Senin, 22 Oktober 2012

Ceritaku yang Kau Anggap Naskah tak Berlaku


Bercerita lewat tulisan lebih menyenangkan daripada harus bercerita lewat omongan. Melalui tulisan, perjalanan hidup akan terdokumentasi dengan baik. Setidaknya saat tua nanti jika aku menuliskan perjalanan hidupku kelak aku bisa membaca dan mengenang lagi memori hidupku di masa lalu saat rambutku sudah mulai memutih dan ingatanku sudah tak setajam dulu lagi. Tak heran jika tiga buku dairy yang sudah kumiliki sejak SMP hingga sekarang ini sudah berganti-ganti buku dan penuh dengan tulisan yang berisi keluhan, ungkapan rasa senang, bingung, sedih juga jenuh. Kuceritakan semuanya melalui rangkaian kata-kata yang muncul begitu saja dalam otakku sebagai perwakilan isi hatiku. Ya, aku menyukainya bahkan sangat menyukai bercerita melalui untaian kata karena terasa lebih indah. Dairy menjadi teman setia yang tak akan pernah lelah mendengarkan isi hatiku, dan dia selalu ada kapanpun aku membutuhkannya. 
Kumulai dan akan kuceritakan padamu sedikit tentang perjalanan hidupku yang akhir-akhir ini lebih terasa menyakitkan dan membosankan..
Sepertinya virus malas mulai menyerangku saat ini. Bahkan kerap kali aku melalaikan kewajibanku sebagai seorang anak yang seharusnya jika berada dirumah membantu orang tua mengerjakan pekerjaan rumah seperti mencuci baju, menyetrika, menyapu, mencuci piring, mengepel dan pekerjaan lainnya. Namun sekarang ini jarang dirumah, lebih sering menghabiskan waktu di luar rumah bahkan baru pulang sampai larut malam. Yang lebih menyedihkan lagi posisiku yang sekarang ini menjadi seorang pelajar punya kewajiban sebagai anak yang harusnya belajar yang rajin agar bisa berprestasi baik akademik maupun nonakademik malah semakin menurun intensitas belajarnya sehingga akhir-akhir ini mulai terasa dampaknya. Ketika ulanganku selalu menghasilkan nilai receh, tugas sekolah yang tak terselesaikan dengan baik bahkan tak jarang otakku tak bisa konsentrasi saat belajar dikelas karena mataku tak kuat untuk melek. Sehingga tak khayal jika aku sering ketahuan guru tidur di kelas. Masalah lain lagi timbul di rumah ketika aku selalu pulang larut malam, memboroskan bensin motor hingga pekerjaan rumah yang seharusnya kukerjakan menjadi terbengkalai dan ibuku selalu mengomel panjang lebar. Ditambah lagi kesehatanku yang semakin menurun akibat telat makan, jarang tidur atau kurang istirahat. Juga ketika keuanganku keluargaku yang  mengalami kemerosotan pemasukan karena keluargaku juga tengah pada posisi kesusahan.
Banyak orang yang mengatakan jika aku sekarang berubah, berbeda dengan Aku yang dulu. Namun apa yang dikatakan mereka memang benar, sudah 4 bulan terakhir ini aku merasakan jika hidupku arahnya tak menentu. Ah, tentu saja setiap permasalahan itu ada akarnya. Dan permasalahan itu juga seperti benang mbulet kata banyak orang. Mengurai benang tersebut agar tidak mbulet lagi pasti butuh proses dan proses tersebut tidak akan berjalan dengan lancar karena pasti ada gagalnya. Pasti itu! Dan setelah kutelisik lebih dalam ternyata awal hidupku menjadi tak teratur lagi adalah masalah yang sepele sebenarnya. Asmara. Sedikit cerita aku dan masa laluku mengakhiri hubungan yang sebelumnya telah kita rajut selama dua tahun. Dua tahun bukanlah waktu yang singkat. Apalagi berakhirnya hubungan ini bukan berakhir dengan baik. Namun berakhir dengan tidak baik.
Sedikit cerita tentang akar permasalahanku kawan, hingga akhirnya aku melampiaskannya dengan banyak cara. Namun aku sekarang sadar, tidak ada permasalahan yang tak bisa diselesaikan. Pasti semuanya bisa diselesaikan tergantung bagaimana cara kita menyikapinya dan kita harus menunggu waktu hingga semuanya akan kembali berjalan normal lagi.
Ya, sepertinya sekarang ini hidupku kurang normal. Bukan tidak normal. Tapi kurang normal akibat ulahku sendiri. Aku yang beberapa waktu lalu mampu membagi waktu antara kewajibanku sebagai pengurus OSIS, sebagai pelajar, sebagai penggiat dunia literasi di beberapa media masa dan sebagai anak dari kedua orangtuaku. Aku masih sering menghabiskan waktu dirumah dengan ditemani tumpukan novel yang menungguku untuk kubaca dan disekelilingku masih ada orang-orang yang selalu setia menemaniku, menasehatiku dan mendukung disetiap langkahku.
Seiring dengan semakin panjang langkah hidup yang harus kulalui dan itu berarti umurku semakin bertambah, sebentar lagi memasuki usia 17 tahun.  Maka, makin banyak pula kewajiban dan tanggung jawab yang harus dipenuhi dengan baik.  Umur yang kata banyak orang menjadi pertanda bahwa anak sedang berada pada proses mendewasakan diri, usia yang sudah diberi kepercayaan seperti memiliki KTP, mengurus SIM, memilih kepala daerah, dll.
Itu kepercayaan secara umum menurut aturan dimana warga Indonesia tinggal. Namun dalam keluarga? Keluargaku misalnya …
Yang terlalu over protektif terhadapku, bahkan juga cuek atau cenderung tak perduli. Menurutku, hal itu bisa dilihat dari sikap kedua orang tuaku yang tak terlalu mendukungku mengikuti ekstra jurnalistik, kegiatan OSIS dll. Merek­­­a menganggap kegiatan seperti itu sama saja buang-buang waktu dan uang. Mereka mengganggap anak sekolah yang biasa-biasa saja itu yang baik. Biasa dalam arti sekolah ya sekolah tidak usah ikut kegiatan yang aneh-aneh seperti itu kata mereka.
Masa sih itu hal aneh. Wajar menurutku. Terus, kalau seperti ini yang aneh siapa? Bukankah dengan mengikuti kegiatan seperti itu aku mendapatkan banyak pengalaman baru yang bisa kujadikan bekal di masa depanku. Jadi, anak sekolah tak harus pintar di bidang akademik saja kan, lebih baik lagi jika diimbangi dengan kemampuan nonakedemik yang memadai.
Lelah mulutku menyakinkan mereka agar mempercayaiku dan memberiku dukungan. Tapi apa? Anggapan mereka sama saja. Menganngap semua cerita dan impianku sebagai naskah yang tak berlaku.
Berbagai banyak pertanyaan berkecamuk dalam benakku. Kenapa orang tuaku melarangku pulang malam? Kenapa mereka tidak mempercayaiku jika aku memang benar-benar sedang sibuk dengan aktivitas sekolahku?
Dan terkadang mereka juga tak mau mendengar alasanku, padahal aku memang tak beralasan. Aku benar-benar lebih memilih menghabiskan waktu diluar rumah daripada harus berada dirumah dengan kondisi yang tak membuatku nyaman. Karna menurutku, biarlah dengan semua kesibukan yang kujalani melalui kegiatan sekolah yang aku ikuti yang mendewasakan diriku. Karna aku memang benar-benar jenuh dengan keadaan rumah. Aku ingin berontak namun tetap saja mereka tak mendengarku karna mereka sendiri sudah pasti juga tengah pusing dengan permasalahannya.
Lalu kepada siapa aku harus mengadu?
Aku lebih memilih keluar dari rumah, menghabiskan waktu disekolah bersama teman-teman sampai pulang menjelang sore setelah itu mandi dan bersiap-siap kembali lagi keluar bersama teman-teman entah dalam acara rapat osis, latihan lomba, rapat intern program kerja yang akan dijalankan, pergi mengerjakan tugas sekolah dari guru yang begitu banyaknya hingga larut malam. Ya, setidaknya itu mampu menghalau kegalauanku dirumah menurutku.
Mungkinkah apa yang kulakukan benar? Atau mungkin salah?

Tidak ada komentar: