan. Karena dalam diri masyarakat
Indonesia sekarang ini tengah berkembang budaya konsumtif dengan pemikiran produk
luar negeri lebih terjamin kualitasnya dan lebih murah. Ditambah lagi bangsa
kita ini tengah mengalami kemerosotan moral akibat westernisasi yang terus masuk dalam sendi-sendi kehidupan rakyat
Indonesia.
Semoga saja apa yang saya tulis ini dapat memberikan
asupan semangat bagi siapapun yang membacanya agar lebih mencintai produk dalam
negeri dan lebih kreatif serta inovatif dalam berwirausaha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar