Selasa, 03 Februari 2015

PELANGGARAN KODE ETIK PSIKOLOGI BAB IX PENELITIAN dan PUBLIKASI



Bab 1

Pendahuluan 

A.    Latar Belakang
Psikolog maupun ilmuwan psikologi saat terjun ke masyarakat untuk mengabdikan ilmu yang dimiliki atau untuk menjalankan profesinya harus memiliki aturan-aturan untuk berkerja secara normatif. Aturan yang mengikat tersebut berguna untuk mengontrol apa yang dilakukan oleh seorang psikolog dan ilmuwan psikolog. Oelh karena itu dalam dunia psikologi khususnya di Indonesia maka disusunlah Kode Etik Psikologi yang mengatur secara keseluruhan bagaimana seorang psikolog dan ilmuwan psikolog bekerja, melakukan penelitian, mempublikasikan penelitian, memberikan layanan, mengatasi situasi klien, asesmen, intervensi, konseling, dll.
Kode etik di Indonesia disusun pada tahun 1979 sejak Kongres I Ikatan Sarjana Psikologi Indonesia (HIMPSI,2010:131) dan sudah mengalami beberapa kali evaluasi untuk mengikuti perkembangan zaman dan kondisi lingkungan masyarakat yang selalu mengalami perubahan.
Dalam makalah ini akan dibahas secara khusus mengenai kode etik psikologi bab XI yang membahas menegnai penelitian dan publikasi yang dilakukan oleh seorang psikolog dan ilmuwan psikologi. Diberitakan di media masa bahawa seorang professor psikologi dari Belanda telah bertahun-tahun melakukan pemalsuan data dan melakukan publikasi.
B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah kasus pelanggaran penelitian dan publikasi seperti apa yang dilakukan oleh professor psikologi Belanda dan professor tersebut dikenakan pasal berapa saja?
C.    Tujuan
Tujuan dari penulisan studi kasus pelanggarn ini adalah dapat mengidentifikasi kasus pelanggaran seperti apa yang dilakukan oleh professor tersebut dan menjelaskan pasal-pasal yang sudah dilanggar oleh professor.
D.    Metode Penulisan
Metode penulisan makalah untuk studi kasus pelanggaran ini ditulis dengan mencari sumber kasus di internet, selanjutnya penyusun menahami kasus pelanggaran yang dilakukan oleh professor kemudian memberikan pembahasan bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh professor tersebut dikenakan pasal apa saja, dan  selanjutnya penyusun memberikan kesimpulan. 

Bab II
Pembahasan

Hidayatullah.com-- Dunia pengetahuan Belanda dikejutkan dengan kasus penipuan yang dianggap terbesar dalam sejarah. Diederik Stapel, yang saat ini adalah mantan guru besar psikologi sosial, menyusun data-data dan penelitian palsu yang diterbitkan dalam puluhan artikel di majalah ilmu pengetahuan. Demikian lansir Radio Nederland (01/11/2011).Guru besar psikologi Universiteit van Tilburg itu dinonaktifkan sejak awal September lalu, setelah ia terbukti menggunakan data palsu untuk publikasi ilmiahnya.
Hasil penyelidikan menunjukkan, Stapel, yang juga mengajar di Universiteit Groningen dan Universiteit van Amsterdam, ternyata mempublikasi tiga puluh tulisan di majalah ilmiah dengan data-data palsu. Saat ini penyelidikan juga dilakukan terhadap 130 artikel lainnya di majalah ilmiah dan 24 tulisan di buku-buku ilmiah.Pim Levelt memimpin komisi yang menyelidiki kasus penipuan ini. Ia mengatakan kasus itu sangat besar, membingungkan dan merusak citra Belanda sebagai negara ilmu pengetahuan. Kasus ini tentu saja menarik perhatian dunia internasional.
Dibuang
Stapel antara lain terkenal di dunia sehubungan penelitiannya yang menyimpulkan bahwa orang yang mengkonsumsi daging akan menjadi lebih agresif. Selain itu ia juga menerbitkan artikel dalam majalah pengetahuan Science, soal eksprimen yang menyatakan orang cenderung melakukan tindak diskriminasi jika berada dalam lingkungan yang banyak sampahnya.Sekarang penyelidikan-penyelidikan itu dan hasilnya bisa dibuang ke tempat sampah.Para ilmuwan Belanda terkejut dengan skandal penipuan ilmiah ini. Universiteit Tilburg dan Groningen melaporkan kasus itu bersama. Sementara Universiteit van Amsterdam akan meninjau kembali apakah mereka mencabut gelar doktor yang diberikan kepada Stapel.
Terkejut
Ketua Persatuan Universitas Belanda, Sjibolt Noorda terkejut dengan besarnya skala kasus penipuan tersebut."Tak dapat saya mengerti, laporan yang baru diterbitkan tersebut, bahwa seseorang menipu secara sistematis. Ini bukan untuk waktu yang sebentar saja. Kejadian ini berlangsung selama bertahun-tahun dan ia melakukan eksperimen ini juga selama bertahun-tahun."Stapel mempersiapkan penelitian bersama seorang asistennya dengan sangat cermat. Dan akhirnya membawa daftar pertanyaan seperti pengakuannya ke sekolah-sekolah. Beberapa pekan sesudahnya ia mempresentasikan penelitiannya itu di hadapan karyawannya. Jika ada seseorang yang menanyakan daftar pertanyaan itu, maka Stapel mengaku tidak memilikinya lagi, karena tidak bisa menyimpan semuanya.
Penyalahgunaan Kekuasaan
Tapi penipuan Stapel tidak hanya mengenai hasil penelitian saja, kata penyelidik Levelt. "Stapel dengan kekuasaan yang dimilikinya mengintimidasi peneliti-peneliti muda. Jika ada seseorang yang terus bertanya-tanya maka ia mengatakan: 'Saya punya hak untuk dipercaya.' Namun yang lebih parah ia dapat berkata: 'Saya jadi ragu, apakah anda bisa mendapatkan promosi.'"Menurut Levelt, penipuan hanya dilakukan oleh Stapel sendiri.
Komisi menyatakan para peneliti dan promovendi lainnya tidak terlibat atau tidak mengetahui tentang penipuan ini. Mengapa penipuan ini bisa berlangsung begitu lama? Komisi menyatakan terutama karena kerja Stapel yang rapih, manipulatif dan penyalahgunaan kekuasaan.Namun universitas-universitas menyadari bahwa mereka juga kurang memperhatikan faktor-faktor ini. Diskusi pasti akan memanas. Karena bagaimana seseorang dapat melakukan praktek-praktek seperti itu dan tidak ada rekan kerjanya yang menyadari atau membongkar hal ini, dapat dikatakan memalukan dunia internasional.
Sementar itu Stapel sendiri menyesal. "Saya sadar, bahwa dengan kelakuan ini saya mengacaukan dan menimbulkan kemarahan di antara kolega dan memalukan dunia psikologi sosial. Saya malu dan saya menyesal," kata Stapel.Ia juga menyatakan bahwa dirinya telah menerima bantuan untuk mencari tahu mengapa hal ini semua bisa terjadi.
Kaget
Farah Mutiasari Djalal, mahasiswa S2 Psikologi Sosial Universitas Tilburg asal Indonesia, mengonfirmasi bahwa para mahasiswa terkejut, kecewa sekaligus marah mendengar kabar penipuan Stapel. “Soalnya data-data yang dipalsukan Stapel dipakai oleh beberapa mahasiswa PhD dalam penelitian mereka,” tutur Farah. “Akibatnya, sejumlah kandidat PhD tertunda kelulusannya karena data mereka tidak shahih.”. “Dosen-dosen juga shock,” tambah Farah. “Mereka kecewa, nggak nyangka. Bahkan ada yang sampai menangis.” Toh, menurut Farah, dosen-dosen Universitas Tilburg lebih memilih bungkam jika mahasiswa — atau “pihak luar” – mempertanyakan kasus ini.
Kepercayaan
Untungnya, tidak ada mahasiswa Indonesia yang jadi korban. “Sampai sekarang sih, setahu saya, nggak ada mahasiswa Indonesia yang menggunakan data-data Stapel,” kata Inggar Larasati, kutip Radio Nederland (02/11/2011).Inggar menyayangkan skandal ini, “Apalagi profesor Stapel kan lumayan terkenal di dunia akademis Belanda.”. Akankah ulah Stapel ini merusak kepercayaan mahasiswa asing terhadap sistem pendidikan Belanda? “Kalau dipikir-pikir sih, iya,” jawab Inggar. “Karena reputasi Universitas Tilburg yang sebenarnya bagus, jadi tercoreng skandal ini.”Di lain sisi Inggar bangga skandal ini terbongkar. “Dan yang membongkar mahasiswa! Ini menunjukkan sisi positif dari dunia akademis Belanda: mahasiswa berani dan diberi ruang untuk mengkritik dosen mereka, dalam hal ini untuk membongkar penipuan seorang guru besar. Artinya, hampir tidak ada hirarki dalam sistem pendidikan di Belanda. ”
Sumber : Hidayah,com (Jumat, 04 November 2011)
Pembahasan
            Dari berita yang dilansir oleh website resmi media online Hidayah.com pada hari Jumat, 04 November 2011, tim penelitaian pelanggaran kode etik makalah ini melakukan pembahasan bahwa Stapel dikenakan tindak pelanggaran sebagai berikut :
A.    Pelanggaran pada Pasal – Pasal HIMPSI
1.      BAB I : Pedoman Umum
·         Pasal 2b ayat 2 (Integritas dan Sikap Ilmiah)
·         Pasal 2b ayat 3 (Integritas dan Sikap Ilmiah)
·         Pasal 2c ayat 1 (Profesional)
·         Pasal 2e ayat 2 (Manfaat)
2.      BAB II : Mengatasi Isu Etika
·         Pasal 4 ayat 3 (Penyalahgunaan di Bidang Psikologi)
3.      BAB IV ( Hubungan Antar Manusia)
·         Pasal 17 (Konflik Kepentingan)
4.      BAB VI : Pernyataan dan Iklan Publik
·         Pasal 28 (Pertanggungjawaban)
5.      BAB IX ( Penelitian dan Publikasi)
·         Pasal 50 (Pengelabuan atau Manipulasi dalam Penelitian)
·         Pasal 53 ayat 1(Pelaporan dan Publikasi Hasil Penelitian)
·         Pasal 54 ayat 1 (Berbagi data untuk Kepentingan Profesional)

B.     Pelanggaran dalam Ethnical Standart for The Reporting and Publishing of Scientic Information (APA)
Standart etika berikut ini diambil dari Prinsip Etis Psikolog dan Kode Etis,yang etrkait dengan pelaporan dan penerbitan informasi ilmiah (APA,2002).
·         Dalam APA, Stapel dianggap melanggar 3 prinsip umum. Yaitu :
·         Principle A : Beneficence and Nomaleficence (Manfaat)
·         Principle B : Fidelity and Responsibility (Integritas dan Sikap Ilmiah)
·         Principle C : Integrity (Profesional)
Karena pada APA, prinsip-prinsip umum tidak masuk kedalam bab maupun sub-bab. Sedangkan dalam HIMPSI, 5 prinsip umum dimasukkan dalam Bab 1 pasal 2 dan iuraikan secara lebih terperinci
·         Poin 1.01 terkait Penyalahgunaan Pekerjaan Psikolog
·         Poin 5.01 terkait Menghindari Pernyataan Palsu atau Menipu
·         Poin 8.10 terkait Berbagi data Untuk Kepentingan Profesional
·         Poin 8.13 terkait Publikasi dan Duplikat Data
·         Poin 8.14 terkait Berbagi Data dalam Penelitian terkait Verifikasi

C.    Manipulasi Data (Fabrication Data)
Fabrikasi dalam konteksi penelitian ilmiah mengacu pada tindakan sengaja memalsukan hasil penelitian, seperti dilaporkan dalam sebuah artikel jurnal. Fabrikasi dianggap sebagai bentuk pelanggaran ilmiah, dan dianggap sebagai sangat tidak etis. Fabrikasi juga dapat dikatakan sebagai tindakan sengaja menyajikan informasi palsu dengan maksud memanipilasi hasil penelitian.
Menurut review dari publication dealing with the causes of scientific misconduct ada bebepara factor yang menjadi alasan seorang peneliti melakukan fabrikasi data. Hal tersebut dapat berhungan dengan struktur kepribadian individu, misalnya narsisme,perasaan pembenaran,keyakinan bahwa ada yang mereka mengetahui jawaban untuk sebuah pertanyaan dan rasa terdistorsi dari realitas. Sedangkan yang menjadi factor eksternal yaitu adanya tekanan karier,iklim kerja yang buruk, konflik interpersonal,perasaan di perlakukan tidak adil dan tidak adanya budaya self-critisims di lembaga  penelian terkait.

D.    Analisis
Dalam kasus diatas, Stapel terbukti melakukan fabrikasi data  untuk publikasi ilmiahnya.Fabrikasi dianggap sebagai pelanggaran ilmiah dan dianggap sebagi sangat tidak etis. Dengan terbuktinya stapel menggunakan data palsu untuk mempublikasihkan tulisan-tulisan ilmiahnya, Stapel dapat dikenakan sangsi kode etik.
Jika dikaji berdasarkan HIMPSI(2010) Stapel melanggal pasal-pasal berikut:
1.      Pasal 2b ayat 2
Bunyi : Psikolog dan atau ilmuan psikologi senantiasa menjaga keteapatan, kejujuran, kebenaran dalam keilmuan, pengajaran, pengalaman dan praktik psikologi.
Analisis :Dalam hal ini stapel tidak menjaga kejujuran dan kebenaran dalam bidang keilmuan psikologi.

2.      Pasal 2b ayat 3
Bunyi : Psikolog dan atau ilmuan psikologi tidak mencuri, berbohong, terlibat pemalsuan (Fraud) tipuan dan distorsi fakta yang direncanakan dengan sengaja memberikan fakta-fakta yang tidak benar.
Analisis : Dalam hal ini stopel melakukan kebohongan dan mengajak asistennya untuk melakukan pemalsuan, tipuan, distorsi fakta yang direncanakan dengan sengaja memberikan fakta-fakta yang tidak benar. Tidak benar karena stapel dan asistennya tidak melalkukan penelitian srcara sistematis melainkan pemalsuan.

3.      Pasal 2c ayat 1
Bunyi : Psikolog dan atau ilmuan psikologi hanya memeliki kompetensi dalam melaksanakan segala bentuk layanan psikologi, penelitian, pengajaran, pelatihan, layanan psikologi dengan menekankan pada tanggung jawab, kejujuran, batasan kompetensi, objektif dan integrasi.
Analisis : Stapel tidak professional dalam menjadi ilmuan psikologi karena dalam melakukan penelitian dan pengajaran tidak memiliki kompetensi yang optimal, dan stapel tidak memiliki tindakan tanggung jawab atas apa yang dipublikasikan atau dikatakannya, kejujuran, batasan kompetensi, objektif dan integrasi.

4.      Pasal 2c ayat 3
Bunyi : Psikolog dan atau ilmuan psikologi menjunjung tinggi kode etik, peran dan kewajiban professional, mengambil tanggung jawab secara tepat akas tindakan mereka, berupaya untuk mengelolah berbagai konflik kepentingan yang  dapat mengarah pada eksploitasi dan dampak buruk.
Analisis : Karena stapel tidak menjunjung tinggi kode etik dan keprofeisionalannya menjadi ilmuan psikologi. Stapel tidak bertanggung jawab atas apa yang publikasikan sehingga menimpulkan dampak buruk dan eksploitasi.

5.      Pasal 2e ayat 2
Bunyi : Psikolog dan atau ilmuan psikologi apabila terjadi konflik perlu menghindari serta meminimalkan akibat dampak buruk; karena keputusan dan tindakan-tindakan ilmiah dari psikolog dan atau ilmuan pikologi dapat mempengaruhi kehidupan pihak-pihak lain.
Analisis : Karena stapel melakukan tindakan-tindakan ilmiah yang memengaruhi kehidupan orang lain dan itu berdampak buruk karena mahasiswa-mahasiswa yang menggunakan data stapel tertunda kelulusan Phdnya.

6.      Pasal 4 ayat 3c
Bunyi : Pelangaran berat yaitu:Tindakan yang dilakukan oleh psikolog dan atau ilmuan psikologi yang secara sengaja memanipulasi tujuan, proses maupun hasil yang melibatkan kerugian bagi salah satu dibawah ini:
1.      Ilmu psikologi
2.      Profesi Psikologi
3.      Pengguna jasa layanan psikologi
4.      Individu yang menjadi pemeriksaan psikologi
5.      Pihak-pihak yang terkait dan masyarakat umum
Analisis : Stapel melakukan pelanggaran berat karena sengaja melakukan manipulasi tujuan proses, dan hasil penelitian sehingga mengakibatkan kerugian pada: ilmu psikologi, profesi psikologi, pihak-pihak terkait dan masyarakat pada umumnya.
7.      Pasal 17
Bunyi : Psikolog atau Ilmuwan Psikologi menghindar dari melakukan peran professional apabila kepentingan pribadi, ilmiah, professional, hukum, financial, kepentingan atau hubungan lain diperkirakan akan merusak objektivitas , kompetensi, atau efektifitas mereka dalam emnjalankan fungsi sebagai psikolog dan atau ilmuwan psikologi atau berdampak buruk bagi pengguna layanan psikologi serta pihak-pihak yang terkait dengan penggunaan layanan psikologi tersebut.
Analisis : Stapel tidak hanya memalsukan data-data penelitian ilmiah,ia juga menggunakan kekuasaan yang dimilikinya untuk mengintimidasi peneliti-peneliti muda. Tindakan yang dilakukan Stapel dapart melanggar etika mengenai konflik kepentingan, dimana seharusnya Stapel sebagai ilmuan psikologi menghindar dari peran professionalnya apabila dipengaruhi kepentingan pribadinya.Jika dilihat lebih lanjut,alasan stapel mengintimidasi peneliti-peneliti muda dan melakukan fabrikasi data karna stapel merasakan adanya tekanan karir. Konflik kepentingan pribadi, Stapel pada akhirnya berakibat buruk bagi pihak-pihak terkait bahkan Nama Negara Belanda sebagai nama ilmuan pun tercoreng.

8.      Pasal 28 ayat 1
Bunyi : Psikolog dan/atau ilmuwan psikologi; dalam memberikan pernyataan kepada masyarakay melalui berbagai jalur media baik lisan maupun tertulis mencerminkan keilmuannya sehingga masyarakat dapat menerima dan memahami secara benar agar terhindar dari kekeliruan penafsiran serta menyesatkan masyarakat pengguna jasa dan/atau praktik psikologi. Pernyataan tersebut harus disampaikan dengan;
·         Bijaksana, jujur, teliti, dan hati-hati
·         Lebih mendasarkan pada kepentingan umum daripada kepentingan pribadi atau golongan
·         Berpedoman pada dasar ilmiah dan disesuaikan dengan bidang keahlian/kewenangan selama tidak bertentangan dengan kode etik psikologi
Analisis : Stapel tidak mencerminkan keilmuannya karena melakukan pemalsuan dalam penelitian sehingga penelitian tersebut merugikan masyarakat. Staple tidak bijaksana, Stapel tidak jujur, dan Stapel tidak berpedoman pada dasar ilmiah karena Stapel tidak melakukan penelitian secara sistematis
9.      Pasal 50 ayat 2
Bunyi : Psikolog dan ilmuwan psikologi boleh melakukan penelitian dengan pengelabuan teknik pengelabuan hanya dibenarkan bila ada alasan ilmiah, untuk tujuan pendidikan atau bila topic sangat penting untuk diteliti demi pengembangan ilmu, sementara cara lain yang efektif tidak tersedia. Bila pengelabuan terpaksa dilakukan, psikolog atau ilmuwan psikologi menjelaskan bentuk-bentuk pengelabuan yang merupakan bagian dari keseluruhan rancangan penelitian pada partisipan sesegera mungkin. Jika memungkinkan partisipan menarik data mereka, bila partisipan menarik diri atau tidak bersedia terlibat lebih jauh.
Analisis : Dalam kasus stapel manipulasi dilakukan tanpa adanya tujuan untuk pengembangan ilmu. Manipulasi dilakukan stafel semata-mata hanya untuk kepentingan pribadi. Manipulasi data yang dilakukan Stapel juga bukan merupakan bagian dari keseluruhan rancangan penelitian.Pelanggaran Stapel dalam memanipulasi data juga terdapat dalam standar etika dari “Prinsip Etis Psikolog dan Kode Etik”, yang terkait dengan pelaporan penelitian yang berisi Psikolog tidak boleh memalsukan data.

10.  Pasal 53 ayat 1
Bunyi : Psikolog dan atau ilmuwan psikologi bersikap professional, bijaksana, jujur, dengan memperhatikan keterbatasan kompetensi dan kewenangan sesuai ketentuan yang berlaku dalam melakukan pelaporan/publikasi hasil penelitian. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari kekeliruan penafsiran serta menyesatkan masyarakat pengguna jasa psikologi.Ayat 1 : Psikologi atau ilmuwan psikologi tidak merekayasa data atau emlakukan langkah-langkah lain yang tidak bertanggung jawab. (missal : terkait pengelabuan, plagiarism, dll).
Analisis :Dalam kasus tersebut Stapel dengan jelas melanggal etika pelaporan dan publikasi hasil penelitian dengan melakukan tindakan rekayasa dan yang pada akhirnya menyesatkan pandangan masyarakat pengguna jasa psikologi.

11.  Pasal 54 ayat 1
Bunyi : Psikolog dan/atau ilmuwan psikologi tidak menyembunyikan data yang mendasari kesimpulannya setelah hasil penelitian diterbitkan
Analisis : Stapel menyembunyikan data penelitian, ketika ada yang bertanya mana bukti bahwa Stapel melakukan penelitian, dan Stapel menjawab bahwa berkas penelitiannya sudah dibuang karena tidak muat disimpan semuanya.

BAB III
Penutup

A.    Kesimpulan dan Saran
Sebagai seorang ilmuwan psikologi atau psikolog yang baik, saat mengabdikan ilmu yang dimiliki dan memberikan layanan jasanya pada masyarakat maka harus sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh asosiasi dimana seseorang bekerja. Seharusnya Stapel mematuhi code of conduct psychology in Natherland. Karena pempublikasian yang dilakukan oleh Stapel tidak hanya merugikan dirinya sendiri yang menyebabkan dirinya dicopot gelar Doktornya, Stapel yang seorang psikolog telah mencoreng nama baik universitas dimana dia bekerja, mencoreng nama baik Negara Belanda, dan mencoreng dunia pendidikan psikologi.
Penelitian palsu yang dipublikasikan merupakan penyesatan sebuah informasi. Karena teori-teori seorang professor terkenal seringkali digunakan sebagai rujukan dalam perkuliahan. Jika teorinya salah diawal atau tidak akurat otomatis ilmu yang diajarkan secara turun temurun juga tidak terpercaya keakuratannya.
Sebagai mahasiswa psikologi yang nantinya akan menjadi ilmuwan psikologi atau psikolog hendaknya sedari awal menyadari aturan pengabdian ilmu dan layanan jasa bidang psikologi agar tidak melakukan pelanggaran kode etik profesi.

Daftar Pustaka :
1.     HIMPSI. 2010.Kode Etik Psikologi Indonesia. Jakarta: HIMPSI.
5.     ETHICAL PRINCIPLES OF PSYCHOLOGISTS AND CODE OF CONDUCT.2010. USA:American Psychological Association.