Sabtu, 02 Maret 2013

Review Usai Menyaksikan Film Hasduk Berpola

 
NB : baca sampai part 3, maka kau akan tahu alurnya lebih jelas.
Tulisan part 1 merupakan tulisan yang menceritakan kesan saya usai menyaksikan film Hasduk Berpola. Semoga menarik perhatian kalian untuk melihat filmnya ya ..

HASDUK BERPOLA : Part 1 (review film)
 Kesan Usai Menonton Film Hasduk Berpola
Hasduk Berpola, Menggetarkan Jiwa Nasionalisme Kita”
Oleh : Yeni Ayu Wulandari siswi SMAN 2 Bojonegoro

                        Tersentuh dan menjadi sadar akan tanggung jawab sebagai warga negara Indonesia yang berkewajiban untuk menjunjung semangat nasionalisme setelah melihat film Hasduk Berpola. Adegan yang diperankan oleh Bangkit Prasetyo benar-benar bisa membuat hati saya tercengang. Bangkit Prasetyo yang memerankan tokoh Budi dalam film Hasduk Berpola benar-benar menghayati perannya. Walapun pada saat proses syuting dulu harus mengulang berkali-kali. Tak bisa dipungkiri jika film Hasduk Berpola bukanlah film yang berembel-embel MATOH. Melainkan benar-benar MATOH.          
                        Film Hasduk Berpola banyak memberikan pesan moral yang tersirat bagi yang menyaksikannya. Pesan moral tersebut sebenarnya memiliki satu tujuan, yaitu membangkitkan lagi gairah semangat nasionalisme. Banyak hal yang dapat dicontoh dari cerita di film Hasduk Berpola, seperti kegigihan Budi dalam mengikuti kegiatan pramuka, semangatnya mencari uang untuk membeli hasduk, pilihan yang dilakukan Budi untuk menyaingi Kemal dengan pilihan yang baik yaitu bukan tindakan anarkis melainkan mengikuti ekstra pramuka, dll.
            Saya sampai meneteskan air mata di ending film tersebut karena endingnya benar-benar menggetarkan batin saya. Saya menjadi malu, karena saya sendiri juga merasakan bahwa semangat nasionalisme yang ada dalam diri saya secara perlahan-lahan mengalami kemunduran. Bisa dicontohkan ketika pada saat upacara bendera berlangsung setiap hari senin, pembina upacara akan membacakan pancasila dan harus diikuti semua peserta upacara, namun terkadang saya tak ikut membaca, malah berbicara dengan teman atau diam.
Hal ini tentu saja tidak terjadi pada diri saya saja, saya yakin pelajar di era modernisasi sekarang ini juga banyak melakukan hal tersebut. Bahkan lagu Indonesia Raya atau lagu-lagu nasionalisme lainnya saja kadang lupa liriknya.
Miris melihat kenyataan tersebut, padahal saya sebagai generasi muda wajib memiliki rasa nasionalisme yang kuat, wajib memiliki cinta kasih terhadap bangsa dan negara, wajib menghargai jerih payah para pahlawan-pahlawan yang telah gugur di medan perang.
Oleh karena itu saya merekomendasikan untuk semua kalangan khususnya pelajar agar menyaksikan film Hasduk Berpola 21 Maret mendatang di bioskop kesayangan anda. Film Hasduk berpola tayang selama 100 menit. Film Hasduk berpola tak hanya diperankan oleh anak-anak Bojonegoro yang notabenenya baru memasuki dunia perfilman, melainkan juga diperankan oleh beberapa bintang ternama seperti Alisia Rininta, Meitha Thamrin, Petra Sihombing, Calvin Jeremy, Fay Nabila, Iga Mawarni, Idris Sardi dan Ranti Purnamasari.
Menyaksikan film Hasduk Berpola berarti menyaksikan keindahan kota Bojonegoro. Saya sangat bangga, karena di kota saya ini digunakan latar film layar lebar nasional. Sekarang, ketika ada orang menanyakan dimana sih Bojonegoro itu? Maka kami seluruh pelajar Bojonegoro akan bisa menjawab dengan bangga. Lihatlah film Hasduk Berpola, maka kau akan tahu keindahan kotaku tercinta.
Saya takjub dengan proses pengambilan gambar film Hasduk Berpola. Karena siluet senja dan kehidupan masyarakat di Waduk pacal bisa terbadikan dengan indah dalam cerita Hasduk Berpola. Tak hanya itu, Harris Nizam juga menggunakan Bumi perkemahan di Desa Klino (Lereng Gunung Pandan atau Pegunungan Kendheng) yang jaraknya jauh dari kota dan untuk menuju tempat tersebut jalannya cukup sempit dan berbahaya, ada pula Khayangan Apia tau api abadi yang merupakan icon kota Bojonegoro, Alun-alun kota Bojonegoro, kehidupan pekerja pengeboran minyak di Wonocolo yang mengambil minyak mentah dari perut bumi dengan cara tradisional, kehidupan masyarakat di pinggiran Bengawan Solo, dll.
Saya pernah pergi ke Klino, melewati Bumi Perkemahan atau hutan yang digunakan untuk kegiatan persami dalam film Hasduk Berpola, orang Bojonegoro mengatakan bahwa tempat tersebut adalah Atas Angin akrena di tempat etrsebu dapat melihat bentang alam pegunungan Kendheng. Bahkan saya pernah mengalami kecelakaan disitu beberapa minggu lalu. Sungguh, Harris Nizam merupakan sutradara yang ‘jos’ tenan, rela menjelajah sampai pelosok terpencil demi mendapatakan film yang memikat.
Film Hasduk Berpola bukan sekedar film nasionalisme yang menceritakan kehidupan Masnun (kakek Budi) yang merupakan pensiunan veteran dan saksi bisu perobekan bendera di Hotel Majapahit atau dulunya Hotel Yamato Surabaya. Bisa dikatakan film Hasduk Berpola merupakan film yang menceritakan budaya Bojonegoro. Jadi bagi kalian yang menyaksikan film Hasduk Berpola dan bukanlah masyarakat Bojonegoro, kalian bisa mengetahui budaya Bojonegoro dari film tersebut. Budaya yang saya maksud meliputi bahasa dan logat bicara tokoh, kehidupan masyarakat Bojonegoro di pengeboran minyak, di pinggiran bengawan solo, di waduk pacal, dll.
Hasduk Berpola akan menggetrakan jiwa kalian untuk lebih memiliki jiwa nasionalisme. Karena melihat film ini akan membuat diri kita malu sendiri. Bagaimana tidak?
Seperti yang dilakukan oleh Budi yang disekolah punya saingan berama Kemal, untuk menyaingi Kemal Budi mengikuti pramuka agar mampu mengungguli Kemal. Hal ini merupakan sikap positif yang patut ditiru, karena kebanyakan anak zaman sekarang lebih sering melakukan persaingan dengan tindakan anarkis atau perbuatan tercela.
Selain itu betapa menggeloranya semangat Budi untuk mengikuti Jambore di Surabaya dan mengibarkan bendera merah putih di Hotel Majapahit demi memenuhi kewajiban kakeknya di dulu.
Menyaksikan film ini tidak akan membuat kita bosan, karena banyak adegan lucu didalamya. Tak hanya adegan lucu saja, adegan sedih disini kan benar-benar memikat siapa saja yang melihatnya karena benar-benar terasa natural dan menyentuh perasaan.


¥¥¥¥¥¥¥¥¥¥¥¥


Tulisan saya yang part 2 berupa surat. Dalam surat ini saya menuliskannya untuk Elang, sahabat saya yang tengah kuliah di Bandung. Elang hanyalah perumpamaan saja. Sesungguhnya surat ini saya tujukan untuk seluruh warga negara Indonesia. Khususnya masyarakat Bojonegoro. Dan utamanya untuk masyarakat Bojonegro yang tengah berada di luar Bojonegoro entah untuk bekerja, pindah atau menempuh pendidikan. Semoga dengan tulisan ini pembaca bisa lebih mudah memaknai keinginan saya. Saya ingin semua kalangan, khususnya pelajar menyaksikan film Hasduk Berpola. Karena menurut saya, menulis dengan gaya surat akan udah dipahami.


HASDUK BERPOLA : Part 2 (semacam surat)
Sepucuk Surat Untuk Elang
“Lang, Lihatlah Film Hasduk Berpola. Maka Kau Akan Semakin Cinta pada Pramuka, Bojonegoro, dan Terlebih Pada Indonesia.“
            Untuk : Seseorang yang tengah dirindukan oleh Senja.
                        Lang, apa kau sudah mendengar gembar-gembor dibuatnya film Hasduk berpola di kota minyak ini beberapa bulan lalu? Yang tak lain adalah kota kita sendiri, kota tempatmu dilahirkan. Lang, kau yang ada di Bandung haruslah melihat film ini di bioskop 21 Maret mendatang. Rugi jika kau tak melihatnya. Melihat film Hasduk Berpola mungkin bisa menuntaskan kerinduanmu pada Bojonegoro.
Lang, di film Hasduk Berpola 80% settingnya di ambil di Bojonegoro. Jum’at 1 Maret 2013 aku bersama ratusan pelajar SMA di Bojonegoro berkesempatan menyaksikan gala premiere film Hasduk Berpola di Gedung Angling Dharma Pendapa Malowopati. Aku merasa sangat bahagia, bersyukur sekali karena setidaknya aku bersama teman-teman bisa menyaksikan film Hasduk Berpola secara eksklusif. Bagaimana tidak? Disana aku dapat bertemu dengan pemain utama, sutradara dan penulis naskah Film Hasduk Berpola. Bahkan aku, Alin, Olivia dan Elisma sempat mewawancarai sang sutradara dan sang penulis naskah.
Lang, sutradara Film Hasduk Berpola namanya Harris Nizam. Pria yang berpawakan tinggi itu sepertinya keturunan Arab. Kau bisa melihatnya sendiri, carilah di Google dan ketik nama Harris Nizam yang juga merupakan sutradara dari film Surat Kecil Untuk Tuhan.
Dan penulis naskah Film Hasduk Berpola tak lain adalah putra daerah sendiri. Beliau bernama Bagas Dwi Bawono yang 40 tahun lalu lahir di Kelurahan Kadipaten. Sekarang ini beliau menetap di Jakarta dan sehari-hari bekerja sebagai arsitek atau kontraktor. Lang, dulu Pak Bagas bersekolah di SDN Kadipaten 2 lalu di SMP 1 Bojonegoro selanjutnya belajar di SMAN 1 Bojonegoro. Lang, Pak Bagas menyukai dunia sastra. Semasa SMA Pak Bagas menjadi Pimpinan Redaksi (baca: pimred) majalah Ganesha.
Lang, Pak Bagas tak hanya menulis naskah film Hasduk Berpola saja. Melainkan sudah banyak karya beliau seperti cerpen dan puisi yang sudah ditulisnya. Dan sampai saat ini beliau berujar bahwa sudah ada 1000 karyanya yang terdiri dari puisi dan cerpen. Bahkan, tahun ini beliau tengah menyelesaikan dua naskah film lagi yang bertemakan nasionalisme dan saspen.
Lang, niatan Pak Bagas menulis cerita Film Hasduk Berpola bukanlah untuk komersil semata. Melainkan untuk tujuan sosial. Hati beliau sungguh mulia, beliau sangat mempedulikan nasib generasi masa depan. Kau tahu kan jika negara kita ini adalah ladang korupsi. Tempat dimana para orang-orang yang kunamai para koruptor tengah  menjalankan aksinya dengan leluasa, meraup uang negara untuk keuntungan pribadi. Mereka lah penjahat yang patut kita benci, para penjahat yang bersliweran dengan menggunakan mobil-mobil mewah, para penjahat yang dapat berplesiran mengelilingi dunia, para penjahat yang mendiami rumah-rumah elite dan para penjahat yang setiap hari mendapatkan asupan gizi dari restoran mewah. Bukan para penjahat yang tinggal di rumah-rumah sempit yang melakukan kejahatan untuk menyambung hidup, untuk menghidupi keluarga atau untuk membuat dapur si istri agar tetap bisa mengepul. Bukan Lang, kau paham kan? Dimana-mana selalu tersiar kasus korupsi atau KKN, baik di media massa, radio, dunia maya atau televisi.
Lang, sungguh miris kenyataan ini kalau para koruptor dibiarkan berkeliaran di lingkungan tempat kita tumbuh. Oleh karena itu dibuatnya film ini bertujuan untuk mengajak anak-anak Indonesia mencintai bendera, negeri dan para pahlawannya. Karena anak-anak yang mencintai negeri tidak akan tega melakukan korupsi.
Film Hasduk berpola patut diacungi jempol. Seperti slogan kota kita, Bojonegoro MATOH, film ini memang benar-benar MATOH. Masyarakat Bojonegoro sendiri khususnya kalangan pelajar sangat apresiasif dengan film ini. Usai menyaksikan film ini, beranda twitter dan facebookku penuh dengan twit dan update status tentang film Hasduk Berpola. Bahkan Kang Yoto pun turut memberikan apresiasi terhadap film tersebut. Hal ini kuketahui setelah membaca Berita Utama Radar Bojonegoro Minggu Pagi. Kang Yoto secara pribadi mengungkapkan kebanggaannya karena di Bojonegoro ada film sehebat ini dan anak-anak Bojonegoro mampu menjadi bintang film yang luar biasa.
Memang ya Lang, sudah sepatutnya kita sebagai masyarakat Bojonegoro juga harus turut mempromosikan film ini melalui jejaring sosial. Aku harap, kau juga mau mempromosikannya lewat akun facebook dan twittermu. Dan tentu saja di kalangan teman-temanmu kuliah, organisasi atau cangkruk.
Lang, pemeran utama Film Hasduk Berpola adalah anak Bojonegoro juga. Sekarang dia tengah bersekolah di SMPN 1 Bojonegoro, dulunya sekolah MIN Kepatihan. Lang, akan kuceritakan sedikit saja cerita Film Hasduk Berpola. Jangan marah ya, lebih baik kau lihat secara langsung di bioskop agar lebih puas. Eh menurutku kau WAJIB melihatnya. Harus Lang, dan anggap saja ketika sedang melihat film tersebut kau sedang berada di kota sendiri.
Bagini ceritanya :
Budi (12 thn) adalah seorang anak janda bernama Rahayu yang sehari-harinya bekerja sebagai penjual nasi rawon. Budi memiliki adik bernama Bening (10 thn). Budi, Bening dan Ibunya tinggal dirumah bersama Kakeknya yang bernama Masnun. Ayah Budi dan Bening sudah meninggal, dan kakeknya adalah seorang pensiunan veteran yang juga seorang pejuang yang menjadi saksi peristiwa perobekan bendera di Surabaya, tepatnya di Hotel Majapahit yang dulunya bernama Hotel Yamato.
. Kehidupan keluarga Masnun bersama anak dan cucunya sangat sederhana. Masnun tak mendapatkan pensiunan dari jasanya sebagai pahlawan di era kemerdekaan dulu, hingga akhirnya bekerja sebagai kuli angkat minyak di pengeboran minyak Wonocolo. Merasa tubuhnya sudah mulai ringkih, Masnun memututskan berhenti bekerja di Wonocolo dan memilih membuka usaha reparasi sepeda.
Budi yang masih SD mempunyai saingan yang bernama Kemal. Untuk mengalahkan Kemal, Budi mengikuti ekstrakulikuler Pramuka di sekolahnya. Dengan bekal niat untuk belajar Pramuka, Budi datang ke sekolah dengan pakaian pramuka saja. Tanpa menggunakan hasduk, topi, emblem, tali yang diikatkan di sabuk, dll.
Tentu saja untuk menjadi pramuka sejati haruslah mengenakan pakaian pramuka dengan atribut yang lengkap. Budi yang tak mempunyai uang untuk membeli atribut pramuka harus bersusah payah bekerja untuk membeli atribut-atribut tersebut. Usaha Budi membuat Bening iba, hingga akhirnya Bening membuatkan Budi hasduk dengan merobek sprei  Barbie warna merah marun kesayangannya. Dan dari gambar Barbie itulah disebut hasuk milik Budi disebut hasduk berpola.
Lang, begitulah ceritanya. Sedikit saja ya. Jika kau ingin tahu endingnya kau harus melihatnya di bioskop 21 Maret mendatang. Sinopsis yang kuceritakan tadi belum mencapai adegan klimaksnya. Yang jelas kau harus melihatnya. Balaslah suratku ini setelah kau melihat film Hasduk Berpola.
Lang, film Hasduk Berpola adalah film sederhana namun dibalik kesederhanaan film tersebut terdapat banyak pesan moral yang yang harus kita tiru. Semangat budi tentang cintanya terhadap pramuka dan cintanya terhadap Indonesia. Lang, semangat nasionalisme Budi sangatlah menggelora, padahal usianya masih 12 tahun. Otomatis kita yang sudah dewasa ini haruslah meniru semangat Budi, karena terkadang kita saja masih ogah-ogahan aktif di dunia pramuka, bahkan sila Pancasila dan Lagu Indonesia Raya saja kita lupa kalimatnya. Lang, miris jika sebagai generasi bangsa tapi lupa pada Indonesia, lupa pada kewajiban kita yang harus menjunjung tinggi semangat nasionalisme. Ya, kita sebagai generasi emas masa depan harus meniru semangat Budi. Bukankah begitu? Setuju kan kamu?
                                                                                                 
Bojonegoro, 3 Maret 2013 (15.32)                                                                                          
           Senja


¥¥¥¥¥¥¥¥¥


Tulisan Part 3 merupakan berita yang saya tulis usai mewawancarai penulis naskah Film Hasduk Berpola. Tulisan ini untuk menguatkan pembaca bahwa sang penulis melalui film ini sangat mengharapkan semangat nasionalisme masyarakat semakin meningkat. Masyarakat bisa meniru sisi baik atau semangat Budi sebagai pemeran utama.


HASDUK BERPOLA : Part 3 (semacam berita)
 Ulasan Wawancara Dengan Penulis Naskah
Hasduk Berpola, Berawal Dari Kelalaian Menyanyikan Lagu Nasional di Sidang Paripurna 3 Tahun Silam”

                        Bertemu dengan penulis naskah dan sutradara dari film Hasduk Berpola merupakan  kebanggan tersendiri bagi saya. Namun masih ada kebanggan bagi kalian semua (baca: masyarakat Bojonegoro) karena syuting film Hasduk berpola 80% dilakukan di Bojonegoro dan 20% di Surabaya. Penulis merupakan putra asli Bojonegoro yang berarti masih menjadi bagian dari Bojonegoro. Dan sang sutradara yang tak lain adalah Harris Nizam dalam member sambutan usai pemutaran film Hasduk Berpola Jum’at malam lalu juga telah menyatakan bahwa sudah merasa menjadi bagian dari keluarga besar kota Bojonegoro. Tentu saja kami sebagai masyarakat Bojonegoro menyambut baik pernyataan sang sutradara. Dan masih ada lagi kebanggaan bagi kita semua, pemain-pemain cilik yang memerankan tokoh Budi dkk adalah anak-anak Bojonegoro sendiri.
            Bojonegoro menjadi terangkat pamornya dengan adanya pembuatan film Hasduk Berpola di beberapa titik tempat di Bojonegoro. Sudah sepatutnya kita mengucapkan terimakasih untuk sang penulis naskah, yaitu Bapak Bagas Dwi Bawono. Berkat beliau kota kecil ini menjadi kota yang serasa hidup kembali, kota kecil ini menjadi terkenal se-Nusantara karena film ini tentu saja akan diputar serentak di bioskop-bioskop seluruh Indonesia pada 21 Maret mendatang.
            Ketika saya mewawancarai Pak Bagas D. Bawono di Gedung Angling Dharma usai menyaksikan pemutaran film Hasduk Berpola, saya bertanya mengenai proses kreatif penulisan naskah film ini, beliau bercerita bahwa cerita dari film ini awalnya adalah sebuah cerita pendek atau cerpen. Cerpen yang berjudul Hasduk Berpola ditulis oleh Bagas D. Bawono 3 tahun silam, cerpen Hasduk Berpola sendiri ditulis oleh beliau dikarenakan pada saat menghadiri sidang paripurna DPR pada 14 Agustus 2009 ketua DPR RI yaitu Bapak Agung Laksono lupa menyanyikan Lagu Indonesia Raya. Padahal sidang tersebut juga dihadiri oleh Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kejadian tersebut membuat Pak Bagas D. Bawono geram. Oleh karena itu sebagai ungkapan kekesalannya ditulislah cerita pendek berjudul Hasduk Berpola yang sekarang ini berhasil diangkat menjadi film layar lebar. Pembuatan naskah atau scenario yang awalnya adalah sebuah cerpen digarap Pak Bagas dengan seorang novelis bernama Kirana Kejora. Pak Bagas D. Bawono juga berujar untuk menjadi naskah yang baik, naskah film Hasduk Berpola mengalami revisi  14 kali.
            Cerita Hasduk Berpola bisa sampai ke tangan sutradara Harris Nizam karena melalui perantara yaitu Ibu Era Soekamto yang seorang designer. Era Soekamto  merupakan teman Bagas D. Bawono dan Harris Nizam. Jadi, Era Soekamto lah yang menceritakan pada Harris Nizam bahwa dia (Era) mempunyai teman yaitu Bagas D. Bawono yang memiliki naskah film bertemakan nasional.
            Didampingi Bapak Kosnan Daka yang menjabat sebagai Asisten 1 DPRD Kabupaten Bojonegoro, Bagas D. Bawono menceritakan keresahannya akan keadaan Negara Indonesia yang semakin hari semakin suram. Suram disini maksudnya karena Indonesia perlahan-lahan menjadi negara yang masyarakatnya mulai kehilangan sikap nasionalismenya.
            Ketika saya bertanya mengapa Pak Bagas memilih Bojonegoro sebagai latar cerita, ada tiga alasan yang dikemukakan oleh beliau. Yang pertama karena Pak Bagas memang asli orang Bojonegoro dan menempuh pendidikan dari TK-SMA di Bojonegoro. Alasan yang kedua, Bapak Suyoto selaku Bupati Bojonegoro bersedia memberi kemudahan dalam mengurus perijinan tempat dan Pak Yoto memberi dukungan penuh selama proses pembuatan film. Sedangkan alasan yang ketiga disebutkan oleh Pak Bagas bahwa beliau ingin Bojonegoro dikenal di Indonesia sebagai kota yang indah dan penuh semangat.
            Pak Bagas juga bercerita bahwa tujuan utama penulisan naskah film ini untuk mengajak anak-anak Indonesia mencintai bendera, pahlawan dan negeri Indonesia tercinta. Karena menurut Pak Bagas, anak-anak yang mencintai negeri tidak akan tega melakukan korupsi.


Lomba Menulis Surat Untuk Kang Yoto


SURAT UNTUK KANG YOTO ( Surat 1) : Diknas Memprogramkan Pembelajaran atau Muatan Lokal Sejarah Bojonegoro

                                                                         
                                                                                Bojonegoro, 22 Februari 2013
                                                                                                                                                                                                                                                            Untuk : Kang Yoto
       
                                                                                                      Di Kediaman

Assalamualaikum wr.wb

Kang Yoto yang saya hormati, masyarakat yang kabupatennya mempunyai Motto “Jer Karta Raharja Mawa Karya” tengah bersuka cita menyambut Kang Yoto sebagai pemimpin yang kembali terpilih di pemilu Bojonegoro untuk masa kepemimpinan tahun 2013-2018, Kang Yoto yang saya banggakan dan saya kagumi karena cintanya terhadap dunia pramuka, selamat menjadi Bupati terpilih, selamat bekerja menjadikan kota ini menjadi lebih MATOH lagi.
Perkenalkan nama saya Yeni Ayu Wulandari. Saya tengah mengenyam pendidikan di SMAN 2 Bojonegoro kelas XI IPS 1.
Kang, saya tertarik dengan puisi-puisi yang Kang Yoto tulis dalam Buku Kumpulan Puisi Jagad Para Murid. Kapan Kang Yoto akan menerbitkan buku kumpulan puisi lagi? Puisi Kang Yoto menjadikan saya lebih bersemangat lagi belajar di sekolah. Andai saja Kang Yoto memiliki banyak waktu senggang, saya ingin sekali berbagi cerita atau sekedar berdiskusi tentang dunia menulis puisi. Tapi sepertinya keinginan itu harus saya singkirkan dari benak saya. Selaku Bupati Bojonegoro tentu saja Kang Yoto sibuk dengan urusan pemerintahan. Alhasil, saya sangat senang dengan diadakannya lomba menulis surat ini. Karena ada media bagi saya untuk mencurahkan unek-unek saya.
Kang, untuk pendidikan 2013 di semester baru mendatang saya menginginkan Diknas memprogramkan pembelajaran atau muatan lokal sejarah Bojonegoro. Mengapa? Karena saya sendiri sebagai pelajar di Bojonegoro merasa harus mengetahui cerita, tuturan dan silsilah Bojonegoro dimulai dari zaman Pra Sejarah, zaman Kerajan Majapahit, zaman Kerajaan Demak, zaman Kemerdekaan dan zaman sekarang.
Y.B Mangunwijaya seorang tokoh budayawan dan rohaniawan berkata bahwa tanpa mempelajari sejarah bagaimana seseorang dapat bercerita? Tanpa diajarkan sejarah, bagaimana seseorang akan mengenal tanah tumpah darahnya. Oleh karena itu saya merasa haus akan asupan pengetahuan sejarah kota Bojonegoro, mungkin hal ini juga dirasakan pelajar lainnya.
  Dengan adanya muatan lokal sejarah Bojonegoro berarti kita belajar mememahami jati diri Bojonegoro. Pelajar tidak hanya sekedar tahu bahwa Bojonegoro memiliki cerita foklor Angling Dharma. Bukankah mempelajari sejarah adalah sebagai wujud cinta kasih terhadap nenek moyang dan para pejuang dulu. Karena sejarah adalah sekarang, maka bertindaklah secara historis untuk masa depan, begitulah kutipan kalimat yang disampaikan oleh Muhidin M. Dahlan dalam pembuka buku Ngeteh di Patehan.
Kang, mempelajari sejarah berarti menumbuhkan semangat masa lalu dan semangat itu harus ditiru untuk menumbuhkan kesatuan dan nasionalisme. Belajar sejarah berarti belajar tentang pengalaman hidup yang dapat dijadikan tolak ukur untuk merencanakan pembangunan kehidupan yang lebih baik di masa depan.
Kang, akan terlihat aneh ketika pelajar di Bojonegoro mengetahui siapa Cut Nyak Dien, Pangeran Diponegoro, Tengku Umar tapi tidak tau siapa R. Tumenggung, R. Adipati Aryo, Tumenggung Tirtonoto, Pangeran Mas Tumapel. Padahal Pangeran Mas Tumapel yang namanya diabadikan menjadi salah satu nama jalan di Bojonegoro merupakan tokoh lokal Bojonegoro  sama halnya dengan Cut Nyak Dien dan Tengku Umar yang merupakan tokoh lokal Aceh.
Betapa penting mempelajari sejarah kota sendiri karena bisa mengetahui tokoh-tokoh lokal yang berjuang demi Bojonegoro di masa lampau hingga menjadikan Bojonegoro sehebat sekarang pernah diadakan cerdas cermat wawasan sejarah Tuban. Mengapa Bojonegoro tidak ada? Padahal dengan diadakannya cerdas cermat wawasan sejarah Bojonegoro pelajar dapat mengetahui sejarah dan perkembangan Bojonegoro. Jadi tak hanya pengetahuan sejarah nasional dan dunia saja yang mereka ketahui, sejarah lokal juga akan mereka ketahui.
Kang, tercetus dalam benakku sebuah pemikiran ketika ada warga Bojonegoro berada di daerah lain sebagai wakil daerah, bekerja atau yang bersekolah di luar kota ditanya bagaimana sejarah daerah asalnya. Bagi yang tahu tentu saja akan berbagi cerita dengan bangga, bagi yang tidak tahu  akan  menjawab tidak tahu lalu diam. Miris melihat kenyataan jika ditanya hanya diam saja. Kang, hal ini secara tidak langsung menjadi tolak ukur orang lain berpendapat tentang masyarakat Bojonegoro yang tidak tahu jati diri Bojonegoro. Dan faktanya, di Bojonegoro sendiri masyarakat yang mempelajari sejarah Bojonegoro peminatnya masih minim.
Saya mendapatkan informasi dari guru saya sewaktu berbincang-bincang mengenai sejarah Bojonegoro, yaitu pada tahun 1988 pernah diterbitkan buku sejarah Bojonegoro hasil penelitian tim khusus yang pernah dibentuk Bupati Bojonegoro pada masa itu. Tim tersebut mencari informasi ke berbagai sumber, termasuk pergi ke Jakarta dan ke Belanda. Dan hasil penelitian tersebut dicetak  menjadi buku. Saya menemukan buku tersebut di perpustakaan umum, saya ingin meminjamnya untuk saya baca dirumah, tapi pihak perpustakaan tidak mengizinkan saya untuk membawa pulang buku tersebut dengan alasan memang tidak boleh dipinjam untuk dibawa pulang, melainkan harus dibaca di tempat. Padahal saya ingin membaca buku tersebut di rumah. Jika tengah malam saya tak bisa tidur, saya menggunakan waktu saya untuk membaca buku, bahkan jika buku tersebut memikat hati saya, saya akan membacanya sampai menjelang subuh sebelum menyiapkan diri berangkat ke sekolah. Kang, yang saya ketahui dari guru saya, bahwa buku tersebut memang dicetak banyak namun tidak didistribusikan untuk masyarakat atau sekolah-sekolah, melainkan untuk para pejabat yang notabenenya orang pemerintahan saja.
Kang, menurut saya harusnya hasil penelitian itu juga distribusikan di perpustakaan sekolah untuk wacana sejarah. Karena orang Bojonegoro pengetahuan tentang sejarahnya rata-rata hanya sebatas tahu tentang Angling Dharma dan ulasan singkat di situs web Bojonegoro saja. Buku Sejarah Bojonegoro yang tebal itu kurang menarik minat masyarakat. Apalagi minat baca di Bojonegoro masih tergolong rendah. Pelajar sekarang lebih senang mendengarkan daripada membaca dan menulis. Oleh karena itu, pentingnya muatan lokal sejarah Bojonegoro menurut saya perlu diprogramkan di semester mendatang sehingga para pelajar akan mudah menerima pelajaran lewat buku dan ulasan bapak ibu guru.
Kang, saya pernah membaca buku sejarah berjudul Ngeteh Ing Patehan, buku tersebut ditulis oleh 13 warga Yogyakarta yang meneliti seluk beluk Keraton Yogyakarta. Buku Ngeteh Ing Patehan menceritakan tentang sejarah lokal kehidupan Keraton Yogyakarta di Kelurahan Patehan yang terdiri dari Ngadisuryan, Taman, Nagan dan Patehan. Saya pribadi sangat menyukai buku tersebut, apalagi penyusun buku tersebut bukanlah para ahli sejarah, melainkan masyarakat biasa. Ada yang masih mahasiswa , SMA, SMK atau bekerja. Tim tersebut bukanlah utusan pemerintah melainkan panggilan hati nurani karena tak ingin sejarah kampungnya tenggelam oleh peradaban Kang, buku Ngeteh Ing Patehan menjadi bukti nyata bahwa masih ada masyarakat yang mencintai daerahnya, hingga rela meluangkan waktu untuk mencari sejarah daerah asalnya. Haruslah itu ditiru pemuda-pemudi Bojonegoro agar sejarah Bojonegoro tidak tenggelam oleh peradaban.
Kang, dari buku tersebut saya dan beberapa teman sekolah berinisiatif untuk melakukan riset jelajah eksotisme dan tempat-tempat bersejarah di Bojonegoro. Dan kelak hasil riset tersebut akan saya bukukan seperti buku sejarah Ngeteh di Patehan. Ukuran bukunya 17x11 cm, selain ulasan tentang tempat yang dikunjungi tentunya akan disertai gambar. Ukuran buku yang mini dan terkesan segar itu nantinya akan menarik minat masyarakat Bojonegoro untuk membacanya sehingga pemikiran mereka bertambah tahu bahwa Bojonegoro menyajikan banyak eksotisme yang tak hanya Waduk Pacal, Kayangan Api, Tirtawana Dander saja . Masih banyak tempat-tempat menarik yang belum terjamah, seperti Sungai Purba yang ada di Sugihwaras, Kincir Air Sekonang di Temayang, Air Terjun Kedung Gupit di Gondang, dll. Kami akan melakukan riset untuk mengulas tempat-tempat bersejarah. Seperti perempatan Diponegoro yang dinamai perempatan Mbombok oleh masyarakat. Menurut cerita, perempatan jalan Diponegoro disebut sebagai perempatan Mbombok karena zaman dulu di perempatan tersebut terdapat banyak pohon asam, sehingga banyak orang takjub dan berkata mbokmbokmbok ketika melintasi. Contoh lain, kantor PDAM Bojonegoro yang umurnya sudah tua, dibangun di masa penjajahan Belanda sampai sekarang bangunannya masih digunakan oleh pemkab kita. Dua fakta bersejarah tersebut saya ketahui ketika saya mengikuti Bojonegoro Tempoe Doloe yang diadakan oleh Blogger Bojonegoro untuk mengetahui beberapa tempat bersejarah di Kecamtan Bojonegoro.
Kang, jika kedua riset yang akan kami jalani bersama teman-teman berhasil dan dicetak menjadi sebuah buku, kami ingin segera mendistribusikannya untuk masyarakat Bojonegoro. Hal ini kami lakukan sebagai pendobrak semangat pelajar lainnya untuk lebih mencintai dan peduli Bojonegoro. Kang, besar harapan saya di pemerintahan tahun 2013 ini pemkab Bojonegoro mengadakan cerdas cermat wawasan sejarah Bojonegoro, mengadakan program Bojonegoro Herritage untuk mengetahui tempat-tempat bersejarah dan yang lebih penting di jejang SMA khususnya diadakan muatan lokal sejarah Bojonegoro. Para guru sejarah di Bojonegoro diberi diklat atau pelatihan khusus untuk mempelajari sejarah Bojonegoro, jadi ketika proses belajar mengajar berlangsung bisa diselipkan informasi tentang Bojonegoro.
Selain itu dapat pula pemkab melaui dinas pariwisata atau dinas pendidikan  menyelenggarakan Lomba story teling sejarah Bojonegoro, mengadakan festival teater cerita lokal, pameran pariwisata dan sejarah tentang Bojonegoro. Atau bisa juga mengadakan lomba menulis buku sajarah kampung yang nantinya akan sepeprti buku Ngeteh Ing Patehan. Dengan lomba menulis sejarah kampung akan membangkitkan semangat para pemuda-pemudi desa, meraketkan hubugan antara yang muda dan yang tua. Karena secara tidak langsung ketika si tua bercerita akan terselib sebuah nasihat karena pengalaman masa lalu. Dan si muda akan tergugah semangatnya.
Kang, kupersembahkan lagu berjudul BOJONEGORO MAKARYO karya saya dan teman –teman band agar Bojonegoro lebih giat lagi melakukan pembangunan. Saya berharap semoga Kang Yoto berkenan untuk mendengarnya sampai selesai. Jika Kang Yoto menyemangati kami lewat bait-bait puisi Jagad Para Murid, maka kami ingin memberikan semangat untuk Kang Yoto dalam menjalani masa jabatannya melalui lagu BOJONEGORO MAKARYO.
Kang, saya cukup sekian surat saya, saya mohon maaf apabila ada kata atau informasi yang salah dan tidak berkenan di hati Kang Yoto. Semoga Kang Yoto selalu dilimpahi kesehatan dan kemudahan dalam menjalankan rutinitas kerja. Aamiin ..





                                                                                                                           Dari :
         Yeni Ayu Wulandari (Yeni)
Jl. KHR Moh. Rosyid Perum GRI D-16
    Dander Bojonegoro

 

 
SURAT UNTUK KANG YOTO ( Surat 2 ) : Meningkatkan Sumber Daya Pelajar Sebagai Generasi Emas Bojonegoro Melalui Pendidikan Berkarakter .




                                                                                Bojonegoro, 22 Februari 2013
                                                                                                                                                                                                                                                Kepada : Kang Yoto, Bupati Bojonegoro

Di Meja Kerja
                                                                                                                                                Assalamualaikum wr.wb

            Kang Yoto yang saya hormati, yang tengah membaca surat saya di meja kerja, teriring salam dan do’a untuk Kang Yoto dan keluarga semoga senantiasa dilimpahi kesehatan dan kemudahan oleh Allah SWT dalam menjalankan rutinitas kerja. Perkenalkan nama saya Yeni Ayu Wulandari. Saya bersekolah di SMAN 2 Bojonegoro kelas XI IPS.
            Kang, lomba menulis surat untukmu adalah sebuah media yang memberi kemudahan untuk saya sehingga dapat berinteraksi dengan Kang Yoto, saya bisa menyampaikan unek-unek saya untuk kota minyak ini, yaitu mengenai keinginan saya Meningkatkan Sumber Daya Pelajar sebagai Generasi Emas Bojonegoro Melalui Pendidikan Berkarakter .
Kang, kalimat ‘berkarakter’ tentunya sudah tak asing lagi di dengar. Karena dalam dunia pendidikan Mendiknas tengah mengkampanyekan pendidikan berkarakter untuk anak-anak bangsa. Dan tentu saja kampanye kata ‘berkarakter’ memiliki makna yang baik.
Dalam pelajaran sekolah, saya mengambil kesimpulan mengenai makna pendidikan berkarakter, yaitu didasarkan untuk menumbuhkan sikap kejujuran, kedisiplinan, tanggung jawab, solidaritas, amanah, adil, rendah hati, toleransi, dll yang konotasi sikapnya baik. Hal ini dimaksudkan agar generasi penerus bangsa bisa menjadi generasi emas di tahun 2045. Generasi emas yang diprogramkan pemerintah bertujuan agar anak-anak sekolah nantinya menjadi pribadi yang baik serta memiliki jiwa kepemimpinan yang sesuai agama dan pancasila.
Kang, menjadikan pribadi memiliki karakter sesuai agama dan pancasila tidak hanya dilakukan dalam lingkup pendidikan sekolah saja, melainkan dimanapun kita berada, di semua jenjang tingkatan masyarakat. Baik di instansi pemerintahan, perusahan atau di lingkungan sekitar menjadikan pribadi berkarakter perlu dilakukan. Bukankah tidak hanya bapak ibu guru saja yang harus mengkampanyekan pendidikan berkarakter. Melainkan semua pemimpin harus mengkampanyekan pendidikan berkarakter. Setujukah dengan pendapat saya Kang?
Karena jika pemimpin (pemerintahan) turut serta mengupayakan peningkatan pendidikan berakter dan mengimplementasikan makna karakter yang sesungguhnya maka pemimpin dapat menjadi pemimpin baik yang jadi panutan bagi anggotanya, pemimpin itu akan disegani karena memiliki karakter yang tidak mengidahkan akidah hukum islam dan sesuai dengan pancasila.
Kang, tampaknya usaha mengkampanyekan pendidikan berkarakter belum sesuai dengan target. Fakta di lapangan masih banyak dijumpai tindakan anarkisme, tawuran antar pelajar, ketidakjujuran dalam UNAS, seks bebas, penggunaan obat-obatan terlarang, dll. Kasus-kasus tersebut banyak yang terekspos media dan masih banyak pula yang terselubung.
Saya sebagai pelajar yang bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu sangat prihatin dengan keadaan ini, karena di Bojonegoro sendiri masih sering diberitakan bahwa ada pelajar yang mengkonsumsi dan menjual obat-obatan terlarang, kasus tersebut pernah terjadi di tahun 2012 pada bulan Agustus lalu dan diberitakan di Radar Bojonegoro. Selain itu, ketidakjujuran pelaksanaan UNAS yang terekspos media terjadi pada 2011 lalu, yaitu  penyebaran kunci jawaban UNAS yang dilakukan oleh salah satu kepala sekolah di Kecamatan Kedewan. Dan banyak para pelajar terjaring razia karena tengah melakukan hubungan asusila di hotel-hotel tertentu di Bojonegoro.
Kang, apa yang dapat saya lakukan sebagai pelajar agar hal tersebut tidak terus menerus terjadi? Meskipun kasus-kasus tersebut tidak dapat dihapuskan secara bersih, setidaknya bisa diminimalisir. Kang, bukankah arti karakter sesungguhnya adalah kebiasaan. Ya, kebiasaan yang dimiliki setiap pribadi. Dalam ilmu sosiologi, kebiasaan dapat terbentuk karena faktor lingkungan dimana kita tinggal atau membaur dengan masyarakat.
Kang, saya ingin menyampaikan rasa bangga saya atas pemerintahan Kang Yoto di periode sebelumnya. Saya merasakan kota kelahiran saya semakin maju dan berkembang, di sektor pendidikan, sekolah dari TK-SMA bangunannya sudah layak pakai dan pembenahan infrastuktur lainnya tengah gencar dilakukan. Saya senang melihat kawan-kawan seperjuangan yang bermukim jauh dari kota kini dapat menikmati fasilitas pendidikan yang lebih baik. Terimakasih Kang atas pengabdian dan kerja kerasnya menjadikan Bojonegoro menjadi lebih baik dari sebelumnya walaupun di semua sektor tidak bisa menjadi lebih baik secara bersamaan. Oleh karena itu, besar harapan saya semoga di masa jabatan periode ini segala sesuatunya dapat berkembang menjadi lebih baik dan seimbang.
Kang, harapan saya di pemerintahan yang baru ini pendidikan berkarakter lebih sering lagi dikampanyekan agar muda-mudi Bojonegoro menjadi pemimpin yang bersih dari tindakan-tindakan tercela dan generasi emas ini memiliki tindakan yang sesuai dengan agama dan pancasila. Misalnya dengan terus melakukan sosialisasi bahaya seks bebas dan narkoba, lebih sering melakukan razia di tempat-tempat yang sering digunakan seks bebas oleh pelajar atau bahkan kalau perlu tempat-tempat tersebut diberi peringatan yang tegas, tidak boleh memberikan jasa penyewaan untuk anak dibawah 19 tahun. Fakta kejujuran dalam UNAS juga terus dilakukan demi terwujudnya rasa mandiri dan jujur terhadap diri sendiri serta Tuhan YME.
Selain itu, saya harap di tahun 2014 mendatang Bojonegoro lebih sering lagi menggalakkan rasa solidaritas untuk menciptakan kerukunan antar pelajar. Misalnya bhakti sosial, gerakan penanaman pohon, lomba dan pentas seni yang dapat meraketkan hubungan antar pelajar Bojonegoro, membuka forum diskusi, memberikan pembinaan gratis untuk para pelajar berprestasi sesuai bidangnya, di bidang sastra berarti pemerintah harus melakukan workshop dan forum menulis, di bidang seni pemerintah bisa memberikan beasiswa berlatih seni, di bidang olahraga juga pemerintah dapat memberikan beasiswa untuk latihan atletik.
Kang, saya juga berharap gerakan membaca di Bojonegoro juga terus ditingkatkan, pemerintah lebih banyak lagi menganggarkan dana untuk gerakan membaca dengan lebih banyak memasok buku-buku di perpustakaan sekolah dan mendirikan taman bacaan di desa. Karena dengan membaca berarti kita menggenggam dunia, membuka jendela dunia, dan menyelami seluk beluk dunia. Membaca merupakan media penanaman karakter karena dalam buku cerita terdapat tokoh yang memiliki karakter baik, yang akhirnya diidolakan lalu dapat ditiru. Selain itu dengan membaca secara tidak langsung kita tengah mempelajari intisari kehidupan yaitu belajar dari pengalaman seseorang. Lalu pengalaman tersebut kita saring antara mana yang dapat ditiru dan mana yang tidak. Dengan membaca juga dapat menumbuhkan semangat untuk bersekolah. Misalnya saja buku-buku yang dapat menumbuhkan semangat menjalani hidup untuk mengarungi urusan duniawi yang harus melalui proses pendidikan adalah :
1.      Tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata
2.      Trilogi Sepatu Dahlan karya Krisna Pabhicara
3.      Room to Read karya John Wood,
4.      Toto-chan karya Tetsuko Kurayonogi
5.      Ibuk karya Iwan Setyawan
6.      dll.
Jika anak-anak Bojonegoro semangat bersekolah dan memiliki budi pekerti yang baik maka dapat menjadi kebanggaan kota, dapat menjadi wakil seni, olahraga, sastra atau akademik di derah lain bahkan di tingkat provinsi sampai internasional. Dan kelak ketika sudah memiliki pekerjaan dapat menjadi pemimpin yang baik, yang tidak melupakan tanah asalnya. Karena ingat semasa sekolah dulu Bojonegoro benar-benar memperhatikan pendidikan sehingga aku dan teman-teman bisa meraih mimpi, di Bojonegoro aku ditempa, prestasiku kian meningkat, maka aku akan kembali untuknya, mengabdi demi kota tercinta.
Kang, sebagai pelajar saya bersyukur karena dengan adanya pendidikan berkarakter saya dapat belajar mengenai kebenaran dalam bersikap untuk mengambil suatu keputusan. Sehingga kelak kami dapat menjadi pemimpin berkarakter yang memiliki integritas, amanah, jujur, tegas, serta bersih dari korupsi.
Kang Yoto, cukup sekian uraian saya. Semoga keinginan dan usul saya ini dapat bermanfaat untuk kemajuan Bojonegoro. Saya berharap Bojonegoro di pemerintahan Kang Yoto ini menjadi semakin MATOH dan semakin baik di semua bidang. Kang Saya mohon maaf jika terdapat kesalahan kata atau informasi, dan juga apabila terdapat kata-kata yang kurang berkenan di hati kang Yoto. Semoga Alah SWT senantiasi mengiringi jejak langkahmu.
Wassalamualaikum wr.wb

                                                                       
                                                                                                                             Dari :
         Yeni Ayu Wulandari (Yeni)
Jl. KHR Moh. Rosyid Perum GRI D-16
    Dander Bojonegoro