Aku, sama halnya denganmu.
Diciptakan Tuhan dari segumpal darah
Kurang lebih sembilan bulan lamanya di rahim seorang Ibu
Dan dilahirkan dengan proses persalinan
Sama halnya denganmu bukan?
Kita sama, sama-sama manusia ciptaan Tuhan yang menapaki
kehidupan
Namun aku tak bisa memungkiri jika aku dan kamu berbeda
Psikis dan fisikku yang lemah
Atau fisikku yang
tidak sempurna
Entah orang menganggapku apa,
Si lemah, si bodoh, si tak berdaya atau entah sebutan
buruk lainnya
Tapi aku adalah manusia yang juga butuh perhatian
Aku butuh kehidupan yang layak dan mampu dimengerti semua
orang
Bukan diabaikan atau disingkirkan
Aku punya cinta, aku punya cita-cita, dan aku punya
kehidupan
Kita sama.
Sama-sama mahkluk Tuhan yang menapaki kehidupan
Manusia
pada dasarnya diciptakan oleh Tuhan sama, berasal dari segumpal darah, menjadi
janin, hingga lahir dan menjalani kehidupan dari bayi hingga lansia. Dan Tuhan membekali manusia dengan akal budi
dan hati nurani serta bentuk tubuh yang sempurna untuk menjalani kehidupan. Namun,
bagaimana jika terdapat manusia ciptaan Tuhan yang sacara psikis dan fisik mengalami
keterbatasan? Tentu saja sebagai manusia yang berhati nurani, tindakan yang
dilakukan bukanlah memberikan label buruk atau bersikap acuh kepada mereka, manusa
berkebutuhan khusus yang disbeut disabilitas. Hal yang perlu dilakukan adalah
menumbuhkan jiwa sosial dengan memahami keterbatasan kaum disabilitas dengan
berupaya memperlakukan sebaik mungkin, membantu apa yang diperlukan selagi bisa
membantu dan bersama-sama dengan pemerintah berupaya memberikan fasilitas sebaik
mungkin untuk semua golongan masyarakatnya.
Kepedulian
terhadap kaum penyandang disabilitas sangatlah diperlukan, kaum disabilitas
membutuhkan perhatian khusus untuk menjalani kehidupan sehari-harinya dengan
bantuan orang lain karena keterbatasan kondisi fisik yang dimiliki. Disabilitas
menurut WHO berarti suatu ketidakmampuan melaksanakan
suatu aktifitas atau kegiatan tertentu sebagaimana layaknya orang normal, yang disebabkan oleh
kondisi kehilangan atau ketidakmampuan
baik psikologis, fisiologis maupun kelainan struktur atau fungsi anatomis. Oleh karena itu
tidak mengherankan jika kaum disabilitas berhak mendapat perhatian khusus oleh
lingkungan sosialnya agar bisa menjalani kehidupan selayaknya orang normal.
International Labour Organization (ILO) mengungkapkan bahwa fakta global
mengenai penyandang disabilitas saat ini adalah sekitar 82% dari
penyandang disabilitas berada
di negara-negara berkembang dan hidup
di bawah garis kemiskinan dan kerap kali menghadapi keterbatasan akses atas kesehatan, pendidikan, pelatihan dan pekerjaan yang layak; para
penyandang disabilitas kerap kali terkucil dari pendidikan, pelatihan kejuruan
dan peluang kerja; lebih dari 90% anak-anak disabilitas di negara-negara
berkembang tidak
bersekolah (UNESCO) sementara hanya 1% perempuan disabilitas yang bisa membaca (UNDP).
Salah satu bentuk kepedulian dan perhatian terhadap kaum
disabilitas yang dilakukan oleh Kabupaten Bojonegoro adalah dengan diprogramkannya
pendidikan inklusif.
Kurang lebih hampir dua tahun yang lalu tepatnya pada 14 Desember 2013,
kabupaten Bojonegoro mendeklarasikan diri sebagai salah satu kabupaten pelopor
pendidikan inklusif di Indonesia. Dengan antusias, Bapak Bupati Suyoto saat
upacara deklarasi di alun-alun pada waktu itu mengatakan bahwa pendidikan tidak harus diskriminasi dan harus mampu
mengakomodir pluralitas baik masalah sosial maupun fisik, sekolah menjadi
tempat untuk mendapatkan pengetahuan dimanapun berada tanpa memandang bentuk
fisik, oleh karena itu kita harus bisa menerima keberadaan dan kehadiran mereka
yang memiliki kebutuhan khusus dengan baik, karena ini merupakan bentuk
kebhinekaan.
Berdasarkan informasi dari Humas dan Protokol kabupaten
Bojonegoro yang dilansir suarabanyuurip.com 14 Desember 2013, dari jumlah
penduduk di Bojonegoro terdapat 430.313 anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusif dan Sekolah
Luar Biasa (SLB). Sementara untuk jenjang SD sebanyak 244 anak yang terbagi 6
penderita. Yakni tuna netra, 5 penderita tuna rungu dan tuna wicara, 82
penderita tuna grahita, masing-masing 5 anak penderita tuna daksa dan tuna
laras, 2 anak memiliki bakat istimewa dan 134 anak cerdas istimewa. Berdasarkan
data tersebut, masyarakat harus sadar bahwa jumlah kaum disabilitas di Bojonegoro
jumlahnya cukup banyak dengan berbagai macam jenis ketidakmampuan yang
berbeda-beda. Dan tentu saja jumlahnya di tahun 2015 kemungkinan bisa saja meningkat
seiring dengan angka kelahiran bayi atau angka kecelakaan yang mengakibatkan
cacat fisik yang terjadi dalam kurun waktu dua tahun terakhir ini.
Pendidikan inklusif bertujuan untuk mempermudah kaum
disabilitas dalam menempuh pendidikan di sekolah umum agar
bisa mendapatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk masuk
dalam dunia pekerjaan. Bentuk kepedulian
terhadap kaum disabilitas harapannya tak hanya pada aspek pendidikan saja,
namun juga pada aspek kehidupan bermasyarakat yang artinya lingkungan sosial. Banyak
teori-teori psikologi yang menyebutkan bahwa lingkungan memegang peranan
penting dalam perkembangan hidup manusia. Selain faktor genetik, faktor lingkungan
akan mempengaruhi perkembangan fisik, kognitif, emosi dan sosial. Kaum
disabilitas sama halnya dengan manusia normal lainnya yang harus menjalani
kehidupan, menempuh pendidikan, melakukan interaksi sosial, keinginan untuk
berkeluarga dan memiliki keturunan, keinginan untuk bekerja, keinginan untuk
menikmati fasilitas-fasilitas umum yang disediakan untuk mayarakat, dan keinginan
lainnya yang sama dengan orang normal. Namun bagi kaum disabilitas
keinginan-keinginan tersebut bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan kerena
kaum disabilitas memiliki keterbatasan dan kurangnya rasa percaya diri.
Pemerintah Bojonegoro sudah
berupaya memberikan akses semaksimal mungkin agar masyarakatnya yang
berkebutuhan khusus mendapatkan hak yang sama dengan memberikan pendampingan
bagi kaum disabilitas, memberikan pelatihan guru untuk menangani peserta didik
yang berkebutuhan khusus, memberikan pelatihan keterampilan, dll. Selain
pemerintah, masyarakat Bojonegoro berkewajiban untuk turut serta berperan
memperjuangkan hak-hak kaum disabilitas agar kaum disabilitas mendapatkan
haknya. Masyarakat Bojonegoro harus memiliki jiwa sosial dan peka terhadap
kondisi di masyarakat agar mau ringan tangan untuk memberikan pelayanan bagi
kaum disabilitas. Hal tersebut perlu dilakukan agar di kabupaten Bojonegoro
tercipta suatu kondisi dimana masyarakat Bojonegoro ramah dan peduli terhadap
kaum disabilitas. Pada Pemilu legislatif tahun 2014 lalu, diberitakan di
blokBojonegoro.com bahwa pemilih disabilitas dalam Pileg kurang mendapat
perlakuan khusus dari KPU Bojonegoro dalam proses pemilihan suara. Pemilih
disabilitas kurang bisa berperan dalam pencoblosan karena fasilitas yang kurang
memadai. Dalam kasus tersebut KPU menjelaskan bahwa memang tidak ada Tempat
Pemungutan Suara (TPS) khusus dan suarat suara khusus karena tidak diatur dalam
undang-undang.
Oleh karena itu, untuk
meminimalisir munculnya kasus-kasus lain yang bisa mendiskriminatifkan kaum
disabilitas atau tidak terpenuhinya hak-hak kaum disabilitas. Maka harapannya
pemerintah dan masyarakat harus bersatu menciptakan suatu kondisi yang ramah
dan peduli terhadap kaum disabilitas karena kaum disabilitas adalah bagian dari
sumberdaya manusia yang dimiliki Bojonegoro yang juga harus diberdayakan agar
memiliki kualitas hidup yang baik.
Lalu bagaimana caranya
menciptakan masyarakat yang ramah terhadap disabilitas?
Program Mr. Jotas (Mayarakat
Bojonegoro Ramah terhadap Disabilitas) merupakan salah satu cara yang dapat
digunakan untuk menciptakan suatu kondisi masyarakat yang ramah terhadap
disabilitas. Program Mr. Jotas bertujuan untuk menumbuhkan semangat masyarakat
untuk peduli terhadap kaum disabilitas. Dengan masyarakat yang peduli dan ramah
terhadap kaum disabilitas, maka dampaknya adalah tercapainya tujuan pemerintah
yaitu kabupaten dengan pendidikan inklusif, selain itu dengan masyarakat yang
ramah dan memahami keterbatasan kaum disabilitas, maka kaum disabilitas
memiliki kepercayaan diri untuk dapat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.
Program-program Mr. Jotas adalah berikut :
Pertama, untuk meningkatkan
sikap ramah terhadap kaum disabilitas adalah dengan mengkampanyekan sikap NO
LABELING terhadap kaum disabilitas. Fenomena di sekitar ketika ada anak di
sekolah yang susah diatur dan hiperaktif, orang langsung memberi label anak
tersebut dengan anak autis. Padahal bisa jadi anak tersebut bukanlah anak autis
tapi anak tersebut memiliki gaya belajar yang berbeda yaitu gaya belajar
kinsetetik sehingga sulit untuk duduk diam mendengarkan. Selain itu ketika ada
anak yang secara fisik memiliki keterbatasan jangan memberikan sikap kasar atau
mengejek. Misalnya dengan menyebut orang tuna rungu sebagai wong budeg, atau sikap memberikan label
yang lain. Dalam ilmu psikologi, tindakan pemberian label tersebut sangat tidak
diperbolehkan karena akan mempengaruhi konsep diri dan interaksi sosial anak
disbailitas. Mengkampanyekan sikap NO LABELING bisa dilakukan dengan atribut
seperti tulisan di baner, spanduk, baliho dll di tempat-tempat umum yang bisa
dibaca oleh masyarakat atau mensosialisasikan lewat siaran radio, siaran tv
lokal, koran atau media massa yang lain. Bahkan kalau perlu ada sosialisasi
oleh pihak-pihak terkait yang langsung berhadapan dengan masyarakat untuk
memberikan pemahaman.
Kedua, dibentuknya komunitas
relawan peduli disabilitas. Relawan-relawan ini nantinya akan menyelenggarakan
serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menunjukkan kepedulian masyarakat
Bojoengoro terhadap kaum disabilitas. Relawan ini mampu menjadi akomodir atas
potensi-potensi yang dimilik kaum disabilitas agar kaum disabilitas memiliki
kepercayaan diri yang kuat, bisa turut serta andil dalam serangkaian kegiatan
yang diadakan pemkab seperti agustusan, peringatan HUT Bojonegoro, dll.
Harapanya saat peringatan acara tersebut, kaum disabilitas yang memiliki
potensi di bidang seni aau yang lainnya dapat diikutsertakan dan tentu saja
dengan didampingi oleh relawan-relawan ini. Acara-acara yang bisa dilakukan
untuk menunjukkan kepedulian terhadap kaum disabilitas banyak. Misalnya, mengadakan
acara check kesehatan gratis secara berkala untuk memberikan fasilitas kesehatan
bagi kaum disabilitas; Bekerjasama dengan Kelas Inspirasi Bojonegoro untuk memberikan
motivasi dan pendidikan bagi SLB-SLB: Bekerjasama dengan RTIK untuk mendampingi
kaum disabilitas dalam memahami teknologi karena sekarang ini banyak
teknlogi-teknologi yang diperuntukkan untuk kaum disabilitas misalnya, aplikasi
JAWS untuk tuna netra, dll: Mengadakan acara jelajah Bojonegoro bagi kaum
disabilitas dengan acara mengajak kaum disabilitas untuk mengunjungi potensi
alam di Bojonegoro karena kaum disabilitas tentu saja ingin menikmati kekeyaan
alam Bojonegoro tapi sulit untuk melakukan eksplorasi karena keterbatasan yang
dimiliki; Membentuk Disability Service Centre
yaitu posko yang dapat dijadikan wadah bagi kaum disabilitas untuk sharing. Relawan-relawan
ini akan dibekali dengan pemahaman mengenai bagaimana menangani kaum
disabilitas. Misalnya kemampuan untuk memahami isyarat SIBI bagi tuna wicara,
kemampuan untuk memberikan pendampingan bagi tuna netra dengan berlatih huruf
braile dan sistem aplikasi JAWS dan kemampuan lainnya yang mana pelatihan ini
diselenggarakan oleh pemerintah untuk mayarakat awam yang tertarik untuk
menjadi ralawan dan pendamping bagi kaum disabilitas.
Ketiga, membentuk ruang
publik ramah disabilitas. Harapannya pemerintah dapat menyediakan fasilitas,
rambu-rambu untuk mempermudah kaum disabilitas untuk menikmati fasilitas umum.
Sebagai contoh, alun-alun Bojonegoro menjadi tempat favorit bagi masyarakat
untuk refreshing, olahraga, menikmati akses wifi, dll. Alangkah lebih baik jika
di alun-alun dipasang rambu-rambu untuk memudahkan kaum disabilitas agar bisa
menikmati fasilitas umum. Hal ini ini jarang ditemukan di daerah lain. Ide
lain, bekas terminal di daerah Jetak yang sedang dalam proses pembangunan untuk
dijadikan taman, lebih baik jika dalam taman tersebut pemerintah menambahkan
bangunan infrastruktur dan rambu-rambu bagi kaum disabilitas sehingga kaum
disabilitas bisa bermain dan menikmati taman tersebut. Ruang publik ramah
disabilitas lainnya misalnya di masjid-masjid besar, swalayan besar,
kantor-kantor pemerintahan, dll disediakan kursi roda bagi cacat fisik dan
lansia, pemasangan huruf braile, rambu-rambu penolong, dll.
Keempat, pemerintah
bekerjasama dengan dinas sosial memberikan pelatihan keterampilan bagi kaum
disabilitas agar kaum disabilitas memiliki softskill
dan mendapatkan lapangan pekerjaan. Kalau perlu pemerintah juga memberikan
jaminan penempatan kerja bagi kaum disabilitas yang mengikuti pelatihan
tersebut. Perusahaan atau lembaga di Bojonegoro harapannya dapat menerima
kayawan yang memiliki kebutuhan khusus. International
Labour Organization (ILO) mengungkakan bahwa mengucilkan
penyandang disabilitas dari angkatan kerja mengakibatkan kehilangan PDB sebesar 3 hingga 7 persen. Dengan memberikan
keterampilan dan penempatan kerja bagi kaum disabilitas diharapkan mampu mengentas
kemiskinan yang dialami oleh sebagian besar penyandang disabilitas. Masyarakat
harus mengubah mindset terhadap
penyandang disabilitas yang dianggap sebagai manusia tak berdaya dan tak bisa
berbuat apa-apa.
Tak hanya
keempat ide dalam program Mr. Jotas yang dijelaskan diatas, masih banyak cara
yang bisa dilakukan untuk menciptakan kepedulian masyarakat yang ramah terhadap
kaum disabilitas. Yang terpenting dan menjadi langkah utama yang harus
dilakukan adalah dnegan mengkampanyekan pada masyarakat sikap ramah dan peduli
disabilitas. Jika kegiatan yang dikemas dalam program Mr. Jotas terwujud, berarti
masyarakat Bojonegoro bisa dikatakan mampu menjadi masyarakat dunia yang
berperan aktif dalam pelaksanaan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas yang
tertuang dalam UU No. 19 tahun 2011. Bojonegoro dapat menjadi kabupaten pelopor
ruang publik ramah disabilitas dan masyarakatnya yang ramah terhadap kaum
disabilitas, hal ini dapat memperkuat citra diri Bojonegoro yang
mendeklarasikan diri sebagai kabupaten pendidikan inklusif.
Ingat, sebaik-baik manusia ialah manusia yang
bermanfaat bagi orang lain.
Late post,
Terimakasih Panitia BYS, Kabupaten Bojonegoro, akhirnya tulisan ini lolos
50 besar tulisan di Bojonegoro Youth Summith 2015, yang dilaksanakan pada hari Minggu, 1
November 2015 pukul 07.30 WIB – 14.00 WIB, di Gedung Angling Dharma, Pendopo
Kab. Bojonegoro. BYS 2015
adalah sebuah program interaktif dan inspiratif yang mempertemukan para Pemuda
TERPILIH Bojonegoro dan Perwakilan dari Pemerintah untuk berkumpul (Gather),
berbagi ide / gagasan inovatif (Share), merencanakan program (Plan), dan diharapkan
mampu merealisasikan program melalui sebuah Social Project (Action).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar