Senin, 24 September 2012

Resensi Mata Ketiga Cinta Karya Helvi Tiana Rosa


Sekeranjang Puisi Pilihan Tentang Cinta Untuk Mereka
Puisi menurut Helvy Tiana Rosa adalah karya sastra yang sesungguhnya paling banyak diminati dan ditulis. Puisi adalah sebuah kristalisasi yang dipetik dari sebuah kejadian atau peristiwa yang ditangkap oleh batin. Bisa peristiwa yang memang dialami sendiri atau cuma dilihat, bisa juga peristiwa yang didengar dari media masa atau cerita orang lain, atau bahkan didapat dari suatu berita dalam tayangan televisi atau surat kabar. Terkadang kerap kali puisi ditulis atas permintaan orang lain sebagai ungkapan rasa yang mewakili apa yang ada di hati. Namun puisi juga bisa diartikan tak hanya sebatas kata-kata yang indah, tapi dalam puisi terkandung nilai dari sebuah perjuangan dan kebijakan hidup khususnya pada diri penulis yang bisa dipetik maknanya dan diterapkan dalam kehidupan oleh para pembacanya.
Dalam bukunya yang berjudul Mata Ketiga Cinta yang berisi sekeranjang puisi pilihan tentang cinta. Helvy Tiana Rosa menyuguhkan kepada kita para penikmat puisi cinta melalui  karya puisi-puisi cinta yang telah ditulis dan dikumpulkan penulis dalam kurun waktu 1985-2011. Ditulis mulai saat Helvy masih usia remaja sampai umur 42 tahun sekarang ini. Mata Ketiga Cinta bukanlah puisi yang sifatnya sendu saja, karena ada beragam puisi disuguhkan dalam Mata Ketiga Cinta, baik puisi cinta remaja, cinta tentang kehidupan rumah tangga, cerita tentang kerinduan seorang hamba pada Sang Ilahi, tentang ucapan terimakasih dan kerinduan akan pahlawan perempuan yang berjasa untuk negeri ini, mengenai keprihatinan atas kondisi dalam negeri hingga menegok persoalan yang tengah dihadapi negeri Palestina tak luput dari sorotan penulis untuk ditulis menjadi untaian kata dan kalimat hingga akhirnya menjadi sebuah puisi yang menyentuh hati.
Mata Ketiga Cinta merupakan kumpulan bacaan puisi ringan yang bisa dibaca oleh semua kalangan, baik oleh mereka para remaja dan orang-orang yang sudah berkeluarga. Karena setiap kata yang ditulis oleh Helvy adalah kata-kata yang ringan dibaca karena mudah dimengerti. Pilihan diksi yang dipilih penulis juga tidak terlalu rumit sehingga puisi dalam Mata Ketiga Cinta ini bisa dinikmati oleh semua kalangan. Pilihan diksi selalu mengandung majas metamora dan personifikasi yang sangat puitis sehingga menjadikan puisi Helvy menjadi sebuah keindahan tersendiri bagi penikmatnya.
 Di Indonesia Mata Ketiga Cinta yang ditulis oleh penyair handal Helvy Tiana Rosa menjadi best seller. Bahkan Mata Ketiga Cinta sudah naik cetak tiga kali untuk memenuhi para penikmat puisi. Dan dalam jangka waktu sebulan sudah naik cetakan untuk kedua kalainya hingga beberapa waktu kemudian menyusul cetakan yang ketiga. Mata Ketiga Cinta adalah buku yang tak terlalu tebal, memuat 96 halaman dengan ukuran 20,5 cm dan berisi 77 puisi pilihan. Buku Mata ketiga Cinta juga murah dikantong, Mata Ketiga Cinta dijual tidak lebih dari 25.000 rupiah.
Puisi yang berjudul Inong adalah salah satu puisi yang sangat menggetarkan hati, khususnya untuk para korban bencana tsunami yang melanda daerah Nangroe Aceh Darussalam dan sekitarnya beberapa tahun lalu. Seperti catatan kecil di bawah puisi Inong dalam Mata Ketiga Cinta, beberapa saat  setelah tsunami terjadi penulis berkunjung ke Aceh yang membuat para korban tsunami secara spontanitas bisa terkuatkan hatinya hanya lewat tiga bait puisi karya Helvy untuk para perempuan Aceh yang tengah berada di barak-barak pengungsian. Puisi Inong juga di jadikan sebuah lagu oleh Hayati Amaliah hingga menjadi bagian terpenting dalam drama “ Tanah Perempuan “

Jumat, 14 September 2012

Resensi Putra Salju Karya Salman El-Bahri



PUTUS ASA, Tidak!
Salman el-Bahri dalam bukunya yang berjudul Putra Salju menyuguhkan kepada para penikmat buku untuk merasakan racikan kata-kata yang disajikan menjadi sebuah cerita motivasi. Dalam bukunya Putra Salju, Salman el-Bahri bercerita tentang perjuangan hidup Putra Salju yang bernama asli Baharudin. Nama Putra Salju sendiri merupakan nama yang diberikan oleh Kepala Desa di desa tempat Putra Salju tinggal. Yaitu Desa Parit Tiga, Sabantan Besar daerah sungai Guntung di Pulau Kalimantan, pemberian nama tersebut dikarenakan Putra Salju berhasil menyelamatkan dokumen desa saat terjadi banjir besar di Parit Tiga.
Daerah dimana Putra Salju tinggal merupakan daerah terpencil yang masih jauh dari sentuhan tehnologi. Ada media elektronik seperti televisi, namun hanya beberapa saja yang memilikinya. Hiburan masyarakat khas desa seperti dangdut pun hanya bisa disuguhkan saat-saat tertentu saja, seperti ketika ada penduduk desa Parit Tiga atau desa tetangga yang sedang mempunyai hajat lalu menampilkan musik dangdut sebagai hiburan.
Tak hanya dari sisi hiburan saja, bahkan untuk berbelanja atu menjual hasil kebun, Putra Salju dan penduduk Parit Tiga untuk pergi ke pasar membutuhkan waktu setengah jam lamanya dan itupun harus mendayung melintasi sungai Guntung karena perahu merupakan transportasi utama yang menghubungkan antara Parit Tiga dan Sabantan Besar
Putra Salju bukanlah seorang anak yang terlahir dari keluarga yang kaya. Melainkan Putra Salju lahir dari keluarga yang miskin. Ayahnya sebagai penjual jagung dan ibunya sebagai penjual sayuran. Bahkan, untuk membeli peralatan sekolah seperti sepatu, Putra Salju harus bekerja sendiri mencari uang . Namun, Putra Salju terlahir dari rahim seorang ibu yang mempunyai impian besar terhadap masa depan Putra Salju nantinya. Putra Salju tumbuh dari didikan seorang Ayah yang menginginkan kelak Putra Saju bisa menjadi seorang Ilmuwan seperti Bacharuddin Jusuf Habibie. Sedangkan sang ibu menginginkan agar kelak Putra Salju menjadi pengusaha sukses sesukses Muhammad Jusuf Kalla serta menikah dengan gadis Bugis untuk mempertahankan kemurnian asalnya.
            Putra Salju seperti anak berusia belasan tahun lainnya yang menyukai petualangan dan selalu ingin tahu tentang apa yang ada di sekitarnya. Lewat tokoh Putra Salju ini Salman El-Bachri mengajarkan pada kita agar tidak mudah percaya begitu saja pada suatu kebiasaan yang memang telah lama dilakukan. Kerana bisa saja kebiasaan tersebut hanya bersifat fiktif belaka, namun masyarakat terlalu mengagung-agungkan sehingga terkesan mistis.  Walaupun Putra Salju umurnya masih belasan tahun Putra Salju memiliki inisiatif yang cukup cerdas untuk mendapatkan jawaban dari apa yang ingin diketahuinya secara jelas.
Usaha Putra Salju untuk menjadi yang terbaik untuk masa depannya tentu saja membutuhkan pengorbanan yang tak sedikit dan tak mudah. Putra Salju yang tinggal di daerah terpencil jauh dari akses tehnologi dan masih minimnya pendidikan harus berjuang keras untuk bisa meneruskan pendidikannya. Hingga akhirnya Putra Salju merantau ke Pulau Jawa dan memutuskan untuk menempuh pendidikan Agama Islam secara mendalam di salah satu pondok pesantren di Kabupaten Ponorogo.
Di Ponorogo itulah Putra Salju menjatuhkan pilihan hatinya pada seorang gadis yang bernama Dewi. Dewi bukanlah gadis bugis, melainkan gadis jawa asli. Hal tersebut menjadikan ibu Putra Salju menjadi ragu untuk menerima Dewi menjadi menantunya. Tapi Putra Salju tak patah arang agar ibunya mau menerima Dewi.
Salman el-Bachri menceritakan seolah-olah ini adalah kisah nyata dan akan membuat pembaca yang membaca novel ini akan beranggapan bahwa Novel Putra salju merupakan novel yang ceritanya diadaptasi dari sebuah pengalaman perjalanan hidup seseorang. Tapi bukan, novel ini hanyalah karangan fiktif belaka. Namun Salman el-Bachri bisa menyuguhkannya secara nyata.
Membaca novel ini secara tidak langsung mengajak kita untuk belajar tentang budaya adat masyarakat bugis, cara berbahasa masyarakat Bugis, cara masyarakat Bugis menyelesaikan suatu permasalahan, cara masyarakat Bugis mempertahankan ideologi lokalnya dll.
Putra Salju merupakan bacaan ringan yang sangat cocok untuk dibaca para pelajar, karena Putra Salju juga mengajarkan kita betapa kerasnya perjalanan hidup menusia untuk meraih mimpinya untuk membahagiakan orang tua. Bagaimana cara untuk menentukan pasangan dengan baik sesuai dengan agama islam yang telah mengajarkan kita agar tidak berbuat zina.
Novel ini juga menjawab bagaimana seseorang harus berjuang untuk mendapatkan apa yang diinginkannya, tentang pendidikan, tentang agama, tantang komunikasi terhadap sesama, tentang tokoh idola dan pentingnya menolak kata PUTUS ASA.