Sabtu, 01 November 2014

Kebijakan Kuliah Lima Tahun bagi Pendidikan Tinggi di Indonesia



Meskipun kuliah lima tahun akan diberlakukan efektif dua tahun lagi, namun pada kenyataannya kini sudah menuai banyak respon kritis dari masyarakat khususnya mahasiswa. Ada pihak yang pro dengan kuliah lima tahun dan adapula yang kontra. Diberlakukannya peraturan baru mengenai masa kuliah lima tahun tetntunya memiliki banyak pertimbangan. Kuliah lima tahun dinilai mampu menekan biaya operasional pendidikan perguruan tinggi. Selain itu kuliah lima tahun sebenarnya mampu memberikan motivasi untuk para mahasiswa agar bisa secepat dan sebaik mungkin menyelesaikan pendidikan tinggi sesuai waktu yang ditentukan. Yaitu untuk strata satu yang ditempuh selama empat tahun atau delapan semester dan pendidikan diploma yang ditempuh satu hingga empat tahun sesuai jenjang diploma.
Kuliah lima tahun mampu menekan jumlah pengangguran di Indonesia. Karena banyak lulusan SMA yang tidak lolos masuk perguruan tinggi dan tidak mendapatkan pekerjaan akan menganggur. Namun jika kuliah lima tahun bisa diberlakukan secara efektif maka akan semakin banyak kuota penerimaan mahasiswa baru yang bisa diterima di perguruan tinggi karena mahasiswa banyak yang lulus sesuai masa kuliah yang ditentukan.
Kuliah lima tahun seharusnya tidak membebankan mahasiswa. Karena rata-rata mahasiswa Indonesia mampu menyelesaikan masa studi untuk strata satus ekitar 4.5 tahun. Namun disisi lain, kuliah lima tahun dinilai mematikan aksi aktifisme mahasiswa. Kondisi di lapangan banyak mahasiswa yang menggeluti dunia organisasi, banyak mahasiswa yang aktif dalam dunia social di luar jam kuliah. Dengan diberlakukannya kuliah lima tahun dianggap menurunkan semangat kepedulian sosial mahasiswa karena mahasiswa akan cenderung memfokuskan pada prestasi akademiknya saja.
Permasalahan banyaknya mahasiswa yang molor masa studinya dari waktu yang ditentukan disebabkan oleh banyak faktor seperti mahasiswa yang kuliah sambil bekerja hingga jam kuliahnya terganggu dan kurang bisa mengikuti kuliah dengan baik maka harus mengulang lagi di semester selanjutnya. Ada lagi mahasiswa yang terlalu aktif pada dunia sosial organisasi di luar kuliah sehingga kegiatan sosialnya mengganggu waktu kuliahnya dan menyebabkan prestasi akademiknya kurang terkejar dengan baik. Masih ada lagi contoh mahasiswa yang molor masa studinya karena mengambil cuti entah karena perkawinan yang menyebabkan kehamilan, dll.
Kebijakan kuliah lima tahun dinilai juga merugikan PTS-PTS di Indonesia. PTS menilai bahwa kebijakan kuliah lima tahun memberatkan bagi PTS karena kemampuan mahasiswa yang menempuh pendidikan tinggi di PTS tidak sebaik di PTN. Terbukti bahwa penyaringan mahasiswa baru di PTN lebih ketat dan diseleksi dengan baik dibandingkan di PTS yang dianggap sebagai tempat terakhir untuk kuliah karena tidak diterima di PTN. PTS selama ini berjuang secara mandiri untuk meningkatkan prestasinya di mata masyarakat, PTS juga tidak banyak menerima bantuan operasional dari pemerintah, berbeda dengan PTN lebih intensif dan banyak menerima bantuan operasional dari pemerintah untuk mengembangkan fasilitas dan sumber dayanya.
Oleh karena itu, kebijakan kuliah lima tahun yang akan berlaku efektif dua tahun lagi ini harus kembali dipertimbangkan dengan baik tanpa mementingkan PTN dan menegsampingkan PTS. Karena baik PTN maupun PTS memberikan kontribusi untuk pendidikan di Indonesia.

Tidak ada komentar: