Lantung di Barat
Laut Bojonegoro
Bojonegoro terkenal
apanya?
Pertanyaan tersebut diutarakan
seorang Bapak yang menjadi pemandu kuis ketika dihelat Pentas Padang Bulan dan
Deklarasi Komunitas Pegiat Kebangsaan Jawa Timur di Alun-Alun Bojonegoro
beberapa bulan lalu.
Kontan saja saya menjawab
Khayangan Api. Namun tampaknya Bapak tersebut kurang puas dengan jawaban saya,
karena beliau memberi saya pertanyaan lagi. Dan Alhamdulillah untuk pertanyaan
kedua beliau cukup puas dengan jawaban saya.
Usai acara, saya dan
rombongan kembali ke Hotel Wisma Djaja, ddalam benak saya masih ada yang mengganjal
dengan pertanyaan tadi. Setelah saya pikir-pikir, apa ya yang terkenal di
Bojonegoro selain khayangan api. Setelah merenung cukup lama, baru saya
teringat dengan 6 huruf yaitu MINYAK.
Bojonegoro konon menjadi
sumber minyak terbesar di Asia Tenggara. Bagaimana bisa
Bojonegoro kaya akan minyak? Minyak kan berasal dari tumbuhan dan hewan yang
sudah mati beratus-ratus tahun yang lalu. Apalagi minyak banyak berasal dari
fosil biota laut. Padahal Bojonegoro ada di tengah pulau.
Logikanya, Bojonegoro
dulunya adalah wilayah perairan. Buktinya banyak ditemukan fosil binatang laut
di Bojonegoro. Fosil tidak akan membatu setelah lama tependam di dalam tanah,
tapi akan menjadi minyak.
Bojonegoro 10 tahun terakhir
menjadi kabupaten terkenal dan incaran investor asing untuk mendirikan
perusahaan yang akan mengambil dan mengolah minyak bumi. Dan pengambilan minyak
bumi yang sering disebut pengeboran, sangat menarik minat orang lain untuk mempelajari
atau sekedar mengetahui.
Ketika dihelat Sarasehan Komunitas Kebangsaan
Jawa Timur rombongan KPK berkesempatan untuk mengunjungi pengeboran minyak Petro
Cina di daerah Sukowati dan Exxon Mobil di Desa Gayam Kecamatan Gayam.
Meskipun saya sudah
berkali-kali mengunjungi kedua pengeboran tersebut, rasanya saya sangat bangga
ketika dalam sebuah acara yang diadakan oleh Dinas Provinsi Jawa Timur yang
mengajak sekitar 250 pelajar dari berbagai kabupaten dan kota yang masuk
Bakorwil Bojonegoro untuk mengunjungi dan memperkenalkan potensi Bojonegoro. Sedikit
cerita, ketika dihelat acara KPK di Bojonegoro, rombongan KPK diajak untuk
mengunjungi khayangan api dan bertemu dengan juru kunci khayangan api dan
sesepuh Warga Samin, yaitu Mbah Harjo kardi.
Potensi di Bojonegoro
kini sudah mulai dieksplorasi lagi untuk bisa dimanfaatkan dan memiliki nilai
jual. Begitu juga dengan berdirinya dua perusahaan minyak yang cukup terkenal.
Seperti Exxon Mobil yang menjadi perusahaan minyak bumi dan gas alam terpadu terbesar
di dunia yang mengolah minyak mentah dari dalam bumi menjadi berbagi macam
minyak sesuai kebutuhan masyarakat. Exxon Mobil sendiri sudah lebih dari 125
tahun menjadi perusahaan minyak dan petrokimia swasta terbesar di dunia yang
mengolah minyak bumi menjadi gas LPG, minyak tanah, premium, pertamax, solar,
aspal, avtur, gas hidrokarbon, bahan bakar industry, dan minyak pelumas.
Sudah
sering diperbincangkan dan dikenal masyarakat mengenai pengeboran minyak oleh
dua perusahaan asing tersebut. Padahal, nun jauh dari kabupaten Bojonegoro, di
sebuah desa yang cukup terpencil dan dikelilingi oleh lebatnya daun jati juga
terdapat pengeboran minyak bumi. Desa tersebut bernama Wonocolo, letaknya di
barat laut Bojonegoro, kondisi geologis tanahnya berbukit-bukit, gersang,
warnanya coklat, dan tandus. Apalagi jika musim kemarau, panas matahari begitu
menyengat ditambah pohon-pohon jati yang meranggas dan keadaan air bersih yang sulit didapatkan. Dan di Desa Wonocolo, rumah
penduduk masih jarang. Ketika anda mengunjungi Desa Wonocolo, bukan udara segar
hutan jati yang akan kita dapatkan sepenuhnya. Namun aroma minyak tanah dan
solar.
Desa Wonocolo pernah
menjadi Desa terkaya pada tahun 1979 yang memiliki balai Desa terindah
se-Indonesia berkat tambang minyak tradisionalnya. Tambang minyak bumi yang
mengalir di Wonocolo sudah lama dibor dan diolah. Namun hanya menjadi dua
produk saja, yaitu bensin dan solar.
Tanah yang mengandung
minyak hitam di Wonocolo disebut lantung
oleh penduduk sekitar. Wonocolo artinya hutan obor. Karena pada zaman dulu,
sebelum listrik masuk Desa, untuk menerangi gelapnya malam, penduduk mengambil lantung, kemudian diletakkan di batang
bamboo dan disulut untuk menjadi obor.
Pengeboran minyak di
Wonocolo masih sangat sederhana, orang-orang biasa menyebutnya tambang
tradisional. Penduduk sekitar mengambil minyak yang ada di dalam perut bumi
dengan alat-alat sederhana. Seperti timba, katrol, drum, pipa, sumur buatan
yang disebut sumur week, dll.
Dahulu, penduduk mengambil minyak
dengan cara menarik timba beramai-ramai seperti menimba air dari sumur. Namun
disini yang ditimba bukan air, melainkan minyak mentah yang ada di dalam tanah. dan sekarang tidak perlu repo repot lagi menimba dengan ramai-ramai. karena penduduk sudah menggunakan tenaga mesin.
Minyak mentah tersebut bukan murni minyak, melainkan campuran dari lumpur, tanah, air, dan minyak. Untuk bisa menjadi bensin dan solar, tanahnya harus diedapkan, sedangkan campuran minyak-airnya harus direbus di dalam drum dengan kayu bakar yang diletakkan di terowongan tanah. Uap rebusan minyak dialirkan melalui pipa, setelah uap sampai di ujung pipa, uap akan mencair dan menetes sedikit demi sedikit. Tetesan tersebut yang menjadi bensin dan solar.
Minyak mentah tersebut bukan murni minyak, melainkan campuran dari lumpur, tanah, air, dan minyak. Untuk bisa menjadi bensin dan solar, tanahnya harus diedapkan, sedangkan campuran minyak-airnya harus direbus di dalam drum dengan kayu bakar yang diletakkan di terowongan tanah. Uap rebusan minyak dialirkan melalui pipa, setelah uap sampai di ujung pipa, uap akan mencair dan menetes sedikit demi sedikit. Tetesan tersebut yang menjadi bensin dan solar.
Sumur di daerah Wonocolo
ada dua, bukan sumur yang diambil airnya untuk mandi atau memasak ya, melainkan
sumur yang mengandung minyak bumi. Yaitu sumur angguk atau sumur modern dan
sumur week atau sumur tradisional. Disebut sumur angguk karena pompa sumurnya
mengangguk-angguk untuk mengangkat cairan minyak di perut bumi. Bunyi anggukan
sumur modern cukup keras, seperti alunan music rock ditengah hutan. Sedangkan
sumur tradisonal disebut sumur week karena mengeluarkan bunyi week week week
saat akan menyemburkan minyak tanah.
Lantung yang artinya tanah berminyak, tak hanya terkenal di Desa Wonocolo saja. Di
Desa Drenges Dusun Nglantung, tanah yang mengandung minyak juga ditemukan
disana. Lantung di Dusun Nglanthung ada
di sungai. Lantung menyembul ke
permukaan air, secara kimiawi masa jenis air dan masa jenis minyak berbeda
sehingga tak bisa bercampur. Namun, kandungan lantung di Desa Drenges tak sebanyak di Desa Wonocolo.
Dusun Nglanthung Desa
Drenges Kecamatan Sugihwaras belum diekspos secara maksimal oleh media. Saya
sering mengunjungi Kedung Lanthung atau biasa disebut Sungai Purba karena saya asli
Desa Bareng yang yang jaraknya sekitar 2 km.
Nah, sudah tak asing lagi
kan kalau Bojonegoro kaya akan minyak. Selain minyak, Bojonegoro juga memiliki
potensi alam yang signifikan. Hasil bumi melimpah ruah di bumi Angling Dharma. Kang
Yoto (Bupati Bojonegoro) bertekad menjadikan Bojonegoro menjadi lumbung pangan
dan lumbung energi.
Tentunya untuk menggapai
apa yang dicita-citakan Kang Yoto demi kepentingan bersama harus didorong oleh
semua pihak. Pemerintah harus mengoptimalkan pengelolaan potensi alam tersebut
agar bisa menjadi daya tarik wisatawan sehingga bisa menambah pendapatan
daerah.
Mungkin saja Bojonegoro kelak
akan berubah menjadi kota besar. Di tahun 2013 saja banyak dibangun hotel
berbintang dan pusat perbelanjaan besar. Bahkan sempat tersiar pemerintah juga
akan merencanakan pembangunan bandar udara di daerah Bojonegoro selatan.
Pembangunan di sektor
wisata harus terus ditingkatkan. Kelak ketika banyak WNA datang ke Bojonegoro, warga
Bojonegoro tak hanya mengenalkan Waduk pacal, Khayangan Api, Salak Wedi, Ledre,
Meubel Onix, dan Belimbing Ringinrejo saja.
Melainkan juga bisa menyuguhkan mereka (wisatawan) untuk
mengunjungi pengeboran minyak yang ada di Bojonegoro. Menjadikan Wonocolo
sebagai obyek wisata berbasis education
juga bisa dilakukan. Jika sekarang ini masyarakat hanya melihat pengeboran minyak
tradisional saja, di Wonocolo hendaknya diberikan semacam education untuk pengunjung bagaimana minyak bumi berasal dan
bagaimana pengolahannya. Mengajak pengunjung terjun langsung untuk mengebor
minyak tradisional juga bisa dilakukan. Nuansa alami hutan tetap dibiarkan dan
dilestarikan, namun akses transporatasi disana yang harus diperbaiki. Memang
jalannya sudah bagus dan beraspal, namun kurang penerangan lampu ketika malam
hari.
Bojonegoro juga dikenal sebagai kota Banjir.
Tak mengherankan, karena di Bojonegoro melintas Sungai Bojonegoro. Andai saja
ada Bengawan Solo Herritage. Seperti Sungai Cheonggyecheon di tengah kota Seoul
Korea yang dimanfaatkan pemerintah Seoul menjadi obyek wisata. Sungai Bengawan
Solo dirawat kebersihannya, jangan ada yang membuang sampah di pinggiran nggawan.
Mengadakan Bengawan Solo Herritage juga cukup
signifikan. Karena di sepanjang bantaran sungai Bengawan Solo berdiri industry
lokal. Seperti pembuatan tahu Ledok, Bendung gerak, Agrowisata Blimbing
Kalitidu, dll. keberangkatan Bengawan Solo Herritage bisa dimulai dari TBS atau
Taman Bengawan Solo yang disebut Griyo Sudro Kumpul, lalu wisatawan diajak
menaiki perahu kayu. Ketika di perahu ada guide
yang menceritakan tentang sejarah Bojonegoro serta potensi-potensi yang ada di
Bojonegoro.
Nah, begitulah saran saya. Sehingga bisa
menciptakan lapangan pekerjaan lagi untuk masyarakat sekitar Bojonegoro. Agar para
pekerja yang menyediakan jasa perahu nambang
tidak hilang. Karena saya membaca di Radar Bojonegoro bahwa Pemerintah
Bojonegoro akan mendirikan beberapa jembatan penyeberangan di Bojonegoro agar
akses menjadi lancar dan cepat.
Jika Bojonegoro sebelah
utara berbatasan dengan sungai, maka Bojonegoro sebelah selatan dibatasi oleh
pegunungan. Pegunungan kapur yang membentang di selatan Bojonegoro juga menjadi
daya tarik tersendiri, di jejeran Pegunungan Kendheng bisa ditemui berbagi desa
yang memiliki cerita asal usul yang cukup unik dan tentunya tak akan cukup saya
tuliskan karen begitu banyak Desanya. Kenampakan alam di Pegunungan Kendheng
menjadikan Bojonegoro tampak asri, adanya Waduk pacal di Kecamatan Temayang,
air terjun kecil yang disebut Dung Gupit di Kecamatan Gondang, Bukit Prolo,
Bukit Gong yang konon terdapat seperangkat gamelan kasat mata, atas angin yang
terkenal di kalangan masyarakat Bojonegoro, dll.
Masih banyak potensi yang
dimiliki Bojonegro, tentunya saya tak bisa menjelaskan satu persatu. Yang jelas
Bojonegoro memiliki potensi lokal yang tak kalah hebatnya dengan kota lain.
Mari bersama membangun Bojonegoro menjadi jaya, makmur, damai, sejahtera, asri
dan indah.
Wonocolo, bidikan kamera sahabat saya :
bidikan kamera saya :
SUMUR MODERN di WONOCOLO MILIK PERTAMINA
SUMUR TRADISIONAL di WONOCOLO MILIK PENDUDUK
PROSES PENGOLAHAN MINYAK METAH MENJADI BENSIN dan SOLAR
SOLAR PRODUK WONOCOLO
TUNGKU TANAH TEMPAT PEMBAKARAN MINYAK
PAPAN PERESMIAN BALAI DESA WONOCOLO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar