Kamis, 24 Desember 2015

Analisis Kepribadian Tokoh (Gola Gong) Berdasarkan Teori Kepribadian Psikologi Individual Adler dan Psikoanalisis Sigmund Freud

A.    Deksripsi Tokoh
Gola Gong memiliki nama asli Heri Hendrayana Harris. Lahir di Purwakarta pada 15 Agustus 1963 dari pasangan bernama Harris dan Atisah, Bapaknya berprofesi sebagai guru olahraga, sedangkan ibunya berprofesi sebagai guru di sekolah keterampilan putri. Ia adalah sastrawan berkebangsaan Indonesia yang juga merupakan pendiri Rumah Dunia di Serang, Banten. Gola Gong juga menjadi pemimpin perusahaan tabloid Kaibon-Meida Ramah Keluarga Banten, Ketua Umum Forum Taman Bacaan Masyarakat (FTBM) Indonesia, penulis buku, dan sering menjadi narasumber dalam berbagai kegiatan jurnalistik. Gola Gong menikah pada usia 33 tahun dengan wanita bernama Tias Tatanka dan dikaruniai empat orang anak.
Gola Gong kehilangan tangan kiri sebatas sikut pada usia 11 tahun tepatnya ia menjalani operasi amputasi pada bulan Oktober 1973. Kronologisnya, waktu itu ia dan teman-temannya bermain di alun-alun kota dan ada tentara latihan terjun payung, Gola Gong kecil menantang kawan-kawannya untuk adu keberanian seperti penerjun payung. Adu keberanian tersebut dilakukan dengan cara loncat dari pohon dan berujung celaka bagi Gola Gong karena ia mengalami cidera parah sehingga tangan kirinya harus diamputasi sebatas sikut. Namun hal tersebut tidak membuat Gola Gong sedih karena Bapaknya selalu memberinya semangat bahwa kamu harus terus membaca agar kamu lupa bahwa diri kamu cacat.
Kedua orang tua Gola Gong memiliki keinginan dan tekad yang kuat agar anaknya tetap bersemangat dan mampu menjalani hari-hari layaknya anak normal lainnya. Bapak dan Emak mempersiapkan Gola Gong dengan cinta agar ia mampu menghadapi kehidupan yang keras tanpa merasa rendah diri. Gola Gong digambleng dengan buku, olahraga  dan dengan tayangan film agar memiliki mental baja ketika maju ke medan perang kehidupan. Bapak dan Emak tidak menuntut Gola Gong untuk berprestasi di dalam pendidikan formal, tapi mengharapkan Gola Gong mampu berkiprah di kehidupan. Bagi Bapak dan Emak, sebaik-baik manusia ialah yang bermanfaat bagi orang lain.
Pengajaran dari Bapak dan Emak bermula dari kelereng. Gola Gong kecil sangat mahir bermain kelereng. Bapak tidak ingin Gola Gong dilecehkan teman-temannya oleh karena itu Bapak berusaha mengajari Gola Gong bermain kelereng dengan satu tangan. Akhirnya, Gola Gong bersemangat bermain kelereng tanpa merasa dirinya cacat. Bapak juga mengajari Gola Gong untuk berolahraga karena jiwa yang sehat terdapat dalam tubuh yang kuat. Hasilnya, Gola Gong mampu meraih berbagai kejuaraan badminton se-Asia Pasifik layaknya atlet berlengan dua.
Emak juga menyemangati Gola Gong dengan nasihat-nasihat yang menenangkan. Bahkan ketika Gola Gong akan pergi menaklukkan Jakarta, Gola Gong dibekali uang untuk membeli tangan palsu. Uang tersebut dari hasil tabungan emaknya. Menurut Gola Gong, Emak ialah sosok yang selalu mengasah hati dan jiwanya, membuatnya untuk tetap berendah hati dan tidak menyepelekan, serta mengingatkan Gola Gong untuk selalu menghargai lawan-lawannya.
Bapak dan Emak sering membawa buku biografi orang-orang hebat. Hal ini membuat Gola Gong hobi membaca buku dan terinspirasi dari tokoh-tokoh hebat yang dibacanya. Hingga akhirnya, Gola Gong mampu menjadi penulis buku dan sastrawan terkenal. Gola Gong merasa bahwa semangat dan kreatifitas yang dimiliki karena ia rajin membaca. Dengan menulis, Gola Gong ingin memberi semangat kepada generasi muda, karena dalam buku yang ia tulis isinya tentang pengalaman hidupnya  menjadi orang yang cacat dan berbeda
Dalam Buku Aku, Anak Matahari, Gola Gong juga menceritakan bahwa secara tidak langsung ia telah mewujudkan mimpi Bapak dan Emak. Secara perlahan-lahan Bapak dan Emak telah merencanakan sesuatu untuk anak-anaknya. Bapak pernah memiliki keinginan untuk keliling dunia dan mimpi itu kemudian dilimpahkan kepada Gola Gong. Terbuti bahwa Bapak dan Emak sangat mendukung Gola Gong untuk mencari pengalaman batin dengan melakukan perjalanan keliling Indonesia (1986-1987) dan Asia (1990-1992). Bapak ingin menjadi juara Badminton seperti Rudi Hartono dan akhirnya anak-anaknya mampu meraih berbagai kejuaraan Badminton, bahkan Gola Gong mampu menjuarai lomba badminton se-Asia Pasifik.
Orang tua Gola Gong tidak pernah memaksa atau menyuruh Gola Gong untuk menjadi ini dan itu. Orang tua Gola Gong hanya menyediakan sarana, menurut Bapak dan Emak, jika anak melakukan sesuatu pekerjaan atas keinginan orang tuanya, itu tidak baik. Yang baik ialah, keinginan itu muncul dari keinginan anak. Bapak dan Emak hanya memancing kreatifitas anak-anaknya dengan buku-buku yang disusun di rak, di halaman rumah disediakan arena bermain sederhana sepeti ayunan, perosotan, jungkit-jungkitan dan kolam ikan. Kemudian, praktiknya akan muncul dengan sendirinya. Gola Gong kecil sangat gembira sehingga paling sering melakukan praktik-praktik sehingga cara berpikirnya lebih cepat dari teman sebayanya.
Kemudian, perkara Rumah Dunia juga keinginan Bapak dan Emak. Orang tua Gola Gong pernah berkata bahwa jika mereka tidak berhasil mewujudkan sebuah lembaga pendidikan yang menampung anak-anak yatim secara gratis, maka Gola Gong harus mewujudkannya. Dan akhirnya, Gola Gong mampu mendirikan Rumah Dunia yang merupakan madrasah kebudayaan yang bergiat di bidang jurnalistik, sastra, film, teater musik dan menggambar. Bapak dan Emak selalu mengingatkan Gola Gong untuk melakukan sesuatu dari nol atau hal kecil. Semua harus berawal dari diri sendiri, itulah yang dimaksud cara berbipik diluar kelaziman atau berpikir out of the box.
Cara orang tua Gola Gong dalam mendidik anak-anaknya membuat Gola Gong terkesan. Bapaknya berperan di wilayah fisik untuk membuatnya sehat secara jasmani dan Emak yang berperan di wilayah psikis karena membuat Gola Gong menjadi peka terhadap lingkungan. Fisik yang kuat menjadi wadah yang pas bagi kebutuhan psikis. Hal itulah yang membuat Gola Gong begitu bersemangat, percaya diri, penuh dengan gagasan dan kreatif padahal dirinya cacat. Cara-cara yang dilakukan oleh orang tua Gola Gong dalam mendidik anaknya sangat mempengaruhi perkembangan psikis Gola Gong. Dan hal tersebut berbuah manis karena didikan orang tuanya berhasil menjadikan Gola Gong sebagai sosok yang berprestasi di kehidupan, bermanfaat bagi orang lain, menjadi ayah dan suami ideal dan sosok yang menginspirasi orang lain serta mampu membuat bangga orang tua.

B.     Analisis Kepribadian
Alfred Adler menyatakan bahwa kehidupan manusia dimotivasi oleh satu dorongan utama yakni dorongan untuk mengatasi perasaan inferior dan berjuang untuk mencapai perasaan superior. Jadi, tingkah laku manusia ditentukan oleh padangan mengenai masa depan, tujuan dan harapan, bukan hanya apa yang dikerjakan di masa lalu. Karena awalnya manusia memulai hidupnya dari kondisi yang kecil, lemah dan perasaan inferior. Maka dari kondisi lemah itu, manusia mampu mengembangkan kepercayaan untuk mengatasi kelemahan dengan menjadi individu yang besar, kuat dan superior.
Menurut Adler, ada tiga macam situasi pada masa kanak-kanak yang sangat berpengaruh dalam membentuk gaya hidup di masa dewasa. Yang pertama adalah inferioritas organ yaitu penyakit-penyakit atau kecacatan fisik yang diidap semasa kanak-kanak. Kedua yaitu pola asuh keluarga yang terlalu memanjakan anak, sedangkan yang ketiga ialah perasaan terabaikan atau tersingkirkan. Dalam menganalisis tokoh Gola Gong saya akan mengambil salah satu situasi yaitu inferioritas organ karena sangat berkaitan dengan kondisi Gola Gong.
Perasaan inferioritas berarti perasaan lemah atau tidak berdaya dalam mengerjakan tugas yang harus diselesaikan. Kondisi ini sebenarnya dialami oleh semua makhluk hidup karena pada dasarnya semua manusia memulai kehidupan dengan kelemahan fisik yang mengaktifkan perasaan inferior, yaitu perasaan yang menggerakkan seseorang untuk berjuang menjadi superiorita atau sukses. Perasaan sepeti ini akan terus muncul ketika seseorang menghadapi tugas baru, jika orang sudah menguasai tugas barunya maka perasaan inferior akan hilang. Sedangkan superior memiliki arti berjuang untuk terus menerus agar menjadi baik. Dalam teori Adler, dorongan sukses adalah suatu kepentingan atau kepekaan sosial karena manusia sebagai makhluk sosial tidak akan bisa eksis tanpa adanya orang lain.
Analisis saya berdasarkan teori kepribadian individual Alfred Adler, masa kecil Gola Gong dididik oleh keluarga yang menerapkan pola asuh pendidikan yang cukup baik. Dalam buku Aku, Anak Matahari, Gola Gong menjelaskan bahwa kedua orang tuanya mendidik menggunakan metode montessori. Kedua orang tua Gola Gong menyadari betul bahwa anaknya sedang dalam periode sensitif. Anak ibarat busa atau sponge yang jika dilemparkan ke laut akan mampu menyerap air hingga penuh. Orang tuanya berusaha memaksimalkan pendidikan anak-anaknya dengan alat, bahan dan kegiatan yang khusus dirancang untuk merangsang kecerdasan anak. Gola Gong kecil memiliki daya serap tinggi (absorbent mind) dan mempunyai kemampuan tinggi untuk belajar beradaptasi dengan lingkungan dibanding teman sebayanya. Hal tersebut berlanjut meski Gola Gong pada usia 11 tahun harus kehilangan tangan kirinya sebatas sikut.
Orang tua Gola Gong mengkondisikan lingkungan rumah senyaman mungkin agar anak-anaknya mau belajar. Banyak berjejeran rak berisi buku-buku yang menggunggah minat membaca anak-anaknya, orang tua Gola Gong juga sering membawakan buku tentang biografi tokoh-tokoh terkenal sehingga Gola Gong terinspirasi oleh semangat dari biografi tokoh yang ia baca. Selain itu, dirumah disediakan permainan-permainan sepeti ayunan, perosotan, jumpit-jumpitan dna kolam ikan sehingga dapat merangsang perkembangan motorik kasar pada anak agar anak mau bermain di rumah.
Pola asuh pada masa kecil itu menyebabkan Gola Gong pada usia kanak-kanak mampu menjadi anak yang pemberani dan kreatif. Gola Gong mampu berbaur dengan lingkungan sosialnya dan memiliki benyak teman. Hingga akhirnya musibah itu datang dan Gola Gong harus menjalani amputasi tangan kiri. Menjadi individu cacat tentu saja memunculkan perasaan inferior, karena dengan kondisi tersebut akan sulit melakukan kegiatan-kegiatan tertentu. Tangan Gola Gong diamputasi pada saat ia duduk di kelas 4 SD. Butuh waktu dua tahun bagi Gola Gong dan teman-teman serta gurunya untuk saling menyesuaikan diri. Seringkali Gola Gong mendapat perlakuan tidak baik dari teman-temannya, ia sering diledek dengan sebutan si buntung. Apalagi jika teman-teman Gola Gong merasa kalah dengannya maka teman-temannya melancarkan serangan psikis bagi Gola Gong.
Kedua orang tua Gola Gong tidak ingin anaknya terlihat lemah, mereka ingin Gola Gong tumbuh layaknya anak normal lainnya sehingga mampu menjalani kehidupannya dengan baik dan bisa jadi sosok yang berguna di masa depan. Gola Gong kecil memiliki semangat yang luar biasa, tak henti-hentinya ia membaca sehingga ia lupa bahwa dirinya cacat. Gola Gong kecil juga bersemangat dalam berolahraga, buktinya ia mampu berenang dengan hanya satu tangan dan sering menjuarai kejuaraan badminton hingga tingkat Asia Pasifik meskipun dengan satu tangan. Gola Gong memiliki harapan-harapan besar untuk masa depannya agar ia bisa menjadi orang yang sukses meski cacat. Hal inilah yang disebut sebagai fictional final goals, yaitu keyakinan yang tidak ada faktanya tapi mampu mempengaruhi kepribadian.
Cara orang tuanya mendidik dan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan Gola Gong di usia mudanya benar-benar mempengaruhi kepribadian Gola Gong. Dalam teori Adler, motif utama setiap orang adalah menjadi kuat, kompeten, berprestasi dan kreatif. Orang tua Gola Gong ingin memunculkan tujuan-tujuan tersebut dalam diri Gola Gong sehingga orang tuanya berjuang keras memberikan perhatian dan pendidikan yang terbaik bagi Gola Gong. Gola Gong muda memiliki banyak impian, ia berkelana mengelilingi Indonesia dan Asia. Dengan berkelana ia berharap memiliki banyak pengalaman batin, dengan berkelana ia berharap mampu menjadi seseorang yang dapat bermanfaat bagi orang lain. Gola Gong rajin membaca, ia berharap dengan membaca mampu membuka cakrawala pengetahuannya.
Dalam teori Adler, hal tersebut disebut sebagai subjective perceptions atau pengamatan subjectiv. Artinya, orang menetapkan tujuan-tujuan untuk diperjuangkan berdasarkan interpretasinya tentang fakta. Kepribadian manusia dibentuk bukan berdasarkan realita melainkan berdasarkan keyakinan subjektif orang itu terhadap masa depannya. Final fiction goals yang berdasarkan pada subjective perception ini membimbing style of life manusia, dan membentuk kepribadian menjadi kesatuan.
Menurut Adler, inferiorita organ fisik adalah anugrah karena orang akan berjuang mencapai kesehatan jiwa dan menjalani gaya hidup yang berguna. Gola Gong memiliki social interest yang cukup baik. Social interest adalah sikap keterikatan diri dengan kemanusiaan secara umum yang diwujudkan dengan kerjasama dengan orang lain. Social interest dikembangkan melalui hubungan Ibu dan Anak. Ibu Gola Gong mampu menjalin ikatan yang kooperatif dengan Gola Gong. Orang tuanya tidak pernah memaksa Gola Gong untuk menjadi ini dan itu, orang tua Gola Gong hanya meyediakan sarana. Menurut orang tua Gola Gong, jika anak melakukan sesuatu atas keinginan orang tua itu tidak baik yang baik anak melakukan sesuatu atas keinginannya sendiri. Sarana-sarana tersebut bertujua untuk membentuk minat sosial Gola Gong.
Orang tua Gola Gong bekerjasama dengan baik untuk mendidik pribadi Gola Gong. Bapak berperan di wilayah psikis, Bapak yang menjadi guru olahraga dengan semangat mengajari Gola Gong untuk renang, badminton, dll sehingga Gola Gong tertarik pada dunia olahraga dan menjali atet badminton. Pernah suatu ketika Gol A Gng diajak pergi ke pasar senin dan Bapaknya membelikan berdusdus buku bacaan dan komik. Hal tersebut bertujuan untuk merangsang minat baca pada diri Gola Gong dan akhirnya Gola Gong mampu menjadi sastrawan dan penulis buku terkenal. Bapak juga mengajari Gola Gong untuk bermian kelereng dan permainan anak-anak lainnya. Pada waktu pulang dari rumah sakit, Bapak membelikan Gola Gong sekantong kelereng dan bilang bahwa di kampung sedang musim kelereng dan Gola Gong jangan sampai tidak bisa bermain kelereng. Bapak pun mengajari Gola Gong yang memiliki satu tangan untuk bermain kelereng dan hasilnya Gola Gong sering memenangkan permainan kelereng tersebut. Sedangkan Emak, berperan di wilayah psikis, Emak adalah sosok yang amat keibuan,. Sikapnya yang ramah dan lembut dan sering memberi wejangan-wejangan untuk anaknya. Sehingga Gola Gong menjadi sosok yang mampu meraih kesuksesan yang diharapkan oleh orang tua dan dirinya sendiri.
Perjuangan mencapai tujuan final yang dilakukan oleh Gola Gong  dipersepsi jelas olehnya. Kelemahan fisik yang dimiliki memunculkan perasaan inferior, sehingga ia merasa ada yang tidak lengkap. Kondisi tersebut memunculkan minat-minat sosial yang juga disebut proses mencapai kesuksesan. Adler menjelaskan bahwa manusia itu adalah sosok yang unik. Manusia memiliki gaya hidup yang berbeda-beda dan tidak mudah berubah. Gaya hidup dibentuk pada usia 4-5 tahun dan tidak hanya ditentukan oleh kemampuan instrinsik (hereditas) atau lingkungan sosial, melainkan dibentuk oleh anak melalui pengamatannya dan interpretai terhadap keduanya. Dari buku Aku, Anak Matahari yang ditulis oleh Gola Gong sendiri, ia menceritakan bahwa sedari kecil Bapak dan Emaknya telah meemberi rangsangan bagi Gola Gong untuk gemar membaca dan beraktivitas di luar rumah. Dan kondisi itu menjadi kebiasaan bagi Gola Gong yang sampai sekarang ini hobi membaca dan berkelana.
Dalam teori Adler, Gola Gong juga mampu menciptakan kekuatan kreatif diri atau creative power of the self. Kekuatan kreatif diri ialah kekuatan ketiga yang paling menentukan tingkah laku. Kekuatan kreatif diri memberi kebebasan bekehendak bagi manusia untuk menciptakan gaya hidup dan bertanggung jawab terhadap tujuan finalnya, dan menentukan cara mencapai tujuan itu serta melakukan pengembangan minat sosial. Gola Gong memiliki kekuatan kreatifitas diri yang baik sehingga ia memiliki minat sosial dan gaya hidup yang baik pula sehingga membentuk kepribadian yang baik bagi Gola Gong.
Jadi, hasil analisa saya terhadap Gola Gong berdasarkan teori psikologi individual Adler ialah, Gola Gong yang pada usia kanak-kanak hidup dalam keluarga yang memiliki pola asuh yang baik sehingga orang tuanya mampu membentuk minat-minat sosial dan gaya hidup yang ideal bagi masa depan anak-anaknya. Kedua orang tua Gola Gong berusaha dengan keras agar anaknya mampu meraih kesuksesan-kesuksesan yang menjadi idaman orang tua dan keinginan anaknya sendiri. Terlebih saat kondisi inferioritas organ  pada diri Gola Gong yang dialaminya pada usia 11 tahun. Pada usia tersebut anak belum mengerti banyak hal tentang apa yang terjadi pada dirinya dan harus bagaimana ia di masa depan. Beruntungnya, orang tua Gola Gong mampu memberikan perhatian dan pendidikan bagi Gola Gong yang memiliki keterbatasan fisik tersebut sehingga Gola Gong mampu mengatasi perasaan inferioritas dan mencapai superioritas.
Selain menganalisis kepribadian menurut psikologi individual Adler, saya juga akan menganalisis kepribadian Gola Gong menurut aliran kepribadian psikonalisis. Karena psikoanalisis merupakan aliran pertama dalam psikologi yang ditokohi oleh Sigmund Freud. Meskipun psikoanalisis banyak mendapat kritikan namun masih eksis digunakan untuk menganalisis kasus-kasus psikologis manusia. Psikoanalisis melihat kepribadian manusia melalui struktur kepribadian id, ego, superego. Psikoanalisis memandang kepribadian individu layaknya gunung es, dimana yang tersembunyi dibawah jauh lebih banyak dibanding yang muncul di permukaan.Sigmund Freud percaya bahwa perilaku yang ditampilkan seseorang adalah manifestasi dari apa yang ada dalam alam bawah sadar (unsconsciouness). Menurut psikoanalisis, id adalah sistem kepribadian yang dibawa sejak lahir yang sifatnya tidak berdasarkan kenyataan alias semu atau khayalan. Ego adalah cara untuk menangani kenyataan sehingga ego berupaya menunda keinginan id yang tidak nyata sampai ada obyek yang nyata untuk memuaskan kebutuhan. Sedangkan superego ialah kekuatan moral yang menjadi penegah antara id dan ego yang tujuannya untuk membedakan antara benar dan salah.
Berdasarkan teori psikoanalisis Sigmund Freud, bagaimanakah dinamika kepribadian dalam diri Gola Gong?
Menurut saya, Gola Gong sebagaimana manusia dengan id pada umumnya. Bedasarkan buku Aku, Anak Matahari yang menceritakan perjalanan hiudp Gola Gong, struktur kerpibadian superego yang terdapat dalam diri Gola Gong sangat kuat, terutama ajaran religius dan pendidikan serta pola asuh  yang diberikan oleh orang tuanya. Hal itulah yang membuat Gola Gong memiliki karakter yang baik. Hal ini dapat dilihat dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Gola Gong semasa ia muda hingga menjadi sosok ayah sekarang ini. Gola Gong memiliki prinsip yang kuat bahwa ia tidak ingin menggantungkan hidup dan keinginnanya pada orang lain. Contohnya, Gola Gong ingin mendirikan gelanggang kesenian (Rumah Dunia), ia tidak serta merta membentuk rumah dunia dengan mencari dana atau bantuan dengan mengajukan proposal. Ia mendirikan rumah dunia dengan kerja keras, ia mulai dari nol. Ia kenalkan dunia literasi dan kesenian pada keluarganya dan tetangga lingkungan rumahnya. Ia membangun rumah dunia tidak mudah namun secara bertahap. Gola Gong menyadari bahwa dengan mengajukan dana dengan proposal sama halnya dengan meminta-minta. Ia memiliki prinsip yang kuat bahwa hal tersebut bukanlah cara yang baik. Hingga akhirnya ia mencari cara lain yang dilakukannya dengan sabar namun hasilnya berbuah manis, hingga akhirnya rumah dunia menjadi komunitas dan gelanggang kesenian yang besar dan terkenal dan mimiliki banyak donatur atau sukarelawan yang rela menyisihkan sebagian uangnya untuk didonasikan ke kegiatan di rumah dunia.
Kehidupan masa kecil Gola Gong yang penuh pembelajaran dari Bapak dan Emaknya menjadikan ia pribadi yang berbeda. Tak bisa dipungkiri bahwa pola asuh orang tua dan kondisi lingkungan sosial dimana individu berada sangat mempengaruhi perkembanga sesorang, terutama pada masa kanak-kanak. Gola Gong yang berasal dari keluarga berpendidikan membuatnya mendapatkan pendidikan yang baik dan memiliki kepekaan sosial serta daya tangkap yang lebih baik dari teman sebayanya dalam belajar. Pada waktu itu tentu saja tidak banyak orang tua yang memiliki kesadaran untuk menumbuhkan minat abca pada anak, tidak banyak orang tua yang tahu cara merangsang kecerdasan anak dan bagaimana menangani anak yang memiliki keterbatasan fisik seperti Gola Gong. Id, pada diri Gola Gong sebagaimana layaknya id pada manusia lainnya yang berusaha untuk terpenuhi. Gola Gong tumbuh menjadi sosok pribadi yang dewasa, yang mampu memahami lingkungannya dengan baik dan tahu apa yang menajdi prioritas keinginannya. Sehingga ketika id pada diri Gola Gong tidak tersalurkan dengan baik maka ia melakukan berbagai mekanisme pertahan diri. Untuk menutupi perasan rendah dirinya yang cacat dan tidak ingin direndahkan ornag lain, daripada ia berdiam diri dan merenungi kondisinya, Gola Gong melakukan sublimasi dengan melakukan aktivitas-aktivitas yang positif seperti membaca buku, berolahraga, bermian, menonton film, dll.




SUMBER RUJUKAN :
1.      Alwisol. 2014. Psikologi Kepribadian. Malang : UMM Press
2.      Gong, Gola. 2008. Aku, Anak Matahari : Sebuah Memoar Keluarga yang Impresif. Bandung: Semesta Parenting


Tidak ada komentar: