Demensia
merupakan gangguan yang terjadi pada otak sehingga terjadi penurunan kemampuan kognitif
kognitif seperti memori, orientasi, rasa hati dan pembentukan pikiran
konseptual yang bisa berdampak pada perubahan kondisi psikologis individu terkait
dengan kepribadian dan perilakusehari-haari seperti gangguan fungsi sosial,
pekerjaan dan aktivitas sehari-hari (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003).
Terdapat sekitar 50 penyebab terjadinya dimensia dan sebagian besar kasus
(sekitar dua pertiga) disebabkan oleh penyakit Alzheimer, yaitu sebuah gangguan
otak yang progresif dan degeneratif (Gatz, 2007 dalam Papalia, 2014: 242).
Selain penyakit Alzheimer terdapat juga penyakit Parkinson, yaitu gangguan
paling umum kedua yang melibatkan degenerasi neurologis yang progresif, ditandai
dengan tremor, kekakuan, pergerakan lambat dan postur badan yang tidak stabil
(Nussbaum 1998, dalam Papalia, 2014: 242). Penyakit Alzheimer dan Parkinson
menyebabkan serangkaian stroke ringan dan menjadi penyebab 8 dari 10 kasus
demensia yang terjadi dan semuanya tidak bisa disembuhkan. Selain dua penyakit
tersebut, terdapat banyak macam jenis demensia, salah satunya demensia tipe Pick
yang gejalanya hampir sama dengan demensia tipe Alzheimer sehingga sulit
dibedakan antara Alzheimer dan Pick.
Meskipun penyakit Alzheimer dan Parkinson
menjadi penyebab utama demensia degeneratif, terdapat penyebab yang reversibel
seperti kelainan jantung, kelainan vaskuler, trauma, tumor, infeksi, kelainan
metabolik (misalnya hipotiroidisme), defisiensi nutrisi (misalnya defisiensi
vitamin B12 atau defisiensi asam folat),atau sindrom demensia akibat depresi.
Selain itu, konsumsi obat-obatan dan gaya hidup yang kurang sehat juga
mempengaruhi, seperti konsumsi alkohol,
terinfeksi logam berat, terkena radiasi, pseudodemensia akibat pengobatan
(misalnya penggunaan antikolinergik) dan karbon monoksida.
Demensia terbagia atas dua klasifikasi penderita,
yaitu penderita dibawah usia 65 tahun dan diatas 65 tahun.Paling banyak
penderita demensia ialah lansia diatas usia 65 tahun. Di Indonesia, menurut
data profil kesehatan yang di laporkan oleh departemen kesehatan tahun 1998, jumlah
populasi lansia usia 60 tahun keatas dari 100% populasi lansia yang jumlahnya
kurang lebih 15 juta jiwa, terdapat 7,2% populasi lansia menderita demensia. Peningkatan
angka kejadian kasus demensia berbanding lurus dengan meningkatnya harapan hidup
suatu populasi. Kira – kira 5% lansia, sekitar 65 -70 tahun menderita demensia
dan meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun mencapai lebih 45% pada usia di
atas 85 tahun. Estimasi jumlah penderita demensia pada tahun 2013 sekitar satu
juta jiwa dan akan meningkat menjadi dua juta jiwa di tahun 2030 (Republika.co.id,
19 Desember 2014).
Individu yang menderita demensia tipe Pick ditandai
dengan atrofi yang lebih banyak pada lobus frontalis serta pada lobus
temporalis dan parientalis. Daerahtersebut mengalami kehilangan neuronal,
gliosis dan adanya badan Pick neuronal, yang merupakan massa elemen
sitoskeletal. Badan Pick ditemukan pada beberapa spesimenpostmortem tetapi
tidak diperlukan untuk diagnosis.Lobus frontalis yang berada di bagian otak
depan berepran untuk perencanaan, pelaksanaan dan kontrol pergerakan. Di dalam
lobus frontalis tedapat primary motor cortex di precental gyrus yang mengandung
pusat-pusat saraf yang berpartisipasi dalam mengontrol gerakan. Sedangkan dalam
lobus temporalis terdapat prymary somatosensory cortex yang terletak di
postcentral gyrus yang bertugas menerima informasi dari somatosenses, seperti
rasa raba, tekanan, suhu dan rasa nyeri. Terdapat juga prymary visual cortex
yang terletak di belakang lobus occupitalis di calcarine fissure untuk menerima
informasi visual. Prymary auditory cortex yang terletak di lobus temporals
berfungsi menerima informasi pendengaran. Association cortex di lobus frontalis
terlibat dalam perencanaan gerakan yang mengontrol aktivitas primary motor
cortex. Association cortex di lobus posterior menerima informasi dari priamary
sensory area dan terlibat dalam persepsi dan ingatan.
Individu yang menderita dimensia tipe Pick mengalami
kebingungan dalam berpikir bahkan kehilangan memori. Menurut Eichenbaum jika
terdapat kerusakan bagian otak depan utamanya hipocampus maka seseorang akan
kehilangan kemampuannya untuk mengembangkan memorinya. Dampaknya maka yang
bersangkutan tidak mampu mengenali suatu benda tertentu (kehilangan memori
deklaratif). Tetapi jika yang terjadi pada daerah parahippokampus saja yang
rusak maka kemungkinan seseorang akan kehilangan semantik memorinya yang artinya seseorang tidak akan
mampu lagi mengumpulkan informasi atau pengetahuan yang sifatnya universal.
Penyebab dari demensia tipe Pick belum dapat
diketahui secara pasti. Demensia tipe Pick berjumlah kira-kira 5% dari semua
demensia ireversibel. Penyakit ini paling seringdialami oleh laki-laki,
khususnya yang memiliki keluarga derajat pertama dengan penyakit ini. Demensia
tipe Pick sukar dibedakan dengan demensia tipe Alzheimer. Walaupun stadium awal
penyakit lebih seringditandai oleh perubahan kepribadian dan perilaku, dengan
fungsi kognitif lain yang relatifbertahan. Gambaran sindrom Kluver-Bucy
(contohnya: hiperseksualitas, flaksiditas, hiperoralitas)lebih sering ditemukan
pada penyakit Pick daripada pada penyakit Alzheimer.
Perubahan kondisi pada penderita demensia tak hanya
berpengaruhpada kemampuan kognitif dan fisik, melainkan juga secara psikologis.
Kepribadian seseorang yang menderita demensia biasanya akan mengganggu bagi
dirinya dan keluarganya. Karena butuh perhatian khsuus untuk dirawat oleh orang
sekitar dan penderita demensia kurang bisa beraktivitas layaknya orang normal
yang sehat sehingga perlu dibantu. Penderita demensia akan lebih tertutup serta
menjadi kurang perhatian dibandingkan sebelumnya karena merasa rendah diri dan
lebih sering murung. Penderita demensia tipe Pick yang mengalami kelainan pada otak
bagian depan yaitu lobus frontalis dan temporalis, biasanya mengalami perubahan
kepribadian dan mungkin lebih iritabel dan eksplosif. Diperkirakan sekitar 20
hingga 30 persen dengan demensia (terutama penderita demensia tipe Alzheimer)
memiliki halusinasi, dan 30 hingga 40 persen memiliki waham, terutama waham
paranoid yang bersifat tidak sistematis, meskipun waham yang sistematis juga
dilaporkan pada penderita demensia tersebut. Agresi fisik dan bentuk-bentuk
kekerasan lainnya lazim ditemukan pada penderita demensia dengan gejala-gejala
psikotik. Pada penderita demensia dengan gejala psikosis dan perubahan
kepribadian, depresi dan kecemasan merupakan gejala utama yang ditemukan pada
40 hingga 50 persen penderita demensia, meskipun sindrom depresif secara utuh
hanya tampak pada 10 hingga 20 persen pada penderita demensia. Penderita
demensia dapat menujukkan perubahan emosi yang ekstrem tanpa provokasi yang
nyata (misalnya tertawa dan menangis yang patologis).
Dalam dunia medis kedokteran, pengobatan demensia
yang menyebabkan kerusakan otak dilakukan pemberian obat-obat medi sebagai
upaya untuk meningkatkan memori (ingatan) dengan memberikan sejumlah
psysochtigmin dan neostigmin yang merupakan anti asetilkolin terase (Ach) dan
menyebabkan konsentrasi asetilkolin meningkat di dalam sinaps lewat jalur
kolinergiknya dan dapat diberikan hydergine (devirete ergotamin) untuk
memperbaiki sirkulasi darah di dalam otak. Jika terdapat depresi maka diberikan
amitriptylin dan untuk mengurangi kecemasan diberi haloperidol, thioridazine
atau promazine.
DAFTAR PUSTAKA :
Azwar, Khoirul. 2013. Melawan Demensia Alzheimer. (online), (http://www.republika.co.id/berita/koran/medika/14/12/29/nhc3k714-melawan-demensia-alzheimer diakses pada 23 April 2015)
Budiono, Ari dan
Julianti Riri. 2008. Demensia. (online), (https://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/01/demensia-riri-aridocx.pdfdiakses pada 23 April 2015)
Feldman, D. Ruth
dan Papalia E. Diane. Menyelami
Perkembangan Manusia2. Jakarta: Salemba Humanika
Hartono, Soetanto.
2003. Psikologi Faal 1. Surabaya:
University Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar