Meskipun kuliah lima tahun akan diberlakukan efektif
dua tahun lagi, namun pada kenyataannya kini sudah menuai banyak respon kritis
dari masyarakat khususnya mahasiswa. Ada pihak yang pro dengan kuliah lima
tahun dan adapula yang kontra. Diberlakukannya peraturan baru mengenai masa
kuliah lima tahun tetntunya memiliki banyak pertimbangan. Kuliah lima tahun
dinilai mampu menekan biaya operasional pendidikan perguruan tinggi. Selain itu
kuliah lima tahun sebenarnya mampu memberikan motivasi untuk para mahasiswa
agar bisa secepat dan sebaik mungkin menyelesaikan pendidikan tinggi sesuai waktu
yang ditentukan. Yaitu untuk strata satu yang ditempuh selama empat tahun atau
delapan semester dan pendidikan diploma yang ditempuh satu hingga empat tahun
sesuai jenjang diploma.
Kuliah lima tahun mampu menekan jumlah pengangguran
di Indonesia. Karena banyak lulusan SMA yang tidak lolos masuk perguruan tinggi
dan tidak mendapatkan pekerjaan akan menganggur. Namun jika kuliah lima tahun
bisa diberlakukan secara efektif maka akan semakin banyak kuota penerimaan
mahasiswa baru yang bisa diterima di perguruan tinggi karena mahasiswa banyak
yang lulus sesuai masa kuliah yang ditentukan.
Kuliah lima tahun seharusnya tidak membebankan
mahasiswa. Karena rata-rata mahasiswa Indonesia mampu menyelesaikan masa studi
untuk strata satus ekitar 4.5 tahun. Namun disisi lain, kuliah lima tahun
dinilai mematikan aksi aktifisme mahasiswa. Kondisi di lapangan banyak
mahasiswa yang menggeluti dunia organisasi, banyak mahasiswa yang aktif dalam
dunia social di luar jam kuliah. Dengan diberlakukannya kuliah lima tahun
dianggap menurunkan semangat kepedulian sosial mahasiswa karena mahasiswa akan
cenderung memfokuskan pada prestasi akademiknya saja.
Permasalahan banyaknya mahasiswa yang molor masa
studinya dari waktu yang ditentukan disebabkan oleh banyak faktor seperti
mahasiswa yang kuliah sambil bekerja hingga jam kuliahnya terganggu dan kurang
bisa mengikuti kuliah dengan baik maka harus mengulang lagi di semester
selanjutnya. Ada lagi mahasiswa yang terlalu aktif pada dunia sosial organisasi
di luar kuliah sehingga kegiatan sosialnya mengganggu waktu kuliahnya dan menyebabkan
prestasi akademiknya kurang terkejar dengan baik. Masih ada lagi contoh
mahasiswa yang molor masa studinya karena mengambil cuti entah karena
perkawinan yang menyebabkan kehamilan, dll.
Kebijakan kuliah lima tahun dinilai juga merugikan
PTS-PTS di Indonesia. PTS menilai bahwa kebijakan kuliah lima tahun memberatkan
bagi PTS karena kemampuan mahasiswa yang menempuh pendidikan tinggi di PTS
tidak sebaik di PTN. Terbukti bahwa penyaringan mahasiswa baru di PTN lebih
ketat dan diseleksi dengan baik dibandingkan di PTS yang dianggap sebagai
tempat terakhir untuk kuliah karena tidak diterima di PTN. PTS selama ini
berjuang secara mandiri untuk meningkatkan prestasinya di mata masyarakat, PTS
juga tidak banyak menerima bantuan operasional dari pemerintah, berbeda dengan
PTN lebih intensif dan banyak menerima bantuan operasional dari pemerintah
untuk mengembangkan fasilitas dan sumber dayanya.
Oleh karena itu, kebijakan kuliah lima tahun yang
akan berlaku efektif dua tahun lagi ini harus kembali dipertimbangkan dengan
baik tanpa mementingkan PTN dan menegsampingkan PTS. Karena baik PTN maupun PTS
memberikan kontribusi untuk pendidikan di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar