Kamis, 24 Desember 2015

Analisis Tayangan Mata Najwa “Melawan Prasangka”

Menurut saya, tayangan Mata Najwa pada 5 Desember 2015 lalu yang bertema “Melawan Prasangka” bertujuan untuk memperingati hari HIV/AIDS sedunia pada 1 Desember lalu. Di Indonesia, penderita ODHA dari tahun ke tahun jumlahnya semakin banyak dan mereka seringkali mendapat stigma buruk serta mengalami diksriminasi karena masih banyak orang-orang di sekitar mereka yang tidak bisa menerima kehadiran penderita ODHA. Perilaku diskriminatif yang diterima oleh penderita ODHA ialah perilaku tidak adil dan kurang bisa diterima oleh masyarakat sehingga seringkali penderita ODHA merasa terkucilkan dan rendah diri. Kondisi semacam ini tentu saja dapat membuat kondisi psikis para penderita ODHA semakin tertekan. Banyak penderita ODHA yang memilih untuk mengakhiri hidup karena tidak tahan dengan diksriminasi yang ia terima dari lingkungannya, namun banyak juga para penderita ODHA yang mampu melawan stigma dan diskriminasi buruk dari masyarakat sehingga menjadi individu yang tegar dan mampu berkiprah dalam kehidupannya.
Tayangan Mata Najwa menurut saya mampu menggugah kesadaran di masyarakat terhadap stigma dan diskriminasi yang diberikan oleh masyarakat terhadap penderita ODHA. Masyarakat masih banyak yang tidak mengetahui apa itu virus HIV/AIDS, bagaimana penularannya, dsb. Masyarakat hanya mengetahui bahwa HIV/AIDS diakibatkan oleh hubungan seksual yang berganti-ganti pasangan. Stereotip semacam inilah yang ada di pikiran masyarakat sehingga masyarakat memberikan stigma buruk bagi penderita ODHA. Masyarakat menganggap bahwa individu dengan ODHA adalah individu yang nakal karena seringkali bergonta-ganti pasangan. Padahal tidak semua penderita ODHA seperti itu. Di tayangan Mata Najwa, dihadirkan beberapa penderita ODHA sekaligus relawan HIV/AIDS, para penderita tersebut menceritakan bagaimana awalnya mereka tertular virus HIV/AIDS.  Aktivis HIV/AIDS  juga menceritakan bagaimana sikap masyarakat selama ini terhadap penderita ODHA.
Dalam analisis ini, saya ingin membahas tiga poin penting yaitu :
1.      Stereotip yang berkembang di masyarakat terhadap sekelompok atau individu penderita ODHA. Stereotip merupakan komponen kognitif manusia yang ditunjukkan dengan keyakinan atau penilaain terhadap kondisi kelompok tertentu
2.      Adanya prasangka yang ada di masyarakat sehingga menimbulkan perasaan tertentu. Prasangka ialah komponen afeksi atau emosi terkait bagaimana perasaan kita terhadap suatu kelompok tertentu yang penekanannya cenderung pada perasaan negatif seperti perasaan tidak suka, benci, iri, dll.
3.      Munculnya sikap diskriminasi yang dilakukan oleh masyarakat akibat suatu stereotip dan prasangka tertentu. Diskriminasi ialah komponen dari perilaku manusia yang ditunjukkan dengan tindakan yang diambil terhadap kelompok tertentu
Tiga hal tersebut sangat mempengaruhi suatu kondisi di lingkungan masyarakat. Karena stereotip merupakan jalan pintas dalam berpikir untuk menyederhanakan suatu proses berpikir yang ditunjukkan dengan keyakinan atau penilaian singkat terhadap orang-orang yang berada di kelompok tertentu. Stereotip dan prasangka merupakan penilaian dari masyarakat yang cenderung negatif yang tidak akurat dan dapat menimbulkan akibat-akibat merugikan bagi individu yang menerimanya. Prasangka dan diskriminasi cenderung lebih diarahkan kepada individu-individu daripada suatu kelompok tertentu.
Ketiga penderita ODHA yang dihadirkan dalam tayangan Mata Najwa menceritakan bahwa mereka mendapatkan diskriminasi buruk dari masyarakat. Namun saya akan menganalisis satu penderita saja, yaitu Ibu Putri Chery. Putri menjadi ODHA karena tertular oleh suami pertamanya. Ia menceritakan bahwa saat menikah suaminya tidak bercerita bahwa ia adalah ODHA. Setelah 10 bulan pernikahan suaminya sakit keras dan baru menceritakan bahwa ia menderita ODHA. Ketika suami Putri menceritakan kondisinya pada keluarganya ia mendapat diskriminasi buruk dari keluarganya karena orang tuanya tidak mau menyentuh suami Putri karena takut tertular, keluarga suami Putri juga menceritakan bahwa untuk urusan makan saja harus dipisahkan dari alat makan dan makanannya. Padahal saat itu suami Putri ingin diperhatikan oleh keluarganya tapi keluarganya tidak mau. Ini adalah salah satu bentuk diskriminasi buruk yang diterima oleh suami Putri. Tak hanya itu, setelah suaminya meninggal Putri memberanikan diri untuk memeriksakan dirinya apakah positif tertular HIV/AIDS, dan ternyata hasilnya positif. Awalnya ia merasa sedih dan frustasi. Namun Ibu dari Putri terus menyemangatinya. Ibunya berkata sambil meminta Putri untuk berkaca di cermin “kamu cantik, kamu masih muda, umurmu masih panjang. Jangan pernah marasa sendiri, masih ada mama disini”.
Putri juga mendapatkan diskriminasi buruk dari masyarakat ketika ia bekerja di suatu perusahaan dan rekan-rekan kerjanya mengetahui bahwa Putri positif ODHA, mereka seolah-olah menjauhi Putri. Putri dituduh bahwa ia menggelapkan uang dll karena rekan-rekan kerja Putri ingin Putri keluar dari perusahaan tersebut. Putri akhirnya menikah lagi dan dikaruniai tiga orang anak. Diskriminasi yang diterima oleh Putri tidak hanya itu saja tapi anak-anaknya juga mengalami diskriminasi juga. Anaknya yang masih sekolah SD juga mendapatkan sikap diskriminasi, yaitu ada beberapa wali murid yang melarang anaknya untuk berteman dengan anak Putri, sikap wali murid terlihat agak aneh terhadap Putri dan anak-anaknya.
Mengapa masyarakat memiliki stereotip, prasangka dan melakukan tidakan diskriminatif pada penderita ODHA?
Alasannya karena menurut penjelasan psikodinamika bahwa beberapa individu memiliki kepribadian berprasangka dan pada dasarnya manusia itu kikir kognitif artinya dalam berpikir manusia memiliki kategori-kategori tertentu terhadap orang lain (stereotip), kategori tersebut didapatkan dari informas minim yang kita terima, pengalaman sehingga berpengaruh terhadap bagaimana kita mempersepsi lingungan. Dengan adanya kategori-kategori tersebut maka kita dapat mengupayakan lebih sedikit otak untuk melakukan proses berpikir. Kategori yang sifatnya otomatis dan tidak reflektif tersebut berdampak pada munculnya suatu prasangka. Minimnya informasi yang diterima oleh masyarakat terkait dengan penyakit HIV/AIDS menyebabkan masyarakat memberikan penilaian buruk terhadap penderita ODHA. Masyarakat menilai bahwa penderita ODHA adalah individu yang tidak taat pada norma-norma sosial karena sering berhubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan. Individu seperti ini biasanya memiliki latar belakang profesi sebagi pekerja seksual atau lelaki hidung belang dan akibat kenakalan remaja terkait penggunaan jarum suntik obat terlarang. Padahal tidak semua penderita ODHA terinfeksi virus HIV karena faktor tersebut.

Ibu Nafsiah Mboi menjelaskan bahwa sebelumnya memang virus HIV/AIDS ditularkan oleh hubungan seksual karena berganti-ganti pasangan dan penggunaan jarum suntik yang bergantian. Namun sekarang ini banyak ODHA yang terinfeksi HIV/AIDS adalah ibu rumah tangga yang tertular oleh suaminya karena suaminya mungkin saja pernah dan sering berganti-ganti pasangan dalam berhubungan seksual. Harus disadari bahwa pasti tidak semua orang ingin menderita sakit HIV/AIDS oleh karena itu sebagai masyarakat harus mampu berpikir kritis dan bersikap tidak diskriminatif kepada penderita ODHA karena kita juga harus berpikir bahwa jika kita berada pada kondisi distinctive people (orang yang berbeda) tentunya tidak ingin mendapatkan perlakuan tidak adil atau diskriminatif. 

Tidak ada komentar: