Sabtu, 05 Desember 2015

Program Mr.Jotas (Masyarakat Jonegoro Ramah terhadap Disabilitas)

Aku, sama halnya denganmu.
Diciptakan Tuhan dari segumpal darah
Kurang lebih sembilan bulan lamanya di rahim seorang Ibu
Dan dilahirkan dengan proses persalinan
Sama halnya denganmu bukan?
Kita sama, sama-sama manusia ciptaan Tuhan yang menapaki kehidupan
Namun aku tak bisa memungkiri jika aku dan kamu berbeda
Psikis dan fisikku yang lemah
Atau  fisikku yang tidak sempurna
Entah orang menganggapku apa,
Si lemah, si bodoh, si tak berdaya atau entah sebutan buruk lainnya
Tapi aku adalah manusia yang juga butuh perhatian
Aku butuh kehidupan yang layak dan mampu dimengerti semua orang
Bukan diabaikan atau disingkirkan
Aku punya cinta, aku punya cita-cita, dan aku punya kehidupan
Kita sama.
Sama-sama mahkluk Tuhan yang menapaki kehidupan
                                                                             

Manusia pada dasarnya diciptakan oleh Tuhan sama, berasal dari segumpal darah, menjadi janin, hingga lahir dan menjalani kehidupan dari bayi hingga lansia.  Dan Tuhan membekali manusia dengan akal budi dan hati nurani serta bentuk tubuh yang sempurna untuk menjalani kehidupan. Namun, bagaimana jika terdapat manusia ciptaan Tuhan yang sacara psikis dan fisik mengalami keterbatasan? Tentu saja sebagai manusia yang berhati nurani, tindakan yang dilakukan bukanlah memberikan label buruk atau bersikap acuh kepada mereka, manusa berkebutuhan khusus yang disbeut disabilitas. Hal yang perlu dilakukan adalah menumbuhkan jiwa sosial dengan memahami keterbatasan kaum disabilitas dengan berupaya memperlakukan sebaik mungkin, membantu apa yang diperlukan selagi bisa membantu dan bersama-sama dengan pemerintah berupaya memberikan fasilitas sebaik mungkin untuk semua golongan masyarakatnya.  
Kepedulian terhadap kaum penyandang disabilitas sangatlah diperlukan, kaum disabilitas membutuhkan perhatian khusus untuk menjalani kehidupan sehari-harinya dengan bantuan orang lain karena keterbatasan kondisi fisik yang dimiliki. Disabilitas menurut WHO berarti suatu ketidakmampuan melaksanakan suatu aktifitas atau kegiatan tertentu sebagaimana layaknya orang normal, yang disebabkan oleh kondisi kehilangan atau ketidakmampuan baik psikologis, fisiologis maupun kelainan struktur atau fungsi anatomis. Oleh karena itu tidak mengherankan jika kaum disabilitas berhak mendapat perhatian khusus oleh lingkungan sosialnya agar bisa menjalani kehidupan selayaknya orang normal.
International Labour Organization (ILO) mengungkapkan bahwa fakta global mengenai penyandang disabilitas saat ini adalah sekitar 82% dari penyandang disabilitas berada di negara-negara berkembang dan hidup di bawah garis kemiskinan dan kerap kali menghadapi keterbatasan akses atas kesehatan, pendidikan, pelatihan dan pekerjaan yang layak; para penyandang disabilitas kerap kali terkucil dari pendidikan, pelatihan kejuruan dan peluang kerja; lebih dari 90% anak-anak disabilitas di negara-negara berkembang tidak bersekolah (UNESCO) sementara hanya 1% perempuan disabilitas yang bisa membaca (UNDP).
Salah satu bentuk kepedulian dan perhatian terhadap kaum disabilitas yang dilakukan oleh Kabupaten Bojonegoro adalah dengan diprogramkannya pendidikan inklusif. Kurang lebih hampir dua tahun yang lalu tepatnya pada 14 Desember 2013, kabupaten Bojonegoro mendeklarasikan diri sebagai salah satu kabupaten pelopor pendidikan inklusif di Indonesia. Dengan antusias, Bapak Bupati Suyoto saat upacara deklarasi di alun-alun pada waktu itu mengatakan bahwa pendidikan tidak harus diskriminasi dan harus mampu mengakomodir pluralitas baik  masalah sosial maupun fisik, sekolah menjadi tempat untuk mendapatkan pengetahuan dimanapun berada tanpa memandang bentuk fisik, oleh karena itu kita harus bisa menerima keberadaan dan kehadiran mereka yang memiliki kebutuhan khusus dengan baik, karena ini merupakan bentuk kebhinekaan.
Berdasarkan informasi dari Humas dan Protokol kabupaten Bojonegoro yang dilansir suarabanyuurip.com 14 Desember 2013, dari jumlah penduduk di Bojonegoro terdapat 430.313 anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusif dan Sekolah Luar Biasa (SLB). Sementara untuk jenjang SD sebanyak 244 anak yang terbagi 6 penderita. Yakni tuna netra, 5 penderita tuna rungu dan tuna wicara, 82 penderita tuna grahita, masing-masing 5 anak penderita tuna daksa dan tuna laras, 2 anak memiliki bakat istimewa dan 134 anak cerdas istimewa. Berdasarkan data tersebut, masyarakat harus sadar bahwa jumlah kaum disabilitas di Bojonegoro jumlahnya cukup banyak dengan berbagai macam jenis ketidakmampuan yang berbeda-beda. Dan tentu saja jumlahnya di tahun 2015 kemungkinan bisa saja meningkat seiring dengan angka kelahiran bayi atau angka kecelakaan yang mengakibatkan cacat fisik yang terjadi dalam kurun waktu dua tahun terakhir ini.
Pendidikan inklusif bertujuan untuk mempermudah kaum disabilitas dalam menempuh pendidikan di sekolah umum agar bisa mendapatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk masuk dalam dunia pekerjaan. Bentuk kepedulian terhadap kaum disabilitas harapannya tak hanya pada aspek pendidikan saja, namun juga pada aspek kehidupan bermasyarakat yang artinya lingkungan sosial. Banyak teori-teori psikologi yang menyebutkan bahwa lingkungan memegang peranan penting dalam perkembangan hidup manusia. Selain faktor genetik, faktor lingkungan akan mempengaruhi perkembangan fisik, kognitif, emosi dan sosial. Kaum disabilitas sama halnya dengan manusia normal lainnya yang harus menjalani kehidupan, menempuh pendidikan, melakukan interaksi sosial, keinginan untuk berkeluarga dan memiliki keturunan, keinginan untuk bekerja, keinginan untuk menikmati fasilitas-fasilitas umum yang disediakan untuk mayarakat, dan keinginan lainnya yang sama dengan orang normal. Namun bagi kaum disabilitas keinginan-keinginan tersebut bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan kerena kaum disabilitas memiliki keterbatasan dan kurangnya rasa percaya diri.
Pemerintah Bojonegoro sudah berupaya memberikan akses semaksimal mungkin agar masyarakatnya yang berkebutuhan khusus mendapatkan hak yang sama dengan memberikan pendampingan bagi kaum disabilitas, memberikan pelatihan guru untuk menangani peserta didik yang berkebutuhan khusus, memberikan pelatihan keterampilan, dll. Selain pemerintah, masyarakat Bojonegoro berkewajiban untuk turut serta berperan memperjuangkan hak-hak kaum disabilitas agar kaum disabilitas mendapatkan haknya. Masyarakat Bojonegoro harus memiliki jiwa sosial dan peka terhadap kondisi di masyarakat agar mau ringan tangan untuk memberikan pelayanan bagi kaum disabilitas. Hal tersebut perlu dilakukan agar di kabupaten Bojonegoro tercipta suatu kondisi dimana masyarakat Bojonegoro ramah dan peduli terhadap kaum disabilitas. Pada Pemilu legislatif tahun 2014 lalu, diberitakan di blokBojonegoro.com bahwa pemilih disabilitas dalam Pileg kurang mendapat perlakuan khusus dari KPU Bojonegoro dalam proses pemilihan suara. Pemilih disabilitas kurang bisa berperan dalam pencoblosan karena fasilitas yang kurang memadai. Dalam kasus tersebut KPU menjelaskan bahwa memang tidak ada Tempat Pemungutan Suara (TPS) khusus dan suarat suara khusus karena tidak diatur dalam undang-undang.
Oleh karena itu, untuk meminimalisir munculnya kasus-kasus lain yang bisa mendiskriminatifkan kaum disabilitas atau tidak terpenuhinya hak-hak kaum disabilitas. Maka harapannya pemerintah dan masyarakat harus bersatu menciptakan suatu kondisi yang ramah dan peduli terhadap kaum disabilitas karena kaum disabilitas adalah bagian dari sumberdaya manusia yang dimiliki Bojonegoro yang juga harus diberdayakan agar memiliki kualitas hidup yang baik.
Lalu bagaimana caranya menciptakan masyarakat yang ramah terhadap disabilitas?
Program Mr. Jotas (Mayarakat Bojonegoro Ramah terhadap Disabilitas) merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk menciptakan suatu kondisi masyarakat yang ramah terhadap disabilitas. Program Mr. Jotas bertujuan untuk menumbuhkan semangat masyarakat untuk peduli terhadap kaum disabilitas. Dengan masyarakat yang peduli dan ramah terhadap kaum disabilitas, maka dampaknya adalah tercapainya tujuan pemerintah yaitu kabupaten dengan pendidikan inklusif, selain itu dengan masyarakat yang ramah dan memahami keterbatasan kaum disabilitas, maka kaum disabilitas memiliki kepercayaan diri untuk dapat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Program-program Mr. Jotas adalah berikut :
Pertama, untuk meningkatkan sikap ramah terhadap kaum disabilitas adalah dengan mengkampanyekan sikap NO LABELING terhadap kaum disabilitas. Fenomena di sekitar ketika ada anak di sekolah yang susah diatur dan hiperaktif, orang langsung memberi label anak tersebut dengan anak autis. Padahal bisa jadi anak tersebut bukanlah anak autis tapi anak tersebut memiliki gaya belajar yang berbeda yaitu gaya belajar kinsetetik sehingga sulit untuk duduk diam mendengarkan. Selain itu ketika ada anak yang secara fisik memiliki keterbatasan jangan memberikan sikap kasar atau mengejek. Misalnya dengan menyebut orang tuna rungu sebagai wong budeg, atau sikap memberikan label yang lain. Dalam ilmu psikologi, tindakan pemberian label tersebut sangat tidak diperbolehkan karena akan mempengaruhi konsep diri dan interaksi sosial anak disbailitas. Mengkampanyekan sikap NO LABELING bisa dilakukan dengan atribut seperti tulisan di baner, spanduk, baliho dll di tempat-tempat umum yang bisa dibaca oleh masyarakat atau mensosialisasikan lewat siaran radio, siaran tv lokal, koran atau media massa yang lain. Bahkan kalau perlu ada sosialisasi oleh pihak-pihak terkait yang langsung berhadapan dengan masyarakat untuk memberikan pemahaman.
Kedua, dibentuknya komunitas relawan peduli disabilitas. Relawan-relawan ini nantinya akan menyelenggarakan serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menunjukkan kepedulian masyarakat Bojoengoro terhadap kaum disabilitas. Relawan ini mampu menjadi akomodir atas potensi-potensi yang dimilik kaum disabilitas agar kaum disabilitas memiliki kepercayaan diri yang kuat, bisa turut serta andil dalam serangkaian kegiatan yang diadakan pemkab seperti agustusan, peringatan HUT Bojonegoro, dll. Harapanya saat peringatan acara tersebut, kaum disabilitas yang memiliki potensi di bidang seni aau yang lainnya dapat diikutsertakan dan tentu saja dengan didampingi oleh relawan-relawan ini. Acara-acara yang bisa dilakukan untuk menunjukkan kepedulian terhadap kaum disabilitas banyak. Misalnya, mengadakan acara check kesehatan gratis secara berkala untuk memberikan fasilitas kesehatan bagi kaum disabilitas; Bekerjasama dengan Kelas Inspirasi Bojonegoro untuk memberikan motivasi dan pendidikan bagi SLB-SLB: Bekerjasama dengan RTIK untuk mendampingi kaum disabilitas dalam memahami teknologi karena sekarang ini banyak teknlogi-teknologi yang diperuntukkan untuk kaum disabilitas misalnya, aplikasi JAWS untuk tuna netra, dll: Mengadakan acara jelajah Bojonegoro bagi kaum disabilitas dengan acara mengajak kaum disabilitas untuk mengunjungi potensi alam di Bojonegoro karena kaum disabilitas tentu saja ingin menikmati kekeyaan alam Bojonegoro tapi sulit untuk melakukan eksplorasi karena keterbatasan yang dimiliki; Membentuk Disability Service Centre yaitu posko yang dapat dijadikan wadah bagi kaum disabilitas untuk sharing. Relawan-relawan ini akan dibekali dengan pemahaman mengenai bagaimana menangani kaum disabilitas. Misalnya kemampuan untuk memahami isyarat SIBI bagi tuna wicara, kemampuan untuk memberikan pendampingan bagi tuna netra dengan berlatih huruf braile dan sistem aplikasi JAWS dan kemampuan lainnya yang mana pelatihan ini diselenggarakan oleh pemerintah untuk mayarakat awam yang tertarik untuk menjadi ralawan dan pendamping bagi kaum disabilitas.
Ketiga, membentuk ruang publik ramah disabilitas. Harapannya pemerintah dapat menyediakan fasilitas, rambu-rambu untuk mempermudah kaum disabilitas untuk menikmati fasilitas umum. Sebagai contoh, alun-alun Bojonegoro menjadi tempat favorit bagi masyarakat untuk refreshing, olahraga, menikmati akses wifi, dll. Alangkah lebih baik jika di alun-alun dipasang rambu-rambu untuk memudahkan kaum disabilitas agar bisa menikmati fasilitas umum. Hal ini ini jarang ditemukan di daerah lain. Ide lain, bekas terminal di daerah Jetak yang sedang dalam proses pembangunan untuk dijadikan taman, lebih baik jika dalam taman tersebut pemerintah menambahkan bangunan infrastruktur dan rambu-rambu bagi kaum disabilitas sehingga kaum disabilitas bisa bermain dan menikmati taman tersebut. Ruang publik ramah disabilitas lainnya misalnya di masjid-masjid besar, swalayan besar, kantor-kantor pemerintahan, dll disediakan kursi roda bagi cacat fisik dan lansia, pemasangan huruf braile, rambu-rambu penolong, dll.
Keempat, pemerintah bekerjasama dengan dinas sosial memberikan pelatihan keterampilan bagi kaum disabilitas agar kaum disabilitas memiliki softskill dan mendapatkan lapangan pekerjaan. Kalau perlu pemerintah juga memberikan jaminan penempatan kerja bagi kaum disabilitas yang mengikuti pelatihan tersebut. Perusahaan atau lembaga di Bojonegoro harapannya dapat menerima kayawan yang memiliki kebutuhan khusus. International Labour Organization (ILO) mengungkakan bahwa mengucilkan penyandang disabilitas dari angkatan kerja mengakibatkan kehilangan PDB sebesar 3 hingga 7 persen. Dengan memberikan keterampilan dan penempatan kerja bagi kaum disabilitas diharapkan mampu mengentas kemiskinan yang dialami oleh sebagian besar penyandang disabilitas. Masyarakat harus mengubah mindset terhadap penyandang disabilitas yang dianggap sebagai manusia tak berdaya dan tak bisa berbuat apa-apa.
Tak hanya keempat ide dalam program Mr. Jotas yang dijelaskan diatas, masih banyak cara yang bisa dilakukan untuk menciptakan kepedulian masyarakat yang ramah terhadap kaum disabilitas. Yang terpenting dan menjadi langkah utama yang harus dilakukan adalah dnegan mengkampanyekan pada masyarakat sikap ramah dan peduli disabilitas. Jika kegiatan yang dikemas dalam program Mr. Jotas terwujud, berarti masyarakat Bojonegoro bisa dikatakan mampu menjadi masyarakat dunia yang berperan aktif dalam pelaksanaan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas yang tertuang dalam UU No. 19 tahun 2011. Bojonegoro dapat menjadi kabupaten pelopor ruang publik ramah disabilitas dan masyarakatnya yang ramah terhadap kaum disabilitas, hal ini dapat memperkuat citra diri Bojonegoro yang mendeklarasikan diri sebagai kabupaten pendidikan inklusif.



Ingat, sebaik-baik manusia ialah manusia yang bermanfaat bagi orang lain.


Late post,
Terimakasih Panitia BYS, Kabupaten Bojonegoro, akhirnya tulisan ini lolos 50 besar tulisan di Bojonegoro Youth Summith 2015, yang dilaksanakan pada hari Minggu,  1 November 2015 pukul 07.30 WIB – 14.00 WIB, di Gedung Angling Dharma, Pendopo Kab. Bojonegoro. BYS 2015 adalah sebuah program interaktif dan inspiratif yang mempertemukan para Pemuda TERPILIH Bojonegoro dan Perwakilan dari Pemerintah untuk berkumpul (Gather), berbagi ide / gagasan inovatif (Share), merencanakan program (Plan), dan diharapkan mampu merealisasikan program melalui sebuah Social Project (Action).







Tidak ada komentar: