Saat kereta api meninggalkan
dengungannya, saat asap kendaraan menyatu dengan udara malam, saat rembulan
mengalami hal sama yang dialami dua insan yang tengah berlalu di sepanjang
jalan ini.
Sepanjang jalan meninggalkan jejak cerita yang ditinggalkan oleh dua
insan yang tengah meradang hatinya. Ini menjadi cerita bagiku, cerita yang kau
torehkan beberapa waktu lalu saat kita berlalu melewati jalanan malam dalam rinai
hujan untuk mengantarkanku pulang. Sepanjang jalan yang kita lalui meninggalkan
bekas licin karena rinai hujan yang begitu derasnya, di sepanjang jalan pula
dingin terasa begitu menusuk tulang, jarum-jarum hujan membasahi kain yang kita
kenakan, dinginya begitu menembus tulang. Tapi dingin itu sudah tak terasa bagiku.
Di sepanjang jalan pula kereta api berlalu meninggalkan dengungannya,
membuat ocehan yang kutujukan padamu tersamarkan, saat asap kendaraan menyatu
dengan udara malam membuat udara terasa sesak, saat rembulan mengalami hal sama
yang dialami dua insan yang tengah berlalu di sepanjang jalan ini, meradang
hingga tak berani menunjukkan sinarnya. Saat bintang juga tengah gundah hingga
ikut tak memancarkan sinar kemilaunya. Yah, sepertinya suasana malam ini sama
dengan perasaan yang tengah aku rasakan. Gundah. Awan hitam pekat tengah
menyelimuti malam ini, dan mega mendung tengah menyelimuti perasaanku.
Memang terkadang alam bersahabat
dengan manusia. Buktinya bulan dan bintang tengah bersahabat dengan hatiku saat
ini, guratan sinarnya tampak tak begitu jelas. Hanya remang-remang saja.
Seperti tersenyum, tapi kecut senyumnya. Tak jelas apa maknanya. Kadang muncul,
kadang hilang. Muncul saja hanya beberapa saat, tak lama lagi setelah itu
menghilang lagi.
Ingin rasanya mulutku berkata
tetaplah disini bersamaku dan menjadi raja di singgasana hatiku. Biarkan
dinginnya malam ini semakin menambah suasana tenang hatiku saat berada
didekatmu. Walau terkadang tetes air mata ini jatuh bergulir membasahi pipiku
lalu turun ke pundakmu dan membasahi t-shirt beludru yang kau kenakan. Tapi,
apa kau merasakan itu? Rasa hangat atau dinginnya buliran air mataku. Air mata
yang menginginkan jawaban dari sebuah penantian yang terasa amat membosankan.
Sebab hati dan mata ini telah lelah karna kerap kali meneteskan buliran air
mata dan menahan rasa sabar.
Katamu aku seperti anak kecil, manja
dan egois. Tapi memang itulah aku, aku masih perlu dirimu untuk membimbingku
melewati masa yang penuh liku ini. Membiarkanmu berada didekatku selalu akan
menghalau jatuhnya buliran air mata ini.
Setidaknya begitu!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar