Jumat, 04 Oktober 2013

Lomba Blog dengan Tema Potensi Lokal Bojonegoro



Lantung di Barat Laut Bojonegoro
 
Bojonegoro terkenal apanya?
Pertanyaan tersebut diutarakan seorang Bapak yang menjadi pemandu kuis ketika dihelat Pentas Padang Bulan dan Deklarasi Komunitas Pegiat Kebangsaan Jawa Timur di Alun-Alun Bojonegoro beberapa bulan lalu.
Kontan saja saya menjawab Khayangan Api. Namun tampaknya Bapak tersebut kurang puas dengan jawaban saya, karena beliau memberi saya pertanyaan lagi. Dan Alhamdulillah untuk pertanyaan kedua beliau cukup puas dengan jawaban saya.
Usai acara, saya dan rombongan kembali ke Hotel Wisma Djaja, ddalam benak saya masih ada yang mengganjal dengan pertanyaan tadi. Setelah saya pikir-pikir, apa ya yang terkenal di Bojonegoro selain khayangan api. Setelah merenung cukup lama, baru saya teringat dengan 6 huruf yaitu MINYAK.
Bojonegoro konon menjadi sumber minyak terbesar di Asia Tenggara. Bagaimana bisa Bojonegoro kaya akan minyak? Minyak kan berasal dari tumbuhan dan hewan yang sudah mati beratus-ratus tahun yang lalu. Apalagi minyak banyak berasal dari fosil biota laut. Padahal Bojonegoro ada di tengah pulau.
Logikanya, Bojonegoro dulunya adalah wilayah perairan. Buktinya banyak ditemukan fosil binatang laut di Bojonegoro. Fosil tidak akan membatu setelah lama tependam di dalam tanah, tapi akan menjadi minyak.
Bojonegoro 10 tahun terakhir menjadi kabupaten  terkenal dan  incaran investor asing untuk mendirikan perusahaan yang akan mengambil dan mengolah minyak bumi. Dan pengambilan minyak bumi yang sering disebut pengeboran, sangat menarik minat orang lain untuk mempelajari atau sekedar mengetahui.
 Ketika dihelat Sarasehan Komunitas Kebangsaan Jawa Timur rombongan KPK berkesempatan untuk mengunjungi pengeboran minyak Petro Cina di daerah Sukowati dan Exxon Mobil di Desa Gayam Kecamatan Gayam.
Meskipun saya sudah berkali-kali mengunjungi kedua pengeboran tersebut, rasanya saya sangat bangga ketika dalam sebuah acara yang diadakan oleh Dinas Provinsi Jawa Timur yang mengajak sekitar 250 pelajar dari berbagai kabupaten dan kota yang masuk Bakorwil Bojonegoro untuk mengunjungi dan memperkenalkan potensi Bojonegoro. Sedikit cerita, ketika dihelat acara KPK di Bojonegoro, rombongan KPK diajak untuk mengunjungi khayangan api dan bertemu dengan juru kunci khayangan api dan sesepuh Warga Samin, yaitu Mbah Harjo kardi.
Potensi di Bojonegoro kini sudah mulai dieksplorasi lagi untuk bisa dimanfaatkan dan memiliki nilai jual. Begitu juga dengan berdirinya dua perusahaan minyak yang cukup terkenal. Seperti Exxon Mobil yang menjadi perusahaan minyak bumi dan gas alam terpadu terbesar di dunia yang mengolah minyak mentah dari dalam bumi menjadi berbagi macam minyak sesuai kebutuhan masyarakat. Exxon Mobil sendiri sudah lebih dari 125 tahun menjadi perusahaan minyak dan petrokimia swasta terbesar di dunia yang mengolah minyak bumi menjadi gas LPG, minyak tanah, premium, pertamax, solar, aspal, avtur, gas hidrokarbon, bahan bakar industry, dan minyak pelumas.
            Sudah sering diperbincangkan dan dikenal masyarakat mengenai pengeboran minyak oleh dua perusahaan asing tersebut. Padahal, nun jauh dari kabupaten Bojonegoro, di sebuah desa yang cukup terpencil dan dikelilingi oleh lebatnya daun jati juga terdapat pengeboran minyak bumi. Desa tersebut bernama Wonocolo, letaknya di barat laut Bojonegoro, kondisi geologis tanahnya berbukit-bukit, gersang, warnanya coklat, dan tandus. Apalagi jika musim kemarau, panas matahari begitu menyengat ditambah pohon-pohon jati yang meranggas dan keadaan air bersih yang sulit didapatkan. Dan di Desa Wonocolo, rumah penduduk masih jarang. Ketika anda mengunjungi Desa Wonocolo, bukan udara segar hutan jati yang akan kita dapatkan sepenuhnya. Namun aroma minyak tanah dan solar.
Desa Wonocolo pernah menjadi Desa terkaya pada tahun 1979 yang memiliki balai Desa terindah se-Indonesia berkat tambang minyak tradisionalnya. Tambang minyak bumi yang mengalir di Wonocolo sudah lama dibor dan diolah. Namun hanya menjadi dua produk saja, yaitu bensin dan solar.
Tanah yang mengandung minyak hitam di Wonocolo disebut lantung oleh penduduk sekitar. Wonocolo artinya hutan obor. Karena pada zaman dulu, sebelum listrik masuk Desa, untuk menerangi gelapnya malam, penduduk mengambil lantung, kemudian diletakkan di batang bamboo dan disulut untuk menjadi obor.
Pengeboran minyak di Wonocolo masih sangat sederhana, orang-orang biasa menyebutnya tambang tradisional. Penduduk sekitar mengambil minyak yang ada di dalam perut bumi dengan alat-alat sederhana. Seperti timba, katrol, drum, pipa,  sumur buatan yang disebut sumur week, dll.
Dahulu, penduduk mengambil minyak dengan cara menarik timba beramai-ramai seperti menimba air dari sumur. Namun disini yang ditimba bukan air, melainkan minyak mentah yang ada di dalam tanah. dan sekarang tidak perlu repo repot lagi menimba dengan ramai-ramai. karena penduduk sudah menggunakan tenaga mesin. 
Minyak mentah tersebut bukan murni minyak, melainkan campuran dari lumpur, tanah, air, dan minyak. Untuk bisa menjadi bensin dan solar, tanahnya harus diedapkan, sedangkan campuran minyak-airnya harus direbus di dalam drum dengan kayu bakar yang diletakkan di terowongan tanah. Uap rebusan minyak dialirkan melalui pipa, setelah uap sampai di ujung pipa, uap akan mencair dan menetes sedikit demi sedikit. Tetesan tersebut yang menjadi bensin dan solar.
Sumur di daerah Wonocolo ada dua, bukan sumur yang diambil airnya untuk mandi atau memasak ya, melainkan sumur yang mengandung minyak bumi. Yaitu sumur angguk atau sumur modern dan sumur week atau sumur tradisional. Disebut sumur angguk karena pompa sumurnya mengangguk-angguk untuk mengangkat cairan minyak di perut bumi. Bunyi anggukan sumur modern cukup keras, seperti alunan music rock ditengah hutan. Sedangkan sumur tradisonal disebut sumur week karena mengeluarkan bunyi week week week saat akan menyemburkan minyak tanah.
Lantung yang artinya tanah berminyak, tak hanya terkenal di Desa Wonocolo saja. Di Desa Drenges Dusun Nglantung, tanah yang mengandung minyak juga ditemukan disana. Lantung di Dusun Nglanthung ada di sungai. Lantung menyembul ke permukaan air, secara kimiawi masa jenis air dan masa jenis minyak berbeda sehingga tak bisa bercampur. Namun, kandungan lantung di Desa Drenges tak sebanyak di Desa Wonocolo.
Dusun Nglanthung Desa Drenges Kecamatan Sugihwaras belum diekspos secara maksimal oleh media. Saya sering mengunjungi Kedung Lanthung atau biasa disebut Sungai Purba karena saya asli Desa Bareng yang yang jaraknya sekitar 2 km.
Nah, sudah tak asing lagi kan kalau Bojonegoro kaya akan minyak. Selain minyak, Bojonegoro juga memiliki potensi alam yang signifikan. Hasil bumi melimpah ruah di bumi Angling Dharma. Kang Yoto (Bupati Bojonegoro) bertekad menjadikan Bojonegoro menjadi lumbung pangan dan lumbung energi.  
Tentunya untuk menggapai apa yang dicita-citakan Kang Yoto demi kepentingan bersama harus didorong oleh semua pihak. Pemerintah harus mengoptimalkan pengelolaan potensi alam tersebut agar bisa menjadi daya tarik wisatawan sehingga bisa menambah pendapatan daerah.
Mungkin saja Bojonegoro kelak akan berubah menjadi kota besar. Di tahun 2013 saja banyak dibangun hotel berbintang dan pusat perbelanjaan besar. Bahkan sempat tersiar pemerintah juga akan merencanakan pembangunan bandar udara di daerah Bojonegoro selatan.
Pembangunan di sektor wisata harus terus ditingkatkan. Kelak ketika banyak WNA datang ke Bojonegoro, warga Bojonegoro tak hanya mengenalkan Waduk pacal, Khayangan Api, Salak Wedi, Ledre, Meubel Onix, dan Belimbing Ringinrejo saja.
Melainkan juga  bisa menyuguhkan mereka (wisatawan) untuk mengunjungi pengeboran minyak yang ada di Bojonegoro. Menjadikan Wonocolo sebagai obyek wisata berbasis education juga bisa dilakukan. Jika sekarang ini masyarakat hanya melihat pengeboran minyak tradisional saja, di Wonocolo hendaknya diberikan semacam education untuk pengunjung bagaimana minyak bumi berasal dan bagaimana pengolahannya. Mengajak pengunjung terjun langsung untuk mengebor minyak tradisional juga bisa dilakukan. Nuansa alami hutan tetap dibiarkan dan dilestarikan, namun akses transporatasi disana yang harus diperbaiki. Memang jalannya sudah bagus dan beraspal, namun kurang penerangan lampu ketika malam hari.
Bojonegoro juga dikenal sebagai kota Banjir. Tak mengherankan, karena di Bojonegoro melintas Sungai Bojonegoro. Andai saja ada Bengawan Solo Herritage. Seperti Sungai Cheonggyecheon di tengah kota Seoul Korea yang dimanfaatkan pemerintah Seoul menjadi obyek wisata. Sungai Bengawan Solo dirawat kebersihannya, jangan ada yang membuang sampah di pinggiran nggawan.
Mengadakan Bengawan Solo Herritage juga cukup signifikan. Karena di sepanjang bantaran sungai Bengawan Solo berdiri industry lokal. Seperti pembuatan tahu Ledok, Bendung gerak, Agrowisata Blimbing Kalitidu, dll. keberangkatan Bengawan Solo Herritage bisa dimulai dari TBS atau Taman Bengawan Solo yang disebut Griyo Sudro Kumpul, lalu wisatawan diajak menaiki perahu kayu. Ketika di perahu ada guide yang menceritakan tentang sejarah Bojonegoro serta potensi-potensi yang ada di Bojonegoro.
Nah, begitulah saran saya. Sehingga bisa menciptakan lapangan pekerjaan lagi untuk masyarakat sekitar Bojonegoro. Agar para pekerja yang menyediakan jasa perahu nambang tidak hilang. Karena saya membaca di Radar Bojonegoro bahwa Pemerintah Bojonegoro akan mendirikan beberapa jembatan penyeberangan di Bojonegoro agar akses menjadi lancar dan cepat.
Jika Bojonegoro sebelah utara berbatasan dengan sungai, maka Bojonegoro sebelah selatan dibatasi oleh pegunungan. Pegunungan kapur yang membentang di selatan Bojonegoro juga menjadi daya tarik tersendiri, di jejeran Pegunungan Kendheng bisa ditemui berbagi desa yang memiliki cerita asal usul yang cukup unik dan tentunya tak akan cukup saya tuliskan karen begitu banyak Desanya. Kenampakan alam di Pegunungan Kendheng menjadikan Bojonegoro tampak asri, adanya Waduk pacal di Kecamatan Temayang, air terjun kecil yang disebut Dung Gupit di Kecamatan Gondang, Bukit Prolo, Bukit Gong yang konon terdapat seperangkat gamelan kasat mata, atas angin yang terkenal di kalangan masyarakat Bojonegoro, dll.
Masih banyak potensi yang dimiliki Bojonegro, tentunya saya tak bisa menjelaskan satu persatu. Yang jelas Bojonegoro memiliki potensi lokal yang tak kalah hebatnya dengan kota lain. Mari bersama membangun Bojonegoro menjadi jaya, makmur, damai, sejahtera, asri dan indah. 

Wonocolo, bidikan kamera sahabat saya :






bidikan kamera saya :


SUMUR MODERN di WONOCOLO MILIK PERTAMINA


SUMUR TRADISIONAL di WONOCOLO MILIK PENDUDUK



  
PROSES PENGOLAHAN MINYAK METAH MENJADI BENSIN dan SOLAR


SOLAR PRODUK WONOCOLO

TUNGKU TANAH TEMPAT PEMBAKARAN MINYAK

PAPAN PERESMIAN BALAI DESA WONOCOLO

Tidak ada komentar: