“ Juara 2
dalam lomba Menulis Essai Ibu Perempuan Perkasa di Kehidupan oleh Gus Ris
Foundation pada Januari 2013
Sudah tak asing lagi, jika sosok yang
kerap dipanggil Ibu, Bunda, Umi, Mamah, atau Yonge, Mbok’e, Mak’e (dalam basa jawa) adalah orang yang telah
melahirkan kita ke dunia ini dengan pengorbanan antara hidup dan mati.
Mengandung kurang lebih selama 280 hari atau 9 bulan lamanya, bahkan bisa lebih.
Dan pengorbanan saat mengandung itu terbayarkan sudah ketika terdengar jerit
tangis seorang bayi yang keluar dari rahim seseorang yang disebut Ibu. Acap kali
terdengar doa mereka ketika akan melahirkan, yaitu“ ya Allah ya Tuhanku, lancarkanlah persalinan ini. Selamatkan bayi
yang ku kandung. “
Menjadi anak cerdas, soleh hingga sukses
saat dewasa nanti tentuya tak lepas dari pengorbanan orang tua. Ya, khususnya
kepada Ibulah utamanya kita harus mengucapkan banyak terimakasih. Harus diakui
bahwa sosok yang dipanggil Ibu itu adalah orang terhebat di dunia ini, sosok
yang selalu berusaha menjadi adil untuk orang-orang yang disayanginya
(baca:anaknya).
Islam, agama yang kuanut mengajarkan
bahwa Ibu adalah orang pertama yang harus dihormati dan ditaati 3 kali
banyaknya dibanding dengan Ayah. Diriwayatkan dalam hadist bahwa pernah ada
seseorang yang bertanya kepada Rasulullah SAW siapakah orang yang harus saya
taati dan hormati, kemudiann Rasulullah SAW menjawab yaitu Ibumu, kemudian Ibumu
lagi, dan masih Ibu lagi baru kemudian Ayahmu.
Tentunya Allah juga menurunkan firman
dalam Al-Qur’an agar seseorang selalu taat pada Ibunya, dalam Surat Luqman Ayat
14 yang artinya “ Dan kami perintahkan
kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam
dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan dua orang ibu-bapakmu, hanya kepada-Kulah
kembalimu.”
Allah melarang umat manusia untuk durhaka
pada ibunya, termasuk durhaka saat menghiraukan nasihat Ibu atau menolak perintah
Ibu. Surga itu ada dibawah telapak kaki Ibu. Maka jangan sekali-kali
menyia-nyiakan dan menyakiti perasaan orang yang telah melahirkan kita di dunia
ini. Contoh kecil, seringkali anak muda sekarang ketika disuruh ibunya membeli
bahan dapur di warung dan si anak mengucapkan “ halah “ seraya berdiri dengan malasnya. Padahal mengucapkan kata ah, halah, uh ketika diperintah Ibu
sudah merupakan dosa.
Seringkali juga mendengar Ibu mengomel
dirumah, jika benar-benar dirasakan, sebenarnya omelan dan kemarahan Ibu adalah sebuah nasihat karena rasa cinta
dan sayang pada anaknya. Tapi nasihat itu disampaikan dengan cara yang kurang
halus menurut kalian, begitu kan? Seorang Ibu pasti takkan sekali saja
menasehati anaknya, pasti seorang Ibu akan menasehati anaknya berkali-kali
dengan nasihat yang sama pula. Sekali dua kali tidak mempan, pasti Ibu akan
jengkel dan keluarlah untaian kata reno-reno
yang kau sebut dengan omelan. Mengomel pasti karena ada yang salah dengan
kelakuan anaknya. Seperti sering keluyuran, jarang belajar, tidak mau sholat
dll.
Nasihat Ibu bak suara Tuhan. Nasihat
Ibu, sering meragukan awalnya, apa adanya, tak ilmiah, tak keren, tak penting,
namun di ujung sana nanti, pendapat yang hakikat itu pastilah nasihat Ibu. (
Andre Hirata, 2008, 113)
Untaian kata itu saya kutip dari Novel
Pertama Dwilogi Padang Bulan Andrea Hirata, dalam cerita tersebut Ibu Ikal
memarahi Ikal agar Ikal merantau ke Jakarta untuk mencari pekerjaan. Meskipun
orang tua Ikal masih sanggup membiayai kehidupan Ikal di Belitong tapi tetap
saja sang Ibu mengomeli Ikal bahwa Ikal harus bekerja, percuma Ikal kuliah di
Universitas Sorbone jika ujung-ujungnya
Ikal menjadi pengangguran di Belitong.
Banyak nasihat Ibu yang sepertinya
sepele, kuno, ketinggaalan zaman, cerewet, dll, Contohnya ketika Ibu mengomeli
anak perempuannya yang tak mau mencuci baju sendiri, menyapu rumah, pokoknya
segala kegiatan yang seharusnya dikerjakan wanita dalam urusan rumah, meskipun
dirumah sudah ada pembantu. Hal itu dikarenakan sang Ibu tahu, kelak anaknya
juga akan menjadi seorang Ibu juga dan berpisah dengan orang tua, hidup mandiri
baik ketika kuliah nanti atau saat sudah bersanding dengan kekasih hatinya.
Sama-sama akan menjadi Ibunya, oleh karena itu sedari kecil Ibu mulai mengajari
hal-hal mulai yang sepele sampai yang ribet.
Ibu, ikhlas menjadi guru kehidupan
bagi kita, tak kenal lelah untuk merawat
kita, tak pernah mengenal kata capek pula saat nasehati anaknya. Dan tak takkan
lupa untuk mendoakan anaknya di dua pertiga malam atau setiap sujudnya. Rela
sakit mempertaruhkan hidupya agar kita bisa merasakan indahnya dunia.
Pernahkah kau membayangkan betapa
sakitnya seorang Ibu ketika melahirkan anaknya. Ah tentu saja bagi anak
perempuan pasti akan merasakannya kelak. Tapi bagi anak laki-laki yang
notabenenya kerap dicap sebgai anak pembangkang yang tidak mau mendengarkan
nasihat ibu, hal tersebut perlu dibayangkan oleh kaum lelaki. Sekali lagi,
perlu!
Lahir normal, Alhamdulillah. Lahir
sesar? tak apa memang tapi tentu saja akan mengeluarkan banyak biaya. Namun
banyak pula orang bilang jika melahirkan secara sesar tak bisa merasakan
rasanya benar-benar melahirkan. Tapi itu sama sakitnya, pernah ketika ada acara
pondok ramadhan disekolahku dan ada materi yang menayangkan proses melahirkan melalui
sesar. Perut seorang Ibu yang tengah mengandung besar itu disobek tanpa ampun
oleh Dokter. Melihat alat yang tajam seperti pisau dan gunting saja pasti sudah
membuat bulu merinding dan ingin jauh-jauh. Ah rasanya, tak bisa kubayangkan.
Tak sakit memang awalnya karena dalam keadaan masih dibawah tekanan obat bius, perut
itu disobek hingga keluar darah yang begitu banyaknya. Barulah jabang bayi yang
dikandungnya bisa dikeluarkan dan seketika pecahlah tangisan si bayi yang
membahana seantero ruangan persalinan.
Jika sang Ibu lahir normal, pasti sang
Ibu mampu tersenyum bahagian karena dapat melihat detik-detik pertama kelahiran
anaknya didunia dengan tubuh si jabang bayi yang masih berlumuran darah
diiringi dengan tangisan yang dinantikan selama berbulan-bulan itu,. Tapi jika
lahir sesar? Tentu tak ada momen seperti itu kan.
Sadarkah, bahwa itu adalah bukti
betapa cinta yang Ibu berikan untuk anak yang dilahirkannya begitu tulus dan
ikhlas. Cinta yang tidak akan pernah hilang dan tergantikan oleh siapa pun.
Bertaruh nyawa demi kelahiran seorang anak yang dikandungnya, yang ingin
dibesarkannya, yang ingin dilihatnya menjadi anak yang tumbuh besar dan menjadi
apa yang diingikannya kelak ketika dewasa nanti.
Ibu itu perempuan perkasa dalam hidup,
perempuan terhebat dan terkuat. Banyak cerita tentang keperkasaan wanita yang
disebut Ibu. Berapa banyak peluh yang ibu keluarkan untuk merawat anaknya,
berapa banyak materi yang juga harus dikeluarkan untuk anaknya, berapa kali Ibu
menahan rasa sakit selama proses pertumbuhan sang anak. Tentu saja tak
terhitung dengan bilangan yang dapat kita hitung secara pasti.
Pernahkah kalian membaca Novel Ibuk Karya Iwan
Setyawan?
Haruslah kalian membaca novel
tersebut, dalam novel tersebut diceritakan tentang bagaimana sosok Ibu yang
harus bekerja keras untuk menghidupi keluarga dan menyukseskan anaknya. Tinah
yang berperan menjadi Ibuk berusaha menjadi yang terbaik untuk kelima anaknya.
Ibuk tak pernah tamat SD, suaminya, Sim hanya tamatan SMP. Namun kedua pasangan
tersebut menginginkan anaknya lebih pintar dari orangtuanya, mendapatkan
pendidikan setinggi-tingginya. Ya, Ibuk ingin mengubah takdir keluarga mereka.
Hingga akhirnya kehidupan keluarga
Ibuk bisa lebih baik setelah Bayek, anak ketiga Tinah dari lima bersaudara itu
berhasil menyelesaikan pendidikannya di IPB Bogor jurusan Statisika dengan
program beasiswa dan berhasil bekerja di Jakarta selama 3 tahun. Ibuk dan Ayah
Bayek bekerja keras untuk menghidupi pendidikan Bayek di Bogor, Sim bekerja
menarik angkot yang sudah ringsek dan hampir tak layak pakai. Dan Tinah tetap
saja berurusan dengan dapur mereka yang penuh jelaga, kerap kali pula Tinah
berhutang pada banyak orang untuk membiayai Bayek.
Doa Ibu sangat kuat dan mampu menguatkan
keteguhan hati Bayek dalam perantauannya
untuk terus melangkah maju tanpa mengenal lelah hingga akhirnya Bayek ditawari
bekerja di New York dan menyetujuinya. Dari pengorbanan, doa, nasihat dan kerja
keras dari Ibuk lah akhirnya kehidupan mereka bisa terangkat dan mamu
mengantarkan anaknya menuju kesuksesan
Bagi saya, apapun yang berhubungan
dengan Ibuk selalu membuat saya terharu dan timbulah sifat cengeng saya. Semua
cerita tentang Ibu berhasil menyentuh relung hati saya. Ibu tak pernah mengeluh
dalam menghadapi kehidupan ini, Ibu selalu sabar menerima kenyataan hidup
meskipahit sekalipun.
Namun kerap kali pula kita membuat Ibu
meneteskan air mata, seorang Ibu pasti kecewa ketika nasihatnya tidak dituruti,
ketika omongannya tidak digubris. Orang jawa bilang, omongan Ibu itu malati. Setiap kata yang diucapkan Ibu
adalah doa, maka janganlah sekali-kali meremehkannya agar tak menjadi anak
durhaka seperti dalam cerita Malin Kundang.
Sadar dan ingatlah, bahwa dalam setiap
sujudnya, Ibu tak pernah lupa menyelipkan doa untuk anak-anaknya, memohon
kepada yang Kuasa agar anaknya diberi kesuksekan di dunia maupun diakhirat.
Ingin rasanya membasuh airmata Ibu agar aku bisa memahami jerit hati Ibu ketika
aku mulai tumbuh menjadi anak dewasa yang sering mengecewakan Ibu. Betapa
berharganya dekap pelukan seorang Ibu, apalagi jika Ibu telah tiada.
Ingat lagu Kasih Ibu?
Kasih
Ibu, kepada beta tak terkira sepanjang masa, hanya memberi, tak harap kembali
bagai sang surya mengitari dunia. Lagu tentang cinta kasih Ibu yag sewaktu
kecil sering kunyanyikan bersama Ibu. Singkat, namun memang benar bahwa kasih
ibu tiada ujung dan tiada akhir. Ibu, adalah pahlawan dan sumber inspirasi
terbesar saat ini, besok bahkan dan seterusnya. Dan maaf Ibu, jika cinta anakmu
ini tak sebesar cinta Ibu padaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar